Lima hal yang Saya sesali TIDAK Saya lakukan semasa menjadi Mahasiswa Ilmu Keperawatan.


Oleh,

Maria Frani Ayu Andari Dias, Perawat.

Masing-masing dari kita pasti memiliki setidaknya satu atau dua hal pada masa lalu yang menjadi objek rasa gatal dalam hati kita hingga saat ini. Maksud saya adalah hal yang kita sesali. Entah karena kesalahan kita sendiri atau karena kesalahan system atau lingkungan disekitar kita sehingga kita tidak atau melakukan hal yang memberikan kita hasil seperti saat ini.

Terinspirasi oleh tulisan dari Wawa yang berjudul Apa yang kuharap kuketahui di Usia 12 Tahun, maka saya berusaha untuk menyusun beberapa hal yang bermunculan di otak saya. Pertama, saya ingin mengakui dosa terlebih dahulu. Saya seharusnya atau setidaknya menuliskan sesuatu yang mirip dengan tulisan asli dari Wawa. Tapi, karena saya tidak tahu apa yang menjadi hal yang harusnya saya ketahui, atau hal yang menjadi penyesalan saya saat ini karena saya tidak melakukan atau melakukan sesuatu pada usia 12 tahun. Maka, saya memilih topik yang berbeda. Dengan harapan, saya tetap menjaga ide orisinal dari penulis asli. By the way, terima kasih banyak untuk Wawa yang sudah menggugah saya untuk berpikir dan bernostalgia kembali.

Penyesalan memang akan selalu datang pada akhir, kalau di depan namanya pendaftaran. Demikian kata-kata yang sering kita dengar. Saya pun tidak luput dari kata ‘menyesal’ dan mengeluh, ‘Ah, kenapa tidak…Ah, mengapa waktu itu…’.

Mengeluh atau menyesal bukan berarti tidak bersyukur atau menolak untuk bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh yang Kuasa. Hanya saja, menyesal adalah salah satu unsur manusiawi yang menjadikan seorang manusia, Manusia. Manusia akan menunjukkan sisi tidak sempurnanya dengan menyesalkan apa yang sudah lalu. Karena disinilah terletak sisi tidak kuasanya manusia. (Jangan terlalu dipikirkan, ini hanya pendapat pribadi saya sendiri).

Seperti teman-teman yang lainnya, yang hidup dan besar di Indonesia dan mengenyam pendidikan dari tingkat dasar hingga tingkat perguruan tinggi. Saya bersyukur karena bisa duduk di bangku sekolah, mengenyam pendidikan dan akhirnya sekarang dapat menikmati sedikit banyak dari perjuangan-perjuangan saya dari jaman ingusan. Memutar balik cerita, masing-masing masa memiliki kisahnya sendiri. Ada suka ada duka, ada penderitaan ada kebahagiaan dan ada kisah tentunya. Berpikir dan berpikir, saya akhirnya memutuskan untuk menuliskan mengenai hal-hal yang saya harap dapat saya lakukan pada masa-masa pendidikan sarjana keperawatan saya beberapa tahun yang lalu.

Saya tidak menyediakan banyak waktu untuk mengeksplor kayanya potensi untuk melakukan penelitian setingkat mahasiswa.

Hal yang mungkin menjadi hal yang sangat saya sesalkan semasa pendidikan sarjana saya adalah keengganan saya pribadi untuk memuaskan kebodohan saya akan bidang penelitian. Setelah lulus, saya baru mengetahui betapa pentingnya ‘penelitian’ dalam pemberian pelayanan kesehatan dan keperawatan kepada pasien, keluarga dan komunitas.

Setelah saya lulus dan melakukan perjalanan kecil-kecilan ke beberapa tempat di Indonesia. Barulah saya sadar bahwa penelitian sesungguhnya bisa dilakukan oleh mahasiswa setingkat pendidikan sarjana baik secara mandiri atau bersama-sama dengan bimbingan atau bahkan tanpa bimbingan. Bahkan penelitian mahasiswa ini dilombakan hingga tingkat nasional dan internasional.

Saya menyesalkan sedikitnya waktu untuk berinvastasi pada kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu sedini mungkin. Saya sebenarnya sudah mulai belajar melakukan penelitian dari tingkat SMP, tapi karena tidak pernah disinggung mengenai hal ini di sekolah dan lingkungan sekitar, maka saya pun membela diri dengan mengatakan ‘tidak tahu’. Bodohnya, saya.

Saya tidak belajar untuk membuat ‘essay’ tapi malah membuat makalah.

Ketika saya masih duduk dan menyandang status mahasiswa keperawatan. Saya sama sekali tidak pernah berpikir mengenai ‘essay’. Setahu saya, essay itu adalah mengarang bebas yang biasanya saya dapatkan ketika ujian tiba. Essay lebih tepatnya adalah menuangkan kembali hasil hafalan saya kedalam kertas semirip mungkin dengan yang asli dan saya hanya akan melakukannya pada saat ujian. Pengajar saya waktu itu, tidak pernah menyinggung mengenai essay. Tapi lebih banyak ‘makalah’ dan makalah. Makalah ini bagi saya dan teman-teman dikerjakan dengan menerapkan prinsip ‘copy and paste’ dengan minimal editing dari internet. Alhasil, tidak banyak yang dapat saya serap dan tidak banyak yang dapat saya kembangkan saat ini. Ah, andai waktu dapat diulang kembali. Tapi, ya sudahlah.

Saya tidak mengeksplor dan belajar banyak mengenai menulis dan memproduksi sesuatu.

Bukan berarti saya tidak menulis sama sekali semasa menjadi mahasiswa. Hanya saja, menulis bagi saya hanya untuk mengerjakan tugas-tugas dari pengajar lalu untuk menghiasi buku harian saya yang isinya ‘galau’ semua. Saya tidak tahu harus bangga seperti apa setiap kali saya melihat kembali buku-buku harian saya. Kesimpulan saya waktu itu, saya benar-benar labil dan tidak terkontrol dengan ditunjukkan dengan fluktuasi emosi yang sangat tidak stabil dan bahkan sangat brutal.

Saya tidak menghantui dosen-dosen saya dengan besarnya keingintahuan saya akan ilmu dan seni keperawatan.

Saya sangat egois dengan hal-hal yang sangat ingin saya pelajari. Egois dalam artian, saya hanya ingin mencarinya seorang diri dengan jalan yang amat susah. Membaca teks book seorang diri. Dan seingat saya, membaca teks book waktu masih mahasiswa itu bukanlah hal yang menyenangkan seperti saat ini. Dulu, saya masih sangat erat dengan namanya buku kertas, hardcopy. Saat ini, segala sesuatu serba mudah, saya bahkan sangat menikmati membaca dari tablet harga murah milik saya yang ringan dan tidak banyak makan tempat.

Dosen atau pengajar adalah Gudang ilmu dan saya luput dari mengetahui potensi luar biasa demikian. Saya harusnya mengejar mereka dengan pertanyaan-pertanyaan gila dan menghantui mereka dengan diskusi-diskusi hangat seperti yang dilakukan oleh mahasiswa/I praktik di bangsal perawatan tempat saya berpraktik.

Seharusnya, sih. Tapi, ya sudahlah.

Saya tidak menyediakan banyak waktu untuk menggali banyaknya masalah yang ada di kampung halaman saya dan bekerja keras untuk mencari solusi pemecahan masalahnya.

Saya berutang banyak dengan kampung halaman saya. Tempat dimana saya dibesarkan dan tempat dimana saya belajar bahkan mendapatkan asupan gizi setiap bulannya untuk hidup. Ketika saya menyandang status sebagai mahasiswa, ini adalah kesempatan yang sangat besar untuk dapat menggali masalah-masalah kesehatan atau masalah yang lainnya di kampung dan menggerakkan orang-orang untuk bersama-sama mencari pemecahan masalahnya. Saya banyak menyesalkan waktu-waktu pulang kampung yang tidak bisa saya maksimalkan untuk berbuat sesuatu untuk kampung halaman tercinta saya. Lebih banyak lagi karena saya ‘tidak mau’ dan saya sangat menyesalkannya saat ini. Karena ketika kampung saya memerlukan saya, saya tidak berada di dekatnya. Saya merasakan betul keadaan seperti ‘durhaka’ dan tidak tahu berterima kasih.

Yah, demikianlah lima hal yang sangat saya sesalkan semasa saya masih menyandang status mahasiswa pendidikan ilmu keperawatan. Saya menyesalkan sikap keras kepala dan tidak peduli yang saya miliki dan saya menyesalkan kurang pekanya saya dengan keadaan yang ada disekitar saya.

Beberapa hal dari poin-poin diatas masih dapat saya perbaiki dimasa sekarang dan dimasa yang akan datang. Hal-hal inilah yang sedang saya konsentrasikan pada saat ini. Semoga Tuhan memberkati niat baik saya dan saya berharap agar saya tidak menuliskan hal-hal dengan tema yang sama seperti ini di masa yang akan datang.

Hidup adalah sebuah petualangan, tidak seharusnya ada kata penyesalan.

Hidup adalah anugerah untuk setiap detiknya, tidak seharusnya saya menghabiskannya untuk hal-hal yang tidak perlu. Seperti menyesalinya. Saya seharusnya bersyukur!

Hidup adalah proses, ada input dan output, ada aksi dan reaksi. Saya seharusnya dapat mengantisipasi banyak hal yang akan berakibat terhadap system dalam hidup dan lingkungan saya.

Hidup tidak didefinisikan hanya sebagai sempurna dan tidak sempurna, baik dan tidak baik. Terlalu jahat rasanya untuk mendeskripsikan hidup yang berwarna-warni ini hanya dengan dua warna, hitam dan putih.

Hidup seharusnya menyenangkan dan penuh syukur kepada si Pemberi Hidup.

Terpujilah Tuhan.

Sampai disini saja, tulisan saya kali ini. Lelah juga rasanya mengenang masa lalu. Bagaimana denganmu ? Apa hal-hal yang paling kau sesali ?.

Salam.

 

1378672804094
Beberapa tahun lalu, ketika saya masih sangat bangga dengan Status Mahasiswa Ilmu Keperawatan yang saya miliki. (Mohon Maaf atas editan foto dan tulisan yang tidak perlu, abaikan saja)

 

 

24 pemikiran pada “Lima hal yang Saya sesali TIDAK Saya lakukan semasa menjadi Mahasiswa Ilmu Keperawatan.

  1. Bagus sekali tulisannya mbak Ayu, jadi mengingatkan juga penyesalan2 saya di saat msh sekolah dan masih muda. Kalau diidentifikasi mungkin bukan hanya lima tapi jauh lebih banyak dari itu, dan menyesalnya lagi tahu2 sekarang sdh cukup tua untuk bisa menebusnya. Tapi ya sama dengan mbak Ayu, bukan berarti tidak bersyukur dengan pencapaian2 yang telah saya alami.
    Semua yg telah kita lewati bagian dari perjalanan hidup yang memang harus kita jalani. Boleh menyesal tapi bukan untuk diratapi, melainkan sbg cermin untuk perjalanan selanjutnya.

    Disukai oleh 1 orang

  2. Terima kasih atas apresiasinya, Bu.
    Ia, hidup ini adalah perjalanan. Segala sesuatu yang terjadi haruslah disyukuri.
    Jika memang gagal, Tuhan sangat baik dengan membri kita kesempatan saat ini. Untuk memperbaiki diri dan untuk memperjuangan apa yg belum sempat kita perjuangkan. Ia ngak, Bu ?
    😄😄

    Disukai oleh 1 orang

  3. sama-sama mbak, sy selalu menikmati tulisan mbak Ayu, jadi sy membacanya memang ingin membaca.
    Iya betul banget selagi ada kesempatan selayaknya kita selalu memperbaiki diri

    Disukai oleh 1 orang

  4. Tulisan yang membuat terkenang jaman kuliah juga mbak. Rasanya banyak yg belum dilakukan secara baik. Tapi semoga hal2 itu mnjadi bahan belajar. Betul kata mbk Ayu, semua harus di syukuri, sambil ke depan terus mmperbaiki yg masih bisa untuk masa mendatang.

    Disukai oleh 1 orang

  5. Pas baca bagian akhir, sy jd speechless mau komen ap, soalnya Ayu menutupnya dg baik, dan itulah yg seharusnya kita pegang dlm mnjlni hidup.

    Klau sy sih, di masa lalu bnyak yg sy sesalkan, khususnya waktu kuliah, tp gmn jg waktu gak mungkin kmbli. Slh satunya, sy pernah menolak ditawari jd penterjemah di salah satu stasiun tv swasta, pdhal itu part time job, hanya beralasan fokus kuliah, sy pernah ikut bisnis dimana ortu sy gak tahu smntra modalnya dari duit kiriman ortu, dan ujungnya bisnisnya gak berhasil, hadeuh….

    Disukai oleh 2 orang

  6. Terima kasih, Kak atas appresiasinya.

    Kita memang memiliki kisah masing2 yg membuat kita “menyesal” karena keliru mengambil keputusan. Tapi, semoga itu semua menjadi pelajaran ya kak…
    Banyak2 bersyukur…😊😊😊

    Disukai oleh 1 orang

  7. Konon, selain manusiawi, penyesalan itu juga bagian dari pintu koreksi. Jadi beruntunglah orang yang masih bisa menyesal dan mau berbuat sesuatu untuk mengatasi penyesalan itu.. 🙂

    Disukai oleh 1 orang

  8. Terima kasih kutu kamus, sebuah pencerahan yg luar biasa.

    Harapannya juga demikian, saya pribadi bisa melakukan perubahan di masa yang akan dtang.

    Suka

  9. kak tulisa tulisannya bagus, gak ada niat mau di bukukan? profesi kita kurang terekspos prestasinya karena jarang memunculkan tulisan-tulisan menarik seperti kakak ini. semangat, salam sejawat !

    Disukai oleh 1 orang

  10. Halo, Ikhwanul. Saya sangat berharap dapat mempublikasikan tulisan-tulisan saya. Semoga diberi kesempatan ya…
    Akhir2 sedang sibuk mengurusi hal lain.
    Terima kasih atas respon dan dukungannya. Salam sejawat!

    Suka

  11. Aakkkk.. Baru bacaa ini. Hihihi..

    Setelah baca ini, kok Wa juga ngerasakan hal yang sama yaaa untuk perkuliahan.

    Rasanya sedih ngingat belum mengeksplor banyak hal.

    Setuju juga mbak, penelitian lebih terasa manfaatnya ketika terjun langsung ke dunia kerja.

    Btw, sampe sekarang pun Wa belum paham, esai yang seharusnya itu gimana. 😂

    Disukai oleh 1 orang

  12. Terima kasih sudah membacanya, Wa.

    Senang rasanya mengetahui bahwa kita memiliki perasaan yang saya selepas kuliah hahahaha.

    Esai ya ? hahahahaha

    Suka

  13. Iya mbak. Sama-sama. 😊

    Iya, esai. Esai itu gimana ya, mbak?
    *pasang muka polos, nyediain kursi, siap dengar penjelasan 1 sks. Wkwk

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar