Hal Terapeutik dari Komunikasi Terapeutik Perawat


 

20170905_132948
Tampak depan dari Bangsal Perawatan Kesehatan Jiwa di Salah satu rumah sakit negeri di Manila-Filipina.

Oleh Maria Frani Ayu Andari Dias, Perawat.

Terapeutik dapat diartikan sebagai sesuatu hal yang dapat membawa perubahan dari keadaan atau situasi sakit menjadi keadaan atau situasi sehat, dalam artian sederhana menyembuhkan. Terapeutik sangat sering dikonotasikan dengan profesi penyembuh seperti Dokter, Perawat dan profesi yang bergerak dalam bidang kesehatan dan pemulihan dari sakit. Sebagai salah satu bagian dalam tim professional kesehatan, Profesi Perawat juga memiliki konstribusi dalam proses kesembuhan Klien. Salah satu alat/ media yang digunakan untuk mewujudkan kesembuhan ini adalah komunikasi yang diberikan langsung pada saat Perawat melakukan kontak pertama kalinya dengan Klien (Perraud, et al., 2006).

Seperti yang kita ketahui, praktik keperawatan tersebar luas dihampir semua bidang kajian kesehatan sesuai dengan tumbuh kembang manusia, area spesialisasi dan lain sebagainya. Tulisan ini diharapkan dapat menjelaskan peran penting komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh Perawat generalis/perawat umum dalam mengupayakan kesembuhan kepada Klien yang dirawatnya dalam tatanan khusus yaitu keperawatan kesehatan jiwa.

Perawat memulai komunikasi terapeutik dengan Klien dengan terlebih dahulu menjalin hubungan yang bersifat terapeutik. Hubungan terapeutik ini adalah jantung dari praktik keperawatan jiwa bagi seorang perawat kesehatan jiwa. Komunikasi adalah hasil dari jalinan hubungan ini yang mana juga dimanfaatkan sebagai media atau alat untuk mencapai tujuan kesembuhan bagi Klien. Komunikasi terapeutik juga merupakan terapi yang secara khusus terjadi diantara Klien dan Perawat. Perawat menggunakan teknik-teknik tertentu untuk membantu Klien memahami masalahnya, mencari dan menemukan solusi terbaik untuk masalahnya sendiri (Gilburt, Rose, & Slade, 2008).

Komunikasi terapeutik sangat bermanfaat bagi Klien sebagai pengguna layanan. Fisher, (2011) dalam disertasinya mengenai peran perawat dalam hubungan terapeutik Perawat-Klien melaporkan bahwa komunikasi terapeutik sangat bemanfaat untuk meningkatkan semangat Klien dalam mencapai tujuan kesembuhannya dan lebih penting lagi adalah menumbuhkan harapan dalam diri Klien untuk menjadi lebih baik setiap harinya. Kornhaber, Walsh, & Duff (2016) juga menambahkan bahwa komunikasi terapeutik memiliki kekuatan untuk mengubah (transform) Klien dan memperkaya pengalaman psikologis Klien yang dapat memampukannya menghadapi masalah yang ada dihadapannya.

Dilain pihak, O & Purcarea (2014) dalam tulisan keduanya menitikberatkan peranan komunikasi terapeutik dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan di tempat praktik/pelayanan seperti di Rumah sakit atau Bangsal Perawatan secara khusus. Hal ini beranjak dari masalah yang kerap kali dikeluhkan oleh Klien terutama dengan sedikitnya waktu yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk bertemu dan mengobrol dengan Klien mengenai penyakit atau kondisi kesehatannya; kurang tepat dan tidak sesuainya terapi yang diberikan kepada Klien oleh petugas kesehatan yang sangat membahayakan Klien. Pada akhir tulisannya, O dan Purcerea (2014) mendorong profesi kesehatan untuk mempelajari secara mendalam mengenai komunikasi terapeutik dan kegunaannya dalam proses terapi kepada Klien.

Jadi pada dasarnya, Komunikasi terapeutik adalah media dan alat yang sudah terbukti untuk membawa Klien mencapai kesembuhannya secara paripurna. Komunikasi terapeutik tidak hanya komunikasi biasa, tapi lebih merupakan komunikasi yang memberi manfaat dan menumbuhkan harapan untuk memanusiakan manusia. Komunikasi ini dilakukan secara khusus oleh Profesi Kesehatan seperti Perawat Generalis dengan melewati proses dan teknik-teknik tertentu. Pada akhirnya, Perawat diharapkan untuk dapat menguasai teknik-teknik penting dalam menciptakan hubungan terapeutik yang harmonis dan bersifat terapeutik  dengan Klien untuk dapat melahirkan terapi yang natural dan tepat sasaran bagi Klien.

 

References

Fisher, J. (2011). The therapeutic role of the mental health nurse: Implication for the practice of Psychological Therapies. Lismore, NSW: Southern Cross University.

Gilburt, H., Rose, D., & Slade, M. (2008). The impotance of relationship in Mental Health care: A qualitative study of service users’ experiences of pyschiatric hospital admission in the UK. BMC Health Service Research, 8(92), 1-12.

Kornhaber, R., Walsh, K., & Duff, J. W. (2016). Enhancing adult therapeutic Interpersonal relationships in the acute health care setting: An Integrative Review. Journal of Multidissciplineary Healthcare, 9, 537-546. Retrieved from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5072574/pdf/jmdh-9-537.pdf

O, P.-V., & Purcarea. (2014). Issues of therapeutic communication relevant for improving quality of care. Journal of Medicine and Life, 7(4), 39-45.

Perraud, S., Delaney, K., Carlson-Sabeli, L., Johnson, M., Shephard, R., & Paun, O. (2006). Advanced Practice Psychiatric Mental Health Nursing, Finding Our Core: The Therapeutic Relationship in 21st Century. Perspectives in Psychiatric Care, 42(4), 215-226.

 

4 pemikiran pada “Hal Terapeutik dari Komunikasi Terapeutik Perawat

  1. Tgs klian sbgai perawat kelihatannya membutuhkan skill yg bgtu mumpuni demi ksembuhan pasien yang sdang sakit, bkn hnya penekanannya pd aspek fisik tp jiwa jg. Perawat atau paramedis yg memiliki skill dlm komunikasi Terapeutik nampaknya/terdengar bgtu mnyenangkan skli bg klien, nmun sy yakin tgsnya gak gampang, ya kan? Sprtinya diperlukan kemampuan verbal.

    Oya, maaf, Ayu itu perawat yg sprti ap ya? Perawat Generalis atau gmn (ap sbutan utk yg spesifik?) ? Emang perawat itu ada yg disebut perawat jiwa jg ya? Soalnta sy kurang bgtu mengamati ttg jurusan keperawatan atau ners. Jd sy sngat awam dlm hal ini.
    Mungkin bs dijelaskan. Mksh.

    Suka

  2. Terima kasih atas tanggapan yang sangat luar biasa, Kak. Ayu sangat tersanjung.
    Betul sekali, menjadi petugas kesehatan itu sunggah sangat tidak gampang. Kami belajar lebih dari 4 tahun untuk bisa menjadi Sarjana plus mendapat kesempatan untuk mengambil pendidikan Internship. Sakitnya, dengan biaya yang tentu tidak murah. Lebih menyakitkan lagi, ketika kami lulus, upah kerja kami sangat minim, kadang tidak sesuai dengan biaya uang sudah kami keluakan untuk pendidikan. Deritanya kami itu lo Kak.

    Ia, Perawat Generalis itu perawat umum yang belum mengambil spesialisasi keperawatan. Kalau perawat spesialis itu adalah perawat yang sudah mengambil spesialisasi misalkan spesialisasi keperawatan jiwa. Kalau lulus dari sarjana keperawatan plus Ners (atau RN di laur negeri) itu sebutannya masih perawat generalis.
    Dalam kasus Ayu, status Ayu masih perawat umum. Tapi, karena bekerja dan concern di bidang keperawatan jiwa, jadi Ayu mengaggap diri sebagai Perawat Jiwa. Ayu hanya perlu mengambil pendidikan spesialis lagi supaya melegalkan status ini. Sedangkan diantara Klien, Ayu dikenal sebagai Perawat jiwa atau Perawat kesehatan Jiwa. Akhir-akhir ini, Ayu lebih suka kalau dikenal sebagai Praktisi kesehatan dan keperawatan Jiwa, karena status yang belum jelas ini. Kalau di Indonesia, meskipun sudah ada UU Keperawatan, tetap saja pelaksanaannya amanatnya masih belum lancar juga.

    Begitu Kak, Semoga bisa dimengerti ya…

    Disukai oleh 1 orang

  3. Ya, Ayu. Cukup jlas pnjlsanmu. Mksh udah djlskan. Smngat trus dong ya wlau bnyak hal yg jg kdang gak sesuai asa kita. Itulah resikonya klau tinggal d ngra yg mungkin regulasi tdk bgt bagus, atau gmn perbandingannya dg prawat di Manila?

    Suka

  4. Terima kasih, Kak.

    Nah, Kalah di Manila sendiri jauh berbeda. Jauhhhh…Banget malah. Kalau diceritakan akan sangat panjang. Tapi yang pastinya di Filipina, keperawatan itu sudah sangat kuat organisasinya untuk melindungi perawatanya dan juga berkonstribusi untuk menanamkan pendidikan dasar untuk perawatnya serta reglasi untuk melanjutkan spesialisasinya. Jadi, aman.

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar