Membiarkan atau merelakan hal yang tidak diinginkan terjadi mungkin adalah satu bentuk ketidak-peduli-an. Ketika tidak peduli terjadi, maka ya sudahlah. Tidak ada lagi yang namanya perhatian, daerah yang saling berhubungan tidak akan tersentuh lagi.
Kepedulian adalah hal yang sangat penting. Peduli, artinya menaruh perhatian. Menaruh perhatian artinya memberikan atau mencurahkan energi ke suatu masalah atau objek atau suatu target dengan maksud terjadinya perubahan atau variasi.
Beberapa waktu ini, rumah atau yang namanya tempat tinggal sudah bukanlah hal yang nyaman bagi saya. Rasanya, saya ingin sekali berlari atau pergi dari rumah. Saya berubah dan terpaksa untuk mengubah diri saya untuk berlaku tidak peduli, berlaku tidak ingin mengurus berbagai hal.
Hal ini berawal dari tidak ‘dihargai’nya area yang saya sebut sebagai area pribadi atau yang menjadi area kekuasaan saya. Saya termasuk orang yang sangat dan sangat pribadi. Tapi, entah kenapa dan mengapa, area pribadi saya di ‘perkosa’ dengan sadisnya. Yang saya maksud-kan adalah barang-barang atas nama saya, dipindahkan atau diatur-atur tanpa ijin saya. Sudah tidak ada kepedulian dan penghargaan kepada saya sebagai pemilik barang.
Lain lagi adalah soal ketenangan. Entahlah, saya tidak pernah mengerti mengapa, perihal ‘ketenangan’ menjadi mahal harganya pada masa-masa ini. Saya merasakan keterlambatan atau adanya halangan ketika saya ingin dengan bebas mengerjakan pekerjaan saya.
Saya tahu, ini adalah harga yang harus saya bayar karena tinggal bersama orang lain yang boleh saya katakan sebagai orang yang tidak bisa menghargai privasi orang lain dan berlaku seakan saya tidak pernah ada.
Saya terlalu lama hidup dalam kesendirian dan dalam kesunyian kuburan. Saya sudah terbiasa untuk berlindung dalam wilayah teritori saya. Saya sudah biasa.
Saya menceritakan semua ini pada sahabat saya dan jawaban yang saya dapatkan adalah, “Kalau memang tidak tahan, mengapa tidak kau ucapkan saja ? kau katakan saja, kau utarakan saja?, mudah bukan?”. Memang, jawabannya sungguh masuk akal dan memang inilah yang harus saya lakukan, ‘harus’. Tapi, saya juga masih ber’konflik’ dengan diri saya sendiri dan pihak yang baik didalam diri saya masih memenangkan pertarungan kasat mata ini.
Saya juga tidak ingin menjadi ‘orang yang sama’ seperti sebelumnya, saya juga ingin menunjukkan pada diri saya sendiri bahwa saya mampu menjadi lebih baik dan bertahan dalam keadaan yang saya golongkan sebagai keadaan ‘stress’ ini.
Menarik, memperhatikan keadaan saya seperti ini. Menarik mempelajari reaksi yang ditimbulkan oleh diri saya sendiri. Lucu dan saya tahu, ini akan menjadi hal yang sangat menarik untuk dikenang kelak, dimasa yang akan datang. Saya hanya perlu mengabadikannya disini. Hanya perlu demikian.
Setelah mendiamkan tulisan ini sejenak, dan membacanya kembali. Saya memperhatikan bahwa saya ternyata masih belum juga menjadi dewasa. Area pribadi dan keegoisan hati saya masih saja menguasai saya.
Dalam kegelapan hati saya, saya berseru,
“Oh Tuhan, jangan biarkan anakMu ini jatuh kedalam kubangan penuh prasangka buruk yang hanya akan menyebabkan jauhnya hubungan antara diriku dan Engkau“.
Selanjutnya adalah ucapan tulus, “Amin” menutup singkatnya kunjungan ini.
Salam.