Ada yang menarik di pemilihan kepada desa tahun ini (Setidaknya bagi saya). Entah kenapa antusiasme bakal calon kepala desa sangat terasa di Desa tempat asal saja jika dibandingkan dengan pemilihan kepala desa sebelumnya. Beberapa bakal calon kepala desa berusaha sekuat tenaga dengan jurus-jurus memikat hati rakyat yang sangat menarik untuk di amati.
Sayangnya memang, saya tidak dapat hadir untuk menyumbangkan suara saya pada hari H pemungutan suara waktu itu. Ini adalah cerita yang saya dapatkan dari pengalaman saya sendiri dan beberapa tambahan dari saudara-saudari saya yang ada di desa.
Beberapa bakal calon kepala desa yang mengajukan diri untuk menjadi kepala desa tahun ini bukanlah wajah-wajah yang asing. Beberapa dari mereka sudah pernah menjabat menjadi kepada desa pada periode tahun sebelumnya. Hanya ada satu-dua orang yang merupakan wajah baru yang memberanikan diri untuk masuk dalam dimensi politik pemerintahan desa.
Pertarungan merebutkan kursi kepala desa benar-benar menarik perhatian saya. Beberapa diskusi dengan orang-orang tua di desa menghasilkan satu kesimpulan yang sama terkait dengan alasan mengapa persaingan menjadi kepala desa sangat ketat. Bisa di tebak, hal ini tidak jauh berkisar seputar ‘duit’. Mau disembunyikan dengan bahasa se-politis manapun, tetap saja alasannya adalah uang. Beberapa memang mengakui dengan gamblang bahwa sebagai kepala desa mereka memiliki pemasukan yang lumayan berupa gaji bulanan yang rutin setiap bulan belum lagi beberapa tambahan pemasukan lainnya. Saya menilai ini sebagai sesuatu yang wajar terjadi karena memang siapa sih yang tidak bekerja karena alasan mencari rupiah. Hanya saja memang cara-nya saja yang kadang menggelitik hati saya.
Pemilihan kepala desa saat ini dilakukan se-demokratis mungkin. Memang demokrasi harus lahir dari tatanan masyarakat paling dasar, desa. Warga desa diberi kebebasan untuk memilih siapa yang pantas untuk dijadikan kepala desa setelah melewati proses pengenalan bakal calon kepala desa. Bakal calon kepala desa tidak lupa untuk memperkenalkan diri lalu menawarkan visi dan misi-nya jika Ia terpilih menjadi kepala desa. Kampanye-pun dilakukan.
Gambar 1. Hiburan Rakyat.
Saya ingat betul beberapa waktu yang lalu, ketika saya pulang kampung, orkes yang lumayan riuh terjadi di desa. Alat pengeras suara yang dilengkapi dengan musik-musik tiba-tiba saja ada di desa yang jarang mengadakan hal demikian kecuali pas ada acara pernikahan saja. Banyak warga berkumpul, mulai dari yang muda hingga yang tua. Dari yang paham betul ada acara apa sampai ada yang tidak tahu sama sekali ada apa. Ini rupaya adalah jurus memikat hati warga, dengan menghadirkan hiburan rakyat dan memberikan hiburan gratis bagi warga. Diatas adalah foto-foto yang berhasil saya abadikan meskipun dari jarak yang sangat jauh, kebetulan memang saya hanya sekedar lewat tanpa berniat untuk mampir dalam waktu yang lama, karena alasan kesibukan. (Maafkan kualitas gambar yang tidak begitu baik)
Jurus menarik perhatian warga ternyata tidak sampai disitu saja. Ada yang menggunakan jurus memberikan bingkisan ke warga-warga sambil memberi pesan, “Jangan lupa pilih saya ya…“. Isi bingkisan bermacam-macam, ada yang berupa kain untuk membuat pakaian, ada yang memberikan pakaian jadi dan ada juga makanan-makanan ringan. Ada juga jurus yang paling terkenal, yang setiap pemilu ramai di beritakan, “Serangan fajar“. Saya sempat kaget, ternyata ada yang beginian juga. Beberapa bakal calon bahkan ada yang sampai meminjam uang untuk bisa dibagi-bagikan ke warga. Uang yang dibagikan pun tidak sedikit, satu Kepala keluarga diberikan Rp. 200. 000,00 (Dua ratus ribu rupiah). Bayangkan saja uang dua ratus ribuan itu harus dibagikan per kepala keluarga di desa. Ya…meskipun penduduk desa kami tidak banyak, tapi lumayan menjebol kantong juga.
Hari pemilihan kepala desa pun dimulai. Bakal calon kepala desa menunggu di kediaman masing-masing dengan perasaan was-was pastinya. Lalu, penghitungan suara segera dilakukan dan hasil yang keluar memang diluar dari prediksi. Suara warga nampaknya tidak dapat diprediksi dengan diskusi-diskusi dan analisis-analisis politis. Ada yang mengatakan bahwa ” Warga sudah pintar…” ada juga yang mengatakan “Warga benar-benar buta dan tidak tahu terima kasih ! “. Saya menyerap semua pembicaraan yang ada sambil belajar darinya.
Pada akhirnya, saya memutuskan untuk menuliskan kisah ini dengan tujuan sebagai pembelajaran dan juga sebagai permenungan saya pribadi dan (mungkin) bersama. Sebelum menuliskan tulisan ini, saya berdiskusi dengan salah satu teman saya yang memang mengambil jurusan pemerintahan. Ia mentertawakan saya karena kurang pengetahuannya saya. Ia berkata, ” Baru tahu ya…“. Dalam hati saya berkomentar, ” Ah,…kemana saja saya selama ini…“.
Salam.
Jabatan kades skrg makin strategis loh..di kampungku juga org2 pd semangat nyalonin diri.
Oya, maaf, judulnya typo tu..
SukaDisukai oleh 1 orang
Saya juga tidak terlalu peduli mbak dengan soal politik. Bahkan politik desa sekalipun. Di tempat saya belum ada pemilihan kepala desa kayak desa sebelah. Nggak tahu juga kenapa. Pernah bincang2 karena desa saya wilayahnya masih terlalu kecil untuk pemilihan sehingga kepala desa ditunjuk oleh pemerintahannya dan bukan melalui pemilihan. Soal gaji dan ceperan, bukan rahasia lagi klo urusan apapun di masa sekarang bisa menghasilkan wkwkw….. 😀
SukaDisukai oleh 1 orang
iya, mba. warga sudah pintar.
Kalo disogok tetap terima uangnya, tapi gak milih orangnya. 😂
SukaDisukai oleh 1 orang
Di tempatku banyak kades tersandung korupsi dan harus berurusan dengan kpk
SukaDisukai oleh 1 orang
Ia, begitulah Kak…
Hayooo Kak, mencalon juga…hohoho
Terima kasih atas koreksinya
SukaDisukai oleh 1 orang
Hahahaha…Ia mas Shiq4, kadang kita mau benar-benar tidak peduli, tapi secara tidak langsung kita juga kena efeknya. Kalau soal gaji,..tidak jauh berbeda ya untuk setiap daerah hehehehe/
SukaDisukai oleh 1 orang
Hahahaha…Ia, setuju mas Ncep…
SukaDisukai oleh 1 orang
Wah…ini gawat malah. Penyalahgunaan kekuasaan nih.
Sekarang, BPK (Badan Pengawas Keuangan) kabupaten yang bertugas untuk mengawasi keuangan hingga ke desa sudah bekerja dengan sangat maksimal, saya contohkan saja untuk daerah saya. Saya harap demikian juga dengan daerah Kang Nur. Di Desa saya juga baru-baru ini tersandung kasus yang hampir sama, untung saja bukan kepala desa-nya, tapi pegawai desa yang lainnya. Lumayan, kerugian negara kalau dihitung kurang lebih 100 juga rupiah.
SukaSuka
Sekarang sudah ada Dana Desa, jumlahnya besar. Wajar bila menggiurkan sejumlah orang 😃
SukaDisukai oleh 1 orang
Betul…Betul, Bang Ical sendiri bagaimana ?, Apakah tidak tertarik jadi kepala desa ? hehehehe
SukaSuka
Nggak, Kak. Bergerak di komunitas saja 😃😉
SukaDisukai oleh 1 orang
Kunjungan perdana nih
Salam kenal
SukaDisukai oleh 1 orang
Salam kenal Juga RahmanBatopie.
Silahkan berkunjung, semoga ada yang bisa dipetik dan dibawa pulang ya…
SukaDisukai oleh 1 orang
Dipetik…?
Baiklah, kebetulan Saya suka memetik 🙂
SukaSuka