Cemas dan Takut: Perbedaan dan Bagaimana menyikapinya


Oleh,

Maria Frani Ayu Andari Dias, Perawat.

Cemas atau takut bukanlah hal yang baru untuk telinga kita. Kedua kata ini bahkan sudah sangat tidak asing dalam keseharian (sudah sering digunakan maksudnya). Kedua kata ini, juga berlaku sama pada saya. Tapi, mungkin dengan maksud yang lebih mendalam dan berbeda.

Cemas dikatakan sebagai keadaan dimana objek yang menjadi perhatian tidak jelas kebendaannya. Contoh, cemas nilai ujian menjadi jelek (Padahal, belum tentu terjadi demikian). Sedangkan takut dikatakan sebagai keadaan dimana objek yang menjadi perhatian sudah jelas kebendaannya. Contoh, takut jatuh dari pohon. Jelas bahwa ada pohon dan ada dasar dimana seseorang ini bisa jatuh kapan saja. (Saya sebenarnya tidak begitu yakin saat menuliskan perihal definisi ini, jika ada sumber lain silahkan hubungkan saya dengan sumber tersebut. Saya menggunakan pendapat dari Sigmund Freud)

Sejak pengalaman diguncang oleh gempa bumi beberapa kali dalam kurun waktu 6 bulan dan saat itu berada seorang diri di ruangan yang tingginya sekitar 27 lantai, cemas dan takut menggerogoti saya seperti kanker. Saya bisa merasakan betapa parahnya keadaan ini saat saya berada ditempat yang tenang. Entah bagaimana, saya bisa tiba-tiba merasakan goncangan yang tidak nyaman disana-sini. Keadaan ini semakin parah lagi ketika saya harus naik pesawat dan keadaan cuaca saat itu tidak begitu baik. Keadaan yang sering diteriaki oleh Pramugari sebagai “Turbulance“. Saya menyadari bahwa ketika keadaan turbulance terjadi, saya menjadi tidak tenang, lalu cemas yang berlebihan yang ditandai dengan tangan yang mulai basah karena keringat dingin, nafas yang tidak teratur dan pikiran yang sulit dikendalikan.

Bukan hanya saya, tapi ada beberapa orang yang memiliki kesamaan masalah seperti yang saya alami. Mereka tidak menunggu lebih lama dan langsung menemui ahli yang dapat membantu mereka untuk beradaptasi dengan masalah yang mereka alami. Disisi lain, saya, selain men-terapi diri sendiri dengan sombongnya ditambah dengan menerima sedikit sesi terapi kecemasan dan takut dari teman sekerja saya. Saya berusaha untuk membuat diri saya beradaptasi dengan keadaan yang saya alami.

Mereka setuju, bahwa sumber dari masalah saya adalah pikiran saya sendiri. Mereka lalu beramai-ramai membantu saya untuk me-reset ulang cara saya berpikir dan mmebantu saya untuk mempraktikkan beberapa terapi perilaku.

Terapi menarik nafas dalam, guided imagery, dan berdoa adalah terapi yang sejauh ini bereaksi bagi keadaan saya. Contohnya adalah pada saat saya didalam pesawat dan terjadi goncangan pesawat, saya mencoba untuk mengingat kata-kata Bapak B.J. Habibie pada Istrinya, ” Kalau pesawat itu bergoncang, tandanya BAGUS“. Saya terus mengulang-ulang kalimat ini didalam pikiran saya sambil mengenang adegan di Film yang dibintangi oleh Reza Rahardian dan Bunga Cinta Lestari tersebut dan secara perlahan, saya menjadi tenang dan tidak berubah menjadi panik.

Selainnya, adalah berdoa. Ini adalah terapi yang sejauh ini sangat efektif dan efisien tanpa kegagalan pada saya pribadi. (Nampak, saya jarang berdoa, maka dari pada itulah saya kerap dilanda masalah yang tidak perlu hehehehe). Sebagai makhluk ciptaan, tidak ada keadaan yang lebih mendamaikan selain berada dalam rangkulan Sang Pencipta. Ia yang paling tahu apa yang saya butuhkan pada saat-saat demikian.

Jadi, cemas atau takut….Saya masih berusaha sekuat hati untuk berteman dengan dua keadaan ini. Wish me luck!

Iklan

9 pemikiran pada “Cemas dan Takut: Perbedaan dan Bagaimana menyikapinya

  1. Ia, Mas Mhirza. Saya setuju dnegan hal ini, kecemasan yang terjadi terus menerus dalam waktu yang lama akan menimbulkan masalah yang menjadi sangat sulit untuk ditangani. Perlu deteksi sedini mungkin untuk melihat bibit dari kecemasan yang berdampak penyakit dan mulai untuk memberikan terapi dari sana. Cemas akan masa depan, juga satu jalan dengan apa yang Ayu sampaikan sebelumnya. Cemas jika kita ambil sisi positifnya, akan sangat membantu sekali dalam hal mempersiapkan diri menerima masa depan, tapi kalau berlebihan, tetap saja, tidak baik. hehehehe

    Suka

  2. Waw, mengutip Sigmund Freud, pengulas teori psiko analisis itu.

    Cemas dan khawatir itu kyaknya sinonim ya, dan sstu yg dicemaskan itu kdang itu cuma 1 % ada, 99% gak ada, semua terletak pd pikiran. Karena itu, berdamai dg pikiran pnting, huu…

    Nah, klau takut, walau ttp di hati/pikiran, tp memang lebih jelas kebendaannya, sbagaimana definisi yg dibuat Ayu di atas. Oke…oke… dapat dipahami maksudnya.

    Sip. Keren ulasannya. Tks

    Disukai oleh 1 orang

  3. Wah ….lumayan menakutkan itu diguncang gempa bebrapa kali dalam 6 bln dan di lantai 27 lagi. Jika sy tg mengalami tak tahu paniknya seperti apa, krn setiap ada gempa sy selalu lari keluar rumah.
    Semoga dg terapi mandirinya lama2 bisa sembuh cemas dan takutnya mbak Ayu

    Disukai oleh 1 orang

  4. Terima kasih, Bu. Terutama atas doa-nya.
    Ya, itulah yang terjadi. Saat ini, Ayu masih berusaha untuk beradaptasi dengan keadaan. Memang sangat beresiko, apalagi kalau gempa melanda. Hoaaa…luar biasa stress-nya.

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s