Menari bersama “Penolakan”


 

photogrid_15285448331814317707760042087937.jpg
Mereka yang tidak bisa menerima penolakan adalah mereka yang terobsesi dengan penerimaan dan kesempurnaan tanpa memberikan kesempatan pada sedikit celah ketidaksempurnaan.

 

Oleh, Maria Frani Ayu Andari Dias, Perawat.

Tidak banyak orang yang bisa dengan mudah dan lincahnya menari ketika gelombang penolakan datang tiba-tiba dalam iramanya yang unik. Saya salah satunya. Semakin tahun, saya semakin menyadari kerusakan yang timbul akibat dari ‘penolakan’ dan saya masih berusaha dengan sangat keras untuk membangun benteng untuk mempertahankan diri saya agar tetap berada dalam keadaan ‘normal’.

Lucu memang, karena mengingat usia saya yang sudah tidak muda lagi (menurut pendapat saya). Seharusnya saya bisa menjadi lebih bijak dan dapat menerima dengan legowo, lapang dada. Tapi, saya masih harus belajar dengan sangat keras mengenai bagaimana menari diatas banyaknya penolakan yang saya terima.

Mereka yang tidak bisa menerima penolakan adalah mereka yang terobsesi dengan penerimaan dan kesempurnaan. Mereka seolah percaya bahwa dunia ini berputar hanya diatas kepala mereka. Begitulah setidaknya kesimpulan dari pembicaraan saya dan sahabat saya di kedai kopi beberapa waktu yang lalu. Entahlah apakah benar atau tidak, tapi mengenai ‘kesempurnaan’, humm…mungkin benar, karena saya dapat melihat diri saya tepat dicermin ketika kami membahas mengenai masalah penolakan dan kesempurnaan ini.

Berdasarkan diskusi saya dengan sahabat saya, yang juga merupakan seorang Perawat spesialis keperawatan jiwa yang sangat devoted dengan ilmu keperawatan jiwa, saya berhasil mengumpulkan pundi-pundi nasihat yang dia berikan secara free dan sudah mendapatkan restunya untuk dibagikan kepada orang lain. Berikut adalah oleh-oleh saya saya terima dari diskusi kami terkait bagaimana menari dengan penolakan.

Membiarkan diri berduka atas penolakan yang dirasakan.

Ketika saya mendapatkan kabar bahwa proposal saya ditolak dan saya harus menerima bahwa competitor kerja saya yang malah mendapatkan penerimaan, saya benar-benar bersedih. Saya ingat betapa beratnya hari-hari yang saya lalui hanya untuk meloloskan proposal yang sudah saya susun. Saya juga ingat betapa optimisnya saya pada saat itu ketika saya berusaha meyakinkan diri bahwa saya pasti mampu, dan pasti akan mendapatkan kesempatan untuk memenangkan kompetisi. Tapi, kenyataan memang menyakitkan. Saya harus menerima bahwa pada saat itu, bukanlah waktu saya untuk memenangkan kompetensi.

Saya lalu membiarkan diri saya untuk sedikit berduka, diam dan tidak melakukan apa-apa. Saya biarkan diri saya menghibur diri saya sendiri. Saya menonton drama korea yang membuat mata saya sembap karena basah dan melepaskan semua energi negative yang ada didalam hati. Lalu, saya pergi tidur.

Setiap orang memang memiliki caranya masing-masing dan inilah cara saya untuk menghadapi rasa duka akibat penolakan yang saya terima. Saya tidak ingin menyangkal bahwa saya kecewa dan saya terluka. Karena saya percaya bahwa rasa duka, sakit, pedih dan sedih adalah sama equal-nya dengan perasaan bahagia, senang atau semacamnya.

Nah, kamu sendiri bagaimana ?. Silahkan untuk membagikan pengalaman pembaca sekalian di kolom komentar dibawah ini.

Menerima

Menerima adalah hal pertama yang harus dilalui oleh individu jika ingin terbebas dari rasa tidak nyaman tambahan yang diakibatkan oleh kejadian/peristiwa penolakan. Menerima tidak pernah mudah!. Menerima membutuhkan waktu yang lama dan kebesaran hati yang benar-benar siap untuk menghadapi berbagai macam hal. Menerima dapat berarti banyak hal, salah satunya adalah tanda kedewasaan pikiran. Menerima bahwa ada banyak hal di dunia ini yang tidak berjalan hanya dengan kehendak kita. Kita harus menerima bahwa ada standard lain yang tidak ‘kita ketahui’ dan kita harus berbangga untuk mendapat kesempatan untuk mengenalnya, meskipun itu dilalui dengan ucapan selamat datang berupa penolakan. Berusahalah untuk menerima rasa duka yang kita rasakan sampai kita mencapai tanda-tanda bahwa kita sudah bisa menerima apa yang terjadi pada diri kita sendiri. Tanda bahwa kita sudah menerima keadaan yang terjadi pada kita adalah ketika kita sudah tidak merasa sedih atau terluka ketika kita mengingat kembali pengalaman atau peristiwa yang melukai kita sebelumnya.

Move on

Bangkit dari rasa sakit dan pengalaman jatuh bukanlah hal yang mudah. Begitu banyak energi yang harus kita curahkan untuk dapat membuat diri kita kembali bersemangat dan kembali berjuang lagi. Bayangkan saja ketika kita sudah jatuh terkapar di tanah dan harus bangkit lagi ?. Bukankah membutuhkan energi dan keingian yang besar untuk hanya sekedar merubah posisi. Demikian juga halnya dengan kejatuhan dan upaya kebangkitan karena pengalaman penolakan. Kita harus mengupayakan sebaik mungkin dan sekeras mungkin untuk berhadapan dengan gravitasi yang terus menarik kita berada dibawah. Tapi, apakah kita hanya mau menyerah disini saja?. Apakah kita puas hanya berada dibawah terus, mengapa kita tidak ingin merubah keadaan dan bangkit berdiri ?.

Nah, demikianlah hal sederhana yang dapat saya bagikan mengenai cara-cara berhadapan dengan penolakan. Saya tegaskan dari awal bahwa hal ini tidak mudah !. Kita perlu belajar dan membiasakan diri berhadapan dengan masalah, dan yang lebih penting lagi adalah bagaimana menari dengan penolakan yang datang pada kita. Kita tidak berupaya untuk mem-block penolakan yang kita terima, tapi lebih jauh kita membawanya beriringan dengan diri kita sendiri, menari bersamanya dalam irama kehidupan kita masing-masing.

Semoga kita sekalian diberi kesehatan, kekuatan untuk berhadapan dengan masalah kita masing-masing.

Semangat !

Salam dari saya.

June 30.2018

20180523_022906.png

17 pemikiran pada “Menari bersama “Penolakan”

  1. Hi,
    Terima kasih banyak atas apresiasinya. Semoga membantu dan memberi inspirasi bagi mereka yang membutuhkan.
    Terima kasih sudah mampir ya…

    Suka

  2. Emang sedih kalo ditolak. Apalagi ditolak sama dia. Aku pernah sih cinta monyet sama salah satu temen SD dan begitu dia nolak secara nggak langsung, aku jadi kaya sakit hati banget. Baru bisa move on 2 taun kemudian. Maaf nih Mbak Ayu, jadi cerita masalah hati. Hehehe

    Disukai oleh 1 orang

  3. Terima kasih sudah berbagi, Mas Yos.
    Tidak apa-apa, setiap orang pasti pernah merasakan apa yang dinamakan ‘penolakan’. Tidak seperti penerimaan, kita masih belum terbiasa menerima dengan nyaman apa itu penolakan. Wajar kalau kita merasakan sakit yang sangat dan susah untuk move on.
    Tiap orang juga memiliki waktunya sendiri untuk move on, jadi tidak masalah mau berapa lama. Saya bersahabat dengan seseorang yang baru bisa move on setelah 7 tahun lamanya, saya bahkan pernah menuliskan kisahnya di blog ini. Dari kisahnya saja belajar bahwa memang waktu untuk move on itu bukan masalah angka, tapi lebih pada bagaimana kita belajar bertumbuh dari waktu yang disediakan untuk kita.
    nah…malah saya yang curhat wwkwkwkwk

    Disukai oleh 1 orang

  4. Cup…cup…cup…

    Akan selalu ada jalan untuk mereka yang terus berusaha.

    Semangat ya!

    Trauma itu kadang terjadi karena kita belum bisa berdamai dengan penolakan-penolakan yang terjadi sebelumnya. Ayo berdamai.., katakan bahwa sudah cukuplah bagi kita untuk menerima efek negatif dari penolakan. Ini saatnya untuk merubah suasana, bangkit dan berdiri. Move on! Dan coba lagi !

    Sukses ya…

    Suka

  5. Congratulations Maria for your sharing. Those experiences are trinkets of life and will be molded you as a mature person, so take it, Grap it and integrated it as part of our life.

    Disukai oleh 1 orang

  6. Ia, Mas Yos. Sejauh ini, 7 tahun adalah rekor yang paling panjang yang saya catat wkwkwkwkwkw.
    Ini sudah masuk obsesi kronis, kasihan mereka yang mengalami hal ini.

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar