Pagi ini, saya terjatuh di tangga dengan tangan kiri membawa makanan. Alhasil, saya mendapat luka sobek di bagian ibu jari kaki kiri saya dan di lengan sebelah kiri. Saya masih bisa dibilang beruntung, karena nasi yang saya bawa tidak tumpah dan saya tidak langsung jatuh pingsan ditempat. Tidak ada tanda-tanda akan jatuh sebelumnya, saya hanya mendengar lonceng gereja dari kejauhan saat imam akan membagikan Komuni Kudus dan tanpa saya sadari, saya terpeleset dan jatuh tengkurap. Saya rasa, saat itu jiwa saya sedang tidak berada ditempat.
Saya berjalan terseok-seok ke kamar dan meletakkan makanan di tangan saya di atas meja. Baru pada saat itulah saya mendapati rasa pening dikepala saya dan nafas saya yang mulai tidak beraturan, pandangan saya mulai kabur dan saya memutuskan untuk berbaring kembali di tempat tidur. Saya rasa, saya mengalami Hipotensi.
Beberapa menit berselang, saya merasakan rasa sakit yang luar biasa di arah ibu jari kaki saya, saya perhatikan hanya luka sobek kecil di bagian atas ibu jari, tapi betapa terkejutnya saya ketika melihat di bekalang ibu jari saya, luka sobek yang panjangnya hampir 7 cm dan nampaknya cukup dalam. Luka ini mengeluarkan darah dan juga plasma yang ternyata membuat seprai tempat tidur saya basah karena darah, saya ingin bangkit dari tempat tidur dan segera membersihkan luka tersebut, tapi saya masih pusing dan jantung saya masih berdegup tidak teratur. Saya raba nadi saya dan nadi saya nampak lambat dan tidak beraturan. Saya tidak mau mengambil resiko pingsan di lantai dan membangunkan teman sekamar saya yang masih tertidur nyenyak di tempat tidurnya. Perlahan saya membuka laci meja dan mengelurkan plester antiseptik yang saya bawa dari Indonesia. Saya bersihkan darah dan cairan tadi dengan tissue dan langsung saja saya plester luka tadi. Cukup satu plester dan saya harap saya tidak terinfeksi setelah ini.
Jatuh memang merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan. Setidaknya demikian dari pendapat saya. Tapi, jatuh bukanlah hal yang tidak membawa pelajaran sama sekali. Karena terjatuh pagi ini, saya jadi mengingat saat-saat saya ketika masih kecil. Ibu saya atau ayah saya akan datang menghampiri saya yang pastinya akan menangis sekuat-kuatnya, lalu ayah saya akan mengendong saya di bahunya dan ibu saya yang akan menabur beras atau menyiramkan air pada tempat saya terjatuh (kebiasaan yang dilakukan oleh suku Dayak Ma’anyan untuk mengingatkan supaya tidak mengulang hal yang sama lagi). Sungguh pengalaman yang menyenangkan.
Jatuh pagi ini, membawa saya pada suatu perubahan sikap yang luar biasa. Saya menjadi setingkat lebih bijak pagi ini. Saya ingin memaki dan mengeram dan sebagainya. Tapi, saya hanya bisa melakukannya didalam kepala saya dan melupakannya. Saya yang jatuh secara tidak terencana bukan keadaan yang menjatuhkan saya. Tidak ada yang perlu saya persalahkan. Jatuh pagi ini juga membawa saya pada suatu kesadaran diri, badan saya ternyata sangat lemah dan saya berharap itu tidak menunjukkan bahwa jiwa saya juga demikian. Saya berusaha kuat untuk bertahan untuk menahan segala beban yang tidak kasat mata ini, tapi nampaknya saya juga harus menyadari umur saya yang sudah tidak muda lagi dan memang saya sudah kebanyakan beban.
Ketika saya jatuh, saya tidak berpikir untuk diam disana saja. Saya spontan bangkit dan meninggalkan jejak seperti tidak terjadi apa-apa. Dalam kehidupan, bukankah harus demikian ?. Jatuh, bukan berarti menikmati kejatuhan, tapi spontan bangkit dan berjalan dan selanjutnya belajar untuk tidak jatuh pada tempat yang sama lagi. Tapi, saya rasa perumpamaan ini tidak berlaku untuk mereka yang jatuh hati pada seseorang. Bahkan jatuh hati beberapa kali adalah sebuah kenikmatan.
Ketika saya jatuh, perasaan pertama yang menghinggapi saya adalah rasa “sendirian” dan kesadaran yang mengikuti dari belakang, ” saya seorang diri di negeri yang asing ini”. Wah…saya merasakan alarm tanda bahaya. Saya berusaha untuk menyingkirkan semua pikiran negative ini dan menggantinya dengan pikiran lain yang lebih baik. Saya hanya berusaha mencegah luka untuk masa yang akan datang.
Jatuh dan selanjutnya bangun lagi. Itulah manusia. Saya menyadari bahwa saya adalah manusia yang tidak pernah menyerah. Saya memang keras kepala dalam hal ini. Saya mungkin akan ber-acting seperti Chairil Anwar dengan membawa lari “bisa” dan luka dan berharap akan terus hidup hingga 1000 tahun lagi. I do !
Jalan ini masih panjang, masih banyak kemungkinan yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Tidak pantas mengatakan menyerah sekarang.
Selesai menuliskan ini semua, saya menyadari satu hal, ” saya ternyata sudah bertambah kuat dan dewasa “.
Terima kasih.