Harga Karet dan tangisan Petani Karet


 

petani-menyadap-pohon-karet-di-kebunnya-yang-berada-di-_140813101931-982
Sumber Gambar: Static Republika.co.id

 

Lahir dan besar di keluarga petani karet membuat saya cukup akrab dengan pohon karet. Aroma rupiah setiap kali selesai mengumpulkan karet yag sudah masak dari masing-masing pohon karet adalah hal yang sangat familiar untuk saya. Hasil penjualan karet sudah sangat berjasa mengantar saya untuk mencapai pendidikan yang saya impikan dan menjadikan saya seperti saat ini. Lalu, pertannyaannya apa yang bisa saya berikan sebagai balas jasa untuk pohon karet dan system kompleks didalamnya ?.

Diskusi dengan sahabat-sahabat saya bukannya memberi saya berita baik, tapi malah berita buruk yang ikut membuat saya prihatin dan greget. Maklum, meskipun tumbuh di lingkungan petani karet, saya tidak familiar dengan bisnis karet, perputaran uangnya sampai ke pabrik dan bagaimana bagi keuntungan. Bisnis ini dari awal adalah spesialisasi Ibu saya dan saya percayakan semuanya pada Ibu saya. Jadi, bagi yang membaca tulisan ini dan tahu bagaimana Bisnis karet itu berlangsung atau ada link yang bisa saya baca, silahkan dibagikan atau tolong dibagikan untuk saya. Sebelum saya terlambat dan menyesal karena tidak menginvestasikan waktu saya untuk mengurusnya.

Hasil penjualan karet tidak mampu menghidupi kehidupan keluarga!”. “Harga karet turun, petani menderita!”, “Anak saya terancam tidak mampu melanjutkan sekolah karena harga karet turun!”, kira-kira demikianlah keluhan sahabat dan keluarga yang sampai di telinga saya. Bahkan Ibu saya sendiripun kerap mengeluh, “Hemat ya Nak…harga karet sedang tidak bagus!”.

Ironis, keadaan yang sama pernah di gambarkan oleh Rudi Hartono dalam Kompasiana dengan judul “Petani Karet: Gagah di Zaman Penjajah, Merana di Alam Merdeka”. Sebuah tulisan yang mewakili perasaan hampir semua petani karet di tanah air.

Apakah pemerintah hanya tinggal diam saja?. Tidak. Melalui Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) pada tahun 2016, pemerintah sudah melakukan terobosan untuk membuat harga karet kembali melambung. Solusi tersebut dituliskan begini,

“…Salah satunya menyalurkan karet ke produk-produk infrastruktur. Alternatif pertama adalah aspal karet. Aspal karet, tutur dia, mampu membuat umur jalan lebih lama 50 persen. Dampaknya, pemerintah bisa menghemat anggaran. Dana yang dihemat tersebut bisa digunakan untuk membangun jalan lebih banyak lagi. Kemudian, penggunaan karet di pelabuhan sebagai alas bersandar kapal. Dengan begitu, Indonesia tidak perlu mengimpor bantalan karet lagi. Alternatif yang lain adalah penggunaan karet pada pintu-pintu air sekunder dan tersier. Pemerintah bisa menggunakan itu untuk mengatur rawa-rawa agar lebih produktif. Juga bisa membangun lebih banyak pengatur air. Khususnya di kawasan-kawasan yang produktivitasnya bergantung kepada musim…”

Solusi yang sangat jitu menurut saya. Tapi, sudah sampai manakah implementasi dari rencana atau solusi ini ?. Saya tidak tahu. Yang saya rasakan saat ini, keluhan-keluhan sahabat dan keluarga masih belum berubah juga. Itu tandanya bahwa solusi ini belum benar dan tepat dilaksanakan.

Saya tidak tahu mengadu pada siapa dan bagaimana bisa mengurus soal dan perihal hal ini. Karena bagi saya, masalah ini sangat urgent dan membutuhkan perhatian yang serius, segera, tuntas dan memberikan hasil.

Saya berharap, saya mendapatkan informasi baik selepas postingan ini di publish dan mendapatkan sedikit ‘perubahan’ untuk industri karet di kampung saya.

Semoga.

 

Sumber berita:

https://www.jpnn.com/news/ini-strategi-tingkatkan-harga-karet?page=2

http://www.kompasiana.com/rudharjs/strategi-meningkatkan-harga-karet-di-tingkat-petani_555be448f09273030ef9f957

30 pemikiran pada “Harga Karet dan tangisan Petani Karet

  1. Ia Mbak..saat ini memang sedang sambil riset kecil-kecilan dan juga ikut diskusi dengan petani di kampung. Sedih karena mereka juga tidak bisa melakukan apa-apa. Semuanya berujung pada, “Pasrah” dan ‘bersabar’.

    Suka

  2. Saya baru tahu kalau petani karet juga ada di Kalimantan. Terlepas dari keluhan dalam postingan di atas sebenarnya saya ingin tahu cara menanam dan memanen karet juga bagaimana mengetahui kualitas karet itu? hehehe

    Disukai oleh 1 orang

  3. Ah mohon maaf kak ayu, aku tak tau tentang bisnis karet 🙁
    Tapi klo boleh memberi saran coba kak ayu cari tentang komunitas tentang pertanian, perkebunan, dan sejenisnya mungkin kak ayu dapat menemukan hal yang kak ayu cari 😊
    Dulu aku sempat ikut komunitas seperti itu bedanya saat itu yang aku cari tau ttg hidroponik dan aku mendapatkan bantuan dari komunitas itu…
    Semoga kak ayu juga dapat menemukan titik terang 🙏

    Disukai oleh 1 orang

  4. Ia, Bertani karet di Kalimantan sudah ada sejak jaman Belanda. Rata-rata karet di kampung Ayu ditanam pertama kali pada jaman Belanda dan juga merupakan bagian dari perusahaan Pemerintah Belanda pada jaman dulu.
    Wah…kalau soal menanam dst, Ayu harus konsultasi dulu dengan Kakek yang memang ahli menanam, memilih bibit, dst.

    Disukai oleh 1 orang

  5. Ia, Terima kasih ya Kunu….
    Terima kasih atas dukungan dan sarannya.
    Saat ini sedang dalam proses menuju ke sana. Semoga pada postingan selanjutnya, saya bisa memberikan kabar baik.

    Suka

  6. pagi : nyadap karet
    siang : rawat pohon karet
    sore : nyadap karet
    pagi buta : nyadap karet
    itu aja sih yang paling sulit, apalagi musim kemarau, kalau kesiangan getah karet sudah keras

    Disukai oleh 1 orang

  7. Ya, betul sekali. Harga karet bbrp thn terakhir lg bermasalah, blm kelar2 jg mslhnya. Ada jg sih kasusnya krn ulah pnjual karet sendiri, yg gak jujur dg kualitas karetnya. Dulu prnh sy dngar ada petani karet yg memasukkan elemen lain k dlm tmpat cairan karet dg tujuan utk mmbuatnya lebih berat saat ditimbang. Hal tsb tentu merugikan pembeli. Itu slh satu alasan mengapa harga karet kemudian turun, katanya. Persisnya sy jg gak yakin.

    Oya, sy malah gak tahu ttg solusi yg dibuat pemerintah thn 2016 itu, krn harga karet di kampungku pun sampe saat ini tp sja sangat murah. Sehingga bnyak ptani karet yg menunda penjualan karet mereka hingga harga stabil. Tp smpe kapan?

    Ini memang mslah yg blm dpt jawaban terbaiknya. Semoga pemerintah peka.

    Ternyata ortumu petani karet ya…salut saya. Besar bnget jasanya ternyata hingga dirimu bs menempuh pndidikan sjauh ini.

    Sy hanya bs komen, yu. Smoga ada solusi terbaik ke depannya terkait mslh ini ya.

    Disukai oleh 1 orang

  8. Terima kasih atas tanggapannya, Kak. Ayu pernah dengar tentang isu memasukkan elemen lain kedalam karet tersebut. Pernah kejadian di kampung dan tukang tadah karet langsung mengambil tindakan dengan tidak membeli karet dari petani tersebut.
    Ayu juga baru tahu kalau ada solusi demikian dari pemerintah, hingga beberapa hari yang lalu mengadakan sedkit riset di Internet. Menurut Ayu, hal ini merupakan solusi yang sangat baik sekali. Untuk membantu pembangunan dan untuk meningkatkan daya serap penjualan karet di daerah. Tapi memang, solusi tersebut masih belum bisa memberikan dampak apa-apa untuk petani karet. Terbukti hingga saat ini, harga karet masih saja rendah sedangkan kebutuhan pokok terus saja meningkat. Hasil diskusi Ayu dengan teman-teman petani di kampung juga sampai saat ini juga menunjukkan hasil yang tidak baik. Bertani karet adalah warisan dan merupakan pekerjaan utama masyarakat, tidak ada yang bisa mereka lakukan selain bertani karet dan mengambil hasilnya. Ada sih pekerjaan lain, tapi menyedap karet adalah pekerjaan utama. Ini yang menjadi soal, apalagi dnegan ahrga karet yang menurun seperti ini, mereka tidak bisa bersaing untuk meningkatkan pendapatan hidup. Seakan tidak ada hal lain yang dapat lakukan kecuali jika harga karat dinaikkan. Ia, Kak. Ayu anak petani karet dan bangga menjadi bagian dari produk ‘karet’ hahahahaha.

    Suka

  9. hohoho…Ia Kakak e..
    Kalimantan itu sangat terkenal dengan hutannya, salah satunya hutan karet. Ayu sebut hutan karena, tanaman karet biasanya di tanam bersamaan dengan pohon-pohon lainnya, bukan melulu pohon karet.
    Pengelolaannya masih sangat tradisional hingga saat ini, tidak ada pupuk khusus. Semuanya disererahkan kepada alam, alam yang akan menumbuhkan. Manusia hanya mengontrol, itu tanaman tumbuh atau tidak ya…demikian kak, hahahaha

    Disukai oleh 1 orang

  10. Hahahahaha…Pengalaman ya?.
    Wah, kalau pulang kampung, demikian pula yang saya kerjakan. Pagi bantu Ibu untuk menyedap karet, sore bantu Bapak untuk merawat pohonnya.
    Kalau dibaca, mungkin ada yang bertanya.
    Tidak terbalik peran Bapak dan Ibu?, tidak!. Dalam bertani karet, tidak ada perbedaan antara laki dan perempuan.hahahahah

    Suka

  11. Hehheh o gitu berarti tdk ada padang belantara di sana ya?
    Hutan melulu… 😀
    saya ingin melihat langsung pohon karet itu secara langsung kapan-kapan… hehhe

    Disukai oleh 1 orang

  12. Hahahahahaha…Antara dirimu dan Pohon Karet mungkin tidak berjodoh. Dulu, Ayu juga demikian. Tapi, proses jatuh cinta pada pohon karet memang perlu waktu. Perlu waktu untuk membencinya lalu akan tiba waktu untuk jatuh cinta padanya hahaha

    Suka

  13. Ada, tapi mungkin tidak banyak. Padang belantara yang mungkin sangat terkenal adalah dearah rawa gambut (ya…kalau ini bisa dibilang pada belantara, karena sangat jarang ada pohon di area rawa gambut). Hayoo…ke Kalimantan, dengan senang hati akan Ayu perkenalkan. Sekalian, siapa tahu mau investasi hahahaha

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar