Evidence based practice dan mengapa ini sangat penting untuk Perawat: Sebuah pengantar dan refleksi


 

modular-prog-big-img_0
Gambar 1. EBP (Sumber: C-tep.EBP.com)

 

Oleh,

Maria Frani Ayu Andari Dias, Perawat.

Evidence based practice (EBP) bukan merupakan konsep yang baru didunia keperawatan. Memang kalau dilihat sejarahnya, konsep EBP ini diambil dari ilmu kedokteran yang selanjutnya di adopsi dan disesuaikan dengan ilmu keperawatan, tapi keduanya memiliki fondasi yang sama dengan tujuan yang juga tidak jauh berbeda.

EBP menjadi sangat penting akhir-akhir ini karena isu patient centered care yang semakin banyak digaungkan di dunia kesehatan dan keperawatan. Proses keperawatan yang dimiliki oleh perawat dan juga petugas kesehatan lainnya dititikberatkan dan berfokus hanya pada pasien dan semua keputusan yang berhubungan dengan kesehatan dan perawatan pasien hanya diletakkan di tangan pasien. Artinya, pasien memiliki hak penuh untuk menentukan nasip perawatan kesehatannya sendiri berdasarkan hasil diskusi dengan tenaga kesehatan yang profesional.

Tujuan dari EBP adalah tiada lain dan tiada bukan adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, meningkatkan pelayanan yang selalu mendahulukan keselamatan pasien dan pada akhirnya membantu untuk menurunkan hospital costs. Ayolah, tidak usah munafik atau pura-pura tidak tahu, kita memang selalu mengupayakan untuk mendapatkan pelayanan berkualitas dengan harga miring dan hal ini tidak dapat disalahkan karena ini merupakan hak warga masyarakat yang dengan rutin membayar pajak kepada negara. Dan sebagai salah satu pertugas kesehatan, saya juga sangat ingin memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan tetap mendapatkan upah yang sesuai untuk pekerjaan yang saya lakukan.

Baiklah, mari kembali ke topik awal. EBP bukan merupakan satu-satunya langkah atau metode untuk memberikan pelayanan yang maksimal dan berkualitas. Tapi, EBP dapat dikatakan sebagai salah satu langkah yang dapat menjamin pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat adalah berkualitas, tepat sasaran dan memang didasarkan oleh studi yang kredibel dan dapat dipercaya. Selain EBP, kita juga mengenal pelaksanaan ‘penelitian’ dan juga performance improvement itu sendiri.

Sebagai catatan:

Dalam praktik keperawatan yang mendasari praktiknya sesuai dengan ilmu pengetahuan, ada empat pilar dan juga sekaligus proses yang membantu perawat untuk mencapai praktik yang terstandard. Pertama adalah EBP; kedua adalah research utilization; ketiga adalah reseach conduct dan yang terakhir adalah performance improvement.

Untuk postingan kali ini, saya hanya akan menggali EBP, ketiga hal lainnya akan saya diskusikan pada lain kesempatan.

EBP sendiri dapat diartikan sebagai sebuah proses yang digunakan untuk memanfaatkan atau menggunakan evidence atau bukti (Research dan quality improvement), decision making dan nursing expertise untuk membimbing dalam pemberian asuhan keperawatan atau pelayanan yang holistic kepada pasien.

EBP pada dasarnya sangat diperlukan untuk dapat mencapai patient outcomes, menghindari intervensi yang tidak perlu dan tidak sesuai dan tentu saja mengurangi/menghindari komplikasi hasil dari perawatan dan juga pengobatan.

five_steps_of_ebp

Dalam melaksanakan sebuah inovasi EBP, ada beberapa langkah yang perlu dilalui oleh seorang perawat. Pada tulisan selanjutnya, saya hanya akan membahas satu langkah yang menurut saya sangat penting dan merupakan dasar sebelum melaju atau menanjak ke langkah-langkah berikutnya. Jika dilihat dari gambar diatas ini, saya hanya akan membahas point satu, ‘1’ yaitu menterjemahkan informasi yang didapat kedalam pertanyaan klinik yang dapat dicari penyelesaian masalahnya.

Here we go !

Temukan masalah yang ingin diselesaikan. Sama hal-nya ketika kita melaksanakan penelitian. Melakukan studi singkat untuk menemukan masalah atau gap dalam pelayanan keperawatan adalah hal yang sangat penting. Kemampuan perawat untuk merumuskan masalah yang ingin diatasi dapat dikatakan sudah menyelesaikan 60% dari masalah itu sendiri. Setidaknya pengalaman saya menunjukkan saya hal demikian. Banyak kali saya berhadapan dengan kasus-kasus dimana masalah belum jelas dirumuskan dan malah harus melakukan intervensi terlebih dahulu. Sebagai akibatnya, banyak intervensi yang salah sasaran dan buang-buang energi. Saya secara pribadi membenci keadaan seperti ini. Apalagi kalau harus berhadapan dengan masalah yang bisa saya cegah sebelumnya tapi tidak bisa saya lakukan karena ketidaktahuan saya atau orang-orang disekitar saya.

Langkah selanjutnya adalah menyusun pertanyaan clinical. Ketika masalah Sudah ditemukan, maka langkah selanjutnya adalah menyusun pertanyaan atau merumuskannya. Inilah saat dimana rumusan PICOT itu bekerja. Banyak kali saya mendengar adanya kesalahpahaman mengenai PICOT. Ada yang mengatakan bahwa PICOT adalah bagian dari analisa jurnal; ada juga yang mengatakan bahwa untuk mengalisa jurnal, kita menggunakan format PICOT. Dan masih banyak lagi. Tapi, menurut apa yang selama ini saya jalani, tidaklah demikian. PICOT memang adalah bagian dari analisa masalah, tapi kedudukannya adalah untuk memperjelas dan mempertajam masalah sebelum masalah ini siap dihidangkan dimeja untuk dicarikan solusinya. Masalah yang saya maksud disini adalah masalah yang riil, masalah yang ada dilingkungan praktik dan masalah yang dirasakan, dialami oleh kita sebagai pemberi pelayanan dan mereka yang merasakan pelayanan. Masalah disini bukan dicari di jurnal atau artikel ilmiah, tapi merupakan masalah asli yang ada disekitar kita.

Jadi, kita harus sama-sama mengoreksi keadaan dimana kita harus mencari jurnal penelitian sebanyak-banyaknya bahkan dengan jenis RCT dan selanjutnya menggali masalah dari jurnal penelitian ini. Tidak!. Kalau kita melakukan hal ini, maka bukan proses EBP yang kita lakukan, tapi lebih pada proses analisa jurnal atau bedah jurnal. Bukan EBP.

PICOT memang adalah bagian dari analisa masalah, tapi kedudukannya adalah untuk memperjelas dan mempertajam masalah sebelum masalah ini siap dihidangkan dimeja untuk dicarikan solusinya.

Saya terus-terusan menyebut PICOT, apa sebenarnya PICOT ini?.

Sebelum jauh melangkah, mari kita berkenalan dengan PICOT. PICOT adalah sebuah singkatan yang mewakili satu rumusan ‘clinical question’.

P= patient population. Siapa yang menjadi populasi yang menderita masalah ?

I=Intervention dapat berupa new evidence-based intervention. Intervensi keperawatan seperti apa yang kira-kira menyebabkan masalah bagi pasien, bagi organisasi, bagi perawat?

C= Comparison intervention, dapat berupa intervensi standard atau intervensi yang biasanya dilakukan.

O= Outcome(s), dapat berupa pengetahuan, praktik/process dan pasien.

T=time.

Binggung ?. Baiklah, mari kita diskusikan dengan contoh. Semoga bisa menjernihkan masalah.

Kasus 1

Rumah sakit jiwa S yang terletak di kota L sering mendapatkan pasien yang datang dengan masalah yang sama, yaitu tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan diluar rumah sakit dan tidak disiplin minum obat. Rumah sakit jiwa s masih menerapkan kebijakan untuk rawat terpisah antara pasien dan keluarganya. Pasien juga wajib untuk mengenakan pakaian yang diberikan oleh rumah sakit. Pasien tinggal bersama pasien lainnya dalam bangsal keperawatan. Gaya perawatan seperti ini dapat digolongkan sebegai perawatan tradisional. Meskipun rumah sakit sudah menerapkan kebijakan untuk pembatasan hari rawat, tapi rumah sakit juga tidak dapat melakukan apa-apa, karena pasien yang kebanyakan adalah pasien yang sama/pasien lama terus datang dan terkadang datang dengan masalah yang sangat serius dan membutuhkan perawatan rawat inap atau inpatient. Rumah sakit sudah melakukan banyak cara seperti melatih pasien untuk melakukan asuhan keperawatan jiwa kepada pasien dan juga kepada keluarga dengan melakukan home visit. Pasien dan keluarga bahkan sudah diajarkan untuk menghafal obat-obatan yang harus diminum secara rutin oleh pasien. Tapi, semua hal yang diupayakan tetap tidak dapat menurunkan jumlah pasien yang kembali ke rumah sakit (lagi). Kepala rumah sakit bahkan mengatakan bahwa, “Terapi gagal!”. Untuk memecahkan masalah ini, Perawat M yang merupakan kepala ruangan A membawa gagasan agar manajemen rumah sakit mulai menerapkan atau menggunakan Millieu Therapy untuk merawat pasien. Manajemen rumah sakit setuju dengan ide ini dan mulai mendiskusikan persiapannya.

Catatan: Kasus ini adalah fiktif belaka. Mohon tidak dianggap terlalu serius.

Dari kasus diatas, kita dapat menyusun pertanyaan dengan menggunakan rumusan PICOT sebagai berikut.

P= Terjadi peningkatan dan tidak ada tanda-tanda penurunan jumlah pasien lama yang masuk ke rumah sakit karena masalah tidak mampu beradaptasi dan gagal manajemen obat.

I= Perawatan tradisional yang masih memisahkan keluarga dengan pasien.

C= Millieu therapy; meningkatkan fungsi lingkungan sebagai media untuk mencapai kesembuhan.

O= pasien mampu beradaptasi dengan cepat dan mudah dari lingkungan rumah sakit menuju lingkungan rumah/social diluar rumah sakit.

T= Masa perawatan pasien di rumah sakit.

Berdasarkan rumusan PICOT diatas, kita dapat merumuskan kalimat masalah menjadi sebagai berikut.

Untuk pasien yang dirawat di rumah sakit jiwa, apakah efek dari perawatan pasien secara tradisional jika di bandingkan dengan perawatan pasien dengan menerapkan millieu therapy dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan beradaptasi pasien dari lingkungan rumah sakit menuju lingkungan rumah/social di laur rumah sakit ?.

Ketika kita berhasil merumuskan masalah seperti ini, kita dapat melanjutkannya dengan langkah EBP selanjutnya yaitu mencari sumber-sumber pustaka dan mengalisanya untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Sedehana bukan ?.

 

Catatan dibalik layar:

Sudah lama saya ingin menerbitkan tulisan saya mengenai topik ini. Sayang sekali saya masih saja terus mengurungkan niat sampai akhirnya saya putuskan, “Inilah saatnya”. Tulisan ini memang serius, tapi saya ingin mengolahnya menjadi santai dan tidak menekan diri saya sendiri dan mereka yang membacanya.

Mohon maaf untuk penggunaan istilah asing yang terlalu banyak (mungkin) dalam tulisan saya kali ini. Saya berusaha untuk menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia, tapi hasilnya malah menjadi lucu dan tidak berhubungan. Lalu, akhirnya saya biarkan saja.

Bagi yang ingin mempelajari mengenai materi EBP dengan lebih intensif lagi, silahkan hubungi saya di mariafrani10@gmail.com. Saya akan dengan senang hati membalas pesan teman-teman sekalian.

Semoga bermanfaat.

Salam dari Saya,

20180523_022906.png

 

 

15 pemikiran pada “Evidence based practice dan mengapa ini sangat penting untuk Perawat: Sebuah pengantar dan refleksi

  1. Asal kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Mbak…, saat ini sedang merantau di tempat orang. Tahun depan balik ke Banjarmasin dan melayani disana.

    Terima kasih Mbak..
    Sebaik2nya orang adalah yang bermanfaat bagi orang lain dan dunianya. Saya harap, saya bisa bermanfaat dan memberi kebaikan bagi orang lain, Mbak.

    Suka

  2. Hi, Tanya!
    Senang rasanya mendengar hal ini. Salam dari saya, Tanya! dan selamat berjuang untuk menjadi perawat yang hebat. Saya yakin kamu pasti bisa!

    Suka

Tinggalkan komentar