Oleh Maria Frani Ayu Andari Dias, Perawat.
Alumni Progam Sarjana Keperawatan Angkatan II STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN. Lulus tahun 2013.
Saya tidak pernah bermimpi untuk menjadi seorang Perawat.
Seperti kebanyakan anak-anak, permainan dokter-dokteran sewaktu kecil juga menjadi salah satu bagian dalam permainan yang saya nikmati sewaktu usia bermain. Saya menikmatinya karena itu adalah permainan. Ayah saya dulu berkata bahwa saya kelak, ketika dewasa mungkin akan berkarir dibidang kesehatan. Tapi, saya tidak mempercayainya waktu itu.
Pengalaman bersentuhan dengan Perawat dimasa-masa awal hidup saya juga bukan hal yang menyenangkan. Saya sempat trauma melihat petugas kesehatan dengan baju putih dan cap diatas kepala. Saya pernah diperlakukan tidak nyaman oleh profesi kesehatan yang satu ini. Saya pernah dipaksa merasakan “sakit” yang sangat tidak menyenangkan, ditinggal sendirian dalam ruang pemeriksaan tanpa ada yang berupaya menghentikan tangis saya karena ketakutan, saya pernah dirawat di ruang rawat inap selama lebih dari tiga hari tanpa sedikitpun ada yang bertanya, “Apakah Anda ingin gosok gigi?” Atau “Apakah Anda ingin membersihkan diri?“. Merasa diri dibiarkan dan ditelantarkan oleh Petugas kesehatan yang satu ini, benar-benar membuat saya tidak menyukai profesi kesehatan ini.
Tidak pernah terbayang didalam pikiran saya bahwa kelak dimasa depan saya akan hidup dan memperjuangkan nasip dari profesi kesehatan ini.
Adik perempuan saya jauh lebih potensial untuk menjadi seorang juru rawat jika dibandingkan dengan saya. Ia sudah menunjukkan semangat melayani sejak awal-awal masa pertumbuhannya. Ia lebih berani melihat darah dan luka, lebih sabar merawat dan lemah lembut. Berbeda dengan saya yang terkesan lebih keras, lebih arogan dan lebih kasar. Tapi, siapa yang pernah menyangka bahwa anak kasar, arogan dan keras itu dimasa depan akhirnya lulus dengan gelar sarjana keperawatan dipundaknya.
Ketika akhir masa-masa SMA, saya binggung setengah mati mau melanjutkan pendidikan kemana. Mau bekerja, tapi saya belum siap. Saya menyesalkan tidak adanya bimbingan karir ketika saya masih duduk di bangku SMA waktu itu. Saya dipaksa untuk memilih dari ketidaktahuan saya sendiri jalan hidup saya dan menjalaninya sendiri, untuk tahu apakah ini adalah benar jalan hidup saya atau bukan. Mahal sekali harganya!. Saya bahkan tidak tahu, apa potensi saya. Saya dikubur oleh setumpuk buku-buku persiapan ujian nasional dan soal-soal persiapan masuk pergurun tinggi yang menjengkelkan. Saya putus asa!
Selembar selebaran perguruan tinggi waktu itu menarik hati saya. Saya ingat sekali bahwa saya tertarik dengan kata “Psikologi”, dan “Internasional” yang tertulis didalamnya. Selebaran itu mengingatkan saya akan masa-masa pendidikan saya sebelum ujian nasional berlangsung. Saya suka membaca buku-buku yang berbau psikologi, pengembangan diri, dan sejenisnya. Saya juga tertarik pada kehidupan lain diluar dari kehidupan di negeri ini. Saya penasaran dan saya ingin sekali melihat dan membuktikannya sendiri. Selebaran itu menyadarkan saya, bahwa ada sisi lain dari profesi kesehatan yang bernama keperawatan. Sisi emosional-psikologi yang sangat menarik hati saya. Sisi spiritual yang sejak dulu dekat dengan hati saya. Siapa yang akan menyangka bahwa selebaran berwarna dominan hijau itu ternyata adalah kunci yang membuka pintu petualangan yang tidak pernah saya mimpikan sebelumnya.
Selebaran itu saya ambil, saya simpan dan itulah pertama kalinya saya memutuskan untuk hidup saya sendiri. Saya memberanikan diri berangkat ke Banjarmasin dan melanjutkan pendidikan disana. Yang mengejutkan, saya memilih pendidikan keperawatan sebagai jalan petualangan dan tantangan hidup saya selanjutnya.
Saya datang ke Banjarmasin dengan tekat anak kampung pada umumnya, “Memperbaiki nasip, keluar dari kekangan kemiskinan dan kepercayaan bahwa pendidikan adalah kunci untuk melawan kemiskinan dan meningkatkan derajat hidup di masyarakat“. Entah apa yang akan terjadi kelak, saya paksa diri saya untuk siap! Ya…tidak akan ada yang mampu menahan semangat seorang anak muda dengan kobaran harapan dan juga keputusasaan didalam hatinya.
Hari itu, ketika pertama kalinya saya menginjakkan kaki di area sekolah untuk melakukan pendaftaran, semuanya berubah dan semakin meyakinkan saya. Seperti seorang insan yang bertemu dengan belahan jiwanya, jatuh cinta seketika. Itulah yang terjadi pada saya waktu itu. Dunia seakan berhenti beberapa detik dan perasaan damai menyelimuti hati saya. Seperti Jacob yang ter-imprint oleh Renessme anak Bella dan Edward Cullen dalam serial Twilight, saya juga ter-imprint oleh tempat dimana saya berdiri saat itu. Sekolah yang sederhana, tidak begitu megah waktu itu tapi membawa saya pada kesadaran yang berbeda seketika. Saya ingat, saya berkata pada Ayah saya waktu itu “Sepertinya saya akan bersekolah disini“. Ayah saya hanya menjawab, “Semoga“.
Setelah kontak pertama dengan sekolah itu, hidup saya benar-benar berubah!. Saya belajar banyak hal yang tidak pernah saya bayangkan akan saya pelajari di sekolah ini. Saya bertemu dengan orang-orang yang luar biasa yang terus menginspirasi saya hingga detik ini. Saya bertemu dan berkenalan dengan cinta yang terus mengetarkan hati saya setiap kali saya melihatnya meskipun dari kejauhan. Saya mengalami kerasnya hidup, diterpa keraguan, kekhawatiran dan cobaan yang tidak kunjung usai. Tapi saya bertahan! Dan saya berkembang!
Saya tidak bisa membayangkan jika saya memilih tempat lain. Saya tidak bisa membayangkan jika saya memilih jalan lain. Entah petualangan apa yang sedang saya jalani sekarang.
Ya, saat ini saya sudah sah sebagai seorang Perawat! Sah secara hukum dan diakui oleh negera. Ilmu dan keterampilan saya dinilai berharga oleh negara dan saya didorong untuk menggunakannya untuk kebaikan, kemajuan dan peningkatan kehidupan kesehatan individu dan masyarakat. Apakah saya menyesal?. Tidak! Ini adalah keputusan terbaik yang pernah saya buat seumur hidup saya! Saya bersyukur atas jalan hidup yang saya pilih dan saya bangga atas perubahan yang saya alami sekarang.
Saya masih memiliki pemikiran yang sama mengenai profesi keperawatan ini, sama seperti ketika saya masih sangat muda. Tapi, persepsi saya sudah berbeda. Pengalaman hidup saya bergumul dengan profesi ini menunjukkan kepada saya sisi lain dari ilmu keperawatan. Sisi menarik yang membuat saya jatuh cinta setengah mati dan juga sisi yang membuat saya hidup darinya hingga saat ini. Saya diberi tugas dan tanggung jawab untuk melakukan transformasi dan menyumbangkan tenaga-pemikiran dan juga semangat saya di berbagai bidang kesehatan dan perawatan terutama dalam bidang kesehatan dan keperawatan jiwa. Dengan berbekal ijin dari Yang Kuasa, Saya siap melakukannya!. Mohon doakan saya untuk sanggap menjalaninya.
Perjalanan hidup orang, siapa yang tahu. Saya pun tidak menyadarinya hingga saat tulisan ini saya produksi. Petualangan hidup membawa saya pada jalan ini, jalan yang sangat menarik untuk saya tempuh. Jalan yang sangat menyenangkan dan penuh pembelajaran.
Bagi kamu yang masih binggung mau kemana, Mengapa tidak memberanikan diri dan membuat keputusan ? Kita hanya diberi kesempatan hidup sekali, maka pergunakanlah dengan baik. Jangan sampai ada kata menyesal.
Bagi yang ingin menempuh pendidikan Keperawatan dan menempuh hidup penuh petualangan bersama, Silahkan hubungi bagian Informasi STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN.
Kampus STIKES Suaka Insan, disamping Rumah Sakit Suaka Insan
Jalan H. Jafri Zam-Zam No.8, Banjarmasin
Kalimantan Selatan 70116
Telepon: (0511) 3361654
Faks: (0511) 3361654
Email: info@stikessuakainsan.ac.id
Atau
Kontak cepat,
Ibu Lucia 0822-5177-0073
Ibu Yani 0853-9168-8848
Sr. Marga, SPC 0813-8606-8825
Kunjungi juga karya STIKES Suaka Insan lainnya di http://www.stikessuakainsan.ac.id.
Salam 🙏
Kita tak pernah tahu seperti apa masa depan. Tetapi Tuhan selalu menempatkan hamba-Nya ke tempat terbaik. Dan itulah tantangan dan harapan yang selalu membuat hidup kita bergerak dengan semangat. Karena yang tak kita tahu adalah harapan.
SukaDisukai oleh 1 orang
Terima kasih banyak atas kalimat yang sangat luar biasa ini, Mas. Saya merasa sangat terharu. Betul, kita memang tidak bisa memastikan masa depan itu akan seperti apa, tapi kita selalu percaya bahwa apapun yang ada di depan sana, Tuhan pasti akan menyertai dan menempatkan kita di tempat yang seharusnya (Ini yang disebut ‘iman’, benar bukan ?).
Sekali lagi, terima kasih Mas.
SukaSuka
Sama2, mbak Ayu.
SukaDisukai oleh 1 orang