Hari ini, sahabat saya mengajak untuk bertemu. Saya menyetujuinya dan kami memutuskan untuk bertemu di kedai kopi kesukaan kami. Sesampainya disana, kami sama-sama memesan makanan yang akan lahap sebagai pengganjal perut. Maklum sejak pagi tadi belum juga mengisi perut dengan makanan.
“Ice Coffee for Two “, Kata sahabat saya.
“One Moccacino and One Cappucinno” Seru saya selanjutnya.
Saya tahu betul selera sahabat saya, Ia Moccacino dan saya Cappucino.
Sambil menunggu datangnya pesanan, kami mulai berbincang-bincang. Pembicaraan kami adalah perihal smartphone terbaru. Awalnya saya pikir, Ia ingin membeli smartphone baru, tapi ternyata ini hanya pengantar dari pembicaraan kami. Ya, meskipun saya tahu, sahabat saya ini bisa gonta ganti smartphone setiap bulan, tapi Ia tipikal orang sederhana yang sangat menghargai saya, sehingga smartphone-nya tidak perlu terus berganti. Kadang, kalau ada barang baru miliknya, Ia terkesan malu-malu untuk menunjukkannnya pada saya. Ia, memang orang yang tidak mau menyombongkan diri.
“Mar, apakah menurutmu saya sudah banyak berubah ?” Tanya Dia.
Saya agak sedikit binggung menjawab pertanyaannya, karena cakupannya terlalu luas dalam benak saya. Lalu saya bertanya,
” Berubah seperti apa ? dalam hal apa? “
” Well, Apa saja, jika dibandingkan dengan satu atau dua tahun yang lalu “, Jawabnya.
Saya hening sejenak sambil memperhatikan dirinya. Mencari tahu jawaban yang pas sesuai dengan pertanyaannya.
” Dari segi penampilan, saya lihat sudah banyak berubah. Lebih tua pastinya” Jawab saya.
Lalu, Ia terus menerus meminta saya untuk memberikan penilain dan kami terus menerus membicarakan perihal dirinya.
Saya mengenal sahabat saya ini, Ia memang orang yang suka meng ‘evaluasi’ berbagai hal, termasuk dirinya sendiri. Ia adalah seorang perencana program dan juga evaluator keberhasilan program tersebut. Saya banyak belajar perihal manejemen darinya. Menarik !
Tapi, kadang saya merasa khawatir dengan dirinya, terlalu terobesesi dengan evaluasi diri sendiri menandakan masalah dalam dirinya. Saya coba untuk menggali masalah dalam dirinya dan seperti yang saya duga, Ia mengalami kecemasan didalam dirinya.
“Sebentar lagi kita akan pulang ke Tanah Air, ya..meskipun itu hanya untuk berlibur beberapa hari. Saya merasa khawatir bahwa dalam beberapa waktu yang saya habiskan disini, saya tidak menunjukkan peningkatan atau perubahan apapun” Kata sahabat saya.
“Apa yang membuatmu berpikir demikian?” Tanya saya.
” Kecemasan akan diri sendiri dan penilaian orang lain!” Jawabnya.
Lalu, entah dari mana datangnya Roh kebijaksanaan ini. Tapi, akhirnya saya memberikan komentar.
” Perubahan itu pasti, kekal hukumnya. Kita pernah membahas soal ini bukan?. Setiap hari kita terus berubah, sel-sel tubuh kita bereproduksi, dan mati dan terus menerus sampai detak jantung kita berhenti. Semua orang berubah, saya dan juga mereka “
Sahabat saya tidak menjawab. Saya kemudian melanjutkan,
” Apa yang ada dimasa lalu, biarlah menjadi bagian dari masa lalu. Tempatkan Ia sebagai guru dan pengingat ketika kita melangkahkan kaki di masa saat ini dan dimasa depan. Masa sekarang dan masa depanlah yang menjadi masalah kita. Orang akan berubah seiring dengan masalah yang membentuknya. Jangan terlalu mengkhawatirkan masa lalu, Ia mungkin bisa menjegal kita sedikit dimasa sekarang, tapi Ia tidak akan pernah mampu menguasai masa depan kita”
Sahabat saya tersenyum dibalik seuputan es kopinya.
Saya tahu, Ia pasti ‘ngakak’ mendengarkan ceramahan saya. Tapi, Ia diam disana dan menikmati es kopinya.
Perubahan memang membawa kita pada pembelajaran. Kita yang terus tumbuh dan berkembang, kita yang terus berevolusi dan menjadi manusia yang baru.
Sambil menikmati sisa es kopi kami, kami mulai membahas satu persatu kalimat yang saya sampaikan.
Salam.