Indonesia Sehat melalui Perlindungan Imunisasi: Polemik Vaksin dan terbitnya Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018


Oleh, Maria Frani Ayu Andari Dias, Perawat.

Masalah halal dan haram-nya imunisasi dan vaksinasi menjadi masalah yang sangat luar biasa di kalangan Netizen beberapa waktu yang lalu, terutama para Ibu. Hal ini wajar terjadi karena pada dasarnya seorang Ibu, naluri untuk menjaga dan melindungi buah hatinya sangatlah kuat. Selain karena masalah Halal dan Haram-nya vaksin, terutama Vaksin Measles Rubella (MR), masalah mengenai ‘Apakah betul Vaksin aman disuntikkan kedalam tubuh ?” juga menjadi perdebatan tersendiri yang sangat menarik untuk diikuti.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, tentu saja tidak tinggal diam menghadapi masalah ini, dengan tekad untuk Indonesia Sehat, melalui berbagai kanalnya, Kementerian kesehatan berupaya untuk mencarikan jalan terbaik bagi perseteruan di kalangan masyarakat ini.

Untuk tulisan ini, saya akan membahas mengenai Fatwa MUI yang sudah dikeluarkan pada 20 Agustus 2018 yang lalu. Fatwa tersebut berbicara mengenai Vaksin MR dan juga dorongan kepada pemerintah untuk melindungi warga negaranya. Penting sekali informasi ini diketahui oleh masyarakat, terutama masyarakat yang beragama Islam yang akan membawa anaknya untuk diimunisasi dan sangat penting juga bagi tenaga kesehatan yang akan bertugas di lapangan untuk memberikan imunisasi kepada masyarakat.

 

IMG-20180823-WA0007-702x336
Pejabat Kementerian kesehatan dan MUI ketika melakukan pertemuan untuk membahas mengenai Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 yang baru saja terbit.

 

Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018

Setelah melalui proses diskusi dan studi yang mendalam, Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya mengeluarkan Fakwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin Measles Rubella (MR) pada tanggal 20 Agustus 2018 lalu. Fatwa ini menjelaskan bahwa pelaksanaan imunisasi dengan vaksin SII (Serum Institute of India) diperbolehkan. Alasan diperbolehkan ini adalah karena adanya tiga alasan ini, yaitu pertama, memenuhi ketentuan dlarurat syar’iiyah; kedua, belum adanya alternatif vaksin yang halal dan suci, dan yang terakhir adalah adanya keterangan ahli yang kompeten tentang bahaya yang bisa ditimbulkan jika tidak dilakukan vaksinasi. Sebagai catatan,  Vaksin MR yang diproduksi oleh SII menggunakan zat yang dikategorikan haram dalam proses pengolahannya. Begitulah kesimpulan yang dituturkan oleh Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni’am di Jakarta, 23 Agustus 2018 yang lalu.

 

Asrorun Ni'am
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni’am

 

Lebih lanjut, Asrorum Ni’am menegaskan bahwa Fatwa MUI yang sudah dikeluarkan ini bisa dijadikan pijakan sekaligus panduan bagi pemerintah dalam melaksanakan imunisasi MR. Fatwa ini juga harusnya menjadi rujukan bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat muslim untuk tidak ragu lagi mengikuti imunisasi MR dengan vaksin yang sudah disediakan pemerintah.

Sikap Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 yang diterbitkan pada 20 Agustus 2018 yang lalu itu tentu saja menjadi keputusan yang sangat disambut baik di Lingkungan Kementerian Kesehatan. Hal ini terutama karena Fatwa ini bersinergi dengan program kementerian kesehatan dan juga komitmen pemerintah untuk melindungi seluruh waga negara Indonesia dari bahaya akibat penyakit campak dan penyakit lainnya yang bisa dicegah dengan pemberian vaksinasi dan imunisasi.

Menteri Kesehatan Ibu Nila Farid Moeloek dalam sambutannya pada 23 Agustus 2018 yang lalu mengekspresikan antusiasme-nya untuk menyambut Fatwa ini dan menuturkan bahwa Imunisasi akan sangat bermanfaat bagi masyarakat Indonesia terutama menjauhkan diri dari penyakit berbahaya yang bisa mengancam jiwa anak-anak, melindungi generasi agar tumbuh menjadi bangsa yang sehat, cerdas dan kuat, serta membawa maslahat untuk umat manusia semuanya. Lebih lanjut, Menteri Kesehatan juga mendorong upaya sinergi dari semua pihak untuk mensukseskan program imunisasi ini keseluruh pelosok Indonesia terutama untuk menurunkan beban dan dampak dari penyakit-penyakit yang kemungkinan bisa dicegah dengan menggunakan langkah vaksinasi.

Meskipun sejak tahun 1982 Indonesia sudah melaksanakan pemberian imunisasi campak secara rutin kepada anak usia 9 bulan, tapi tetap saja pemberian imunisasi ini tidak merata di seluruh Indonesia, sehingga menyisakan daerah kantong yang berpotensi melahirkan kejadian luar biasa seperti Kejadian Luar biasa (KLB) Campak seperti yang baru saja terjadi di Asmat awal tahun 2018 yang lalu. Perlu diketahui bersama bahwa berdasarkan data publikasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2015, Indonesia masuk kedalam 10 negara dengan jumlah kasus campak terbesar di dunia. Kementerian Kesehatan RI mencatat jumlah kasus Campak dan Rubella yang ada di Indonesia sangat banyak dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Antara tahun 2014 s.d Juli 2018 tercatat sebanyak 57.056 kasus (8.964 positif Campak dan 5.737 positif Rubella). Dirjen P2P Kemenkes RI, Anung Sugihantono menambahkan bahwa lebih dari tiga per empat dari total kasus yang dilaporkan, baik Campak (89%) maupun Rubella (77%) diderita oleh anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun. Fakta ini ingin menunjukkan bahwa baik pemerintah dan kita semua, warga Indonesia memiliki tantangan yang besar untuk mengatasi masalah-masalah  ini kedepannya.

Campak dan Rubella

Penyakit campak dan Rubella adalah penyakit yang paling ditakutkan dapat terjadi jika masyarakat atau individu tidak melakukan vaksinasi terutama Vaksin MR.

Campak merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dan sangat mudah menular. Virus bergerak dan menularkan diri melalui udara terutama ketika batuk dan bersin. Gejala penyakit Campak yang dapat kita lihat adalah demam tinggi, bercak kemerahan pada kulit (rash) disertai dengan batuk dan/atau pilek dan/atau konjungtivitis (radang selaput mata) yang dapat berujung pada komplikasi berupa pneumonia, diare, meningitis dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Ketika seseorang terkena Campak, 90% orang yang berinteraksi erat dengan penderita dapat tertular jika mereka belum memiliki kekebalan terhadap Campak. Kekebalan ini terbentuk jika individu telah diimunisasi atau pernah terinfeksi virus campak sebelumnya.

Komplikasi dari campak yang dapat menyebabkan kematian adalah Pneumonia (radang Paru) dan ensefalitis (radang otak). Sekitar 1 dari 20 penderita Campak akan mengalami komplikasi radang paru dan 1 dari 1.000 penderita juga akan mengalami komplikasi radang otak. Selain itu, komplikasi lain adalah infeksi telinga yang berujung tuli (dapat terjadi dengan perbandingan 1 dari 10 penderita), diare (1 dari 10 penderita) yang menyebabkan penderita harus melakukan perawatan dan pengawasan yang intensif di Rumah sakit.

Sementara itu, Rubella adalah penyakit akut dan ringan yang sering menginfeksi anak dan dewasa muda yang rentan dengan gejala yang tidak spesifik (tidak jelas) dan juga mudah menular. Hal yang menjadi perhatian dalam bidang kesehatan adalah efek teratogenik apabila virus Rubella menginfeksi anak yang berada dekat dengan wanita hamil, dan menularkan virus tersebut terutama pada masa awal kehamilan (pembentukan janin). Infeksi Rubella pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran atau kecacatan permanen pada bayi yang dilahirkan atau dikenal dengan Congenital Rubella Syndrome (CRS) yang bisa menunjukkan tanda dan gejala berupa ketulian, gangguan penglihatan bahkan kebutaan, hingga kelainan jantung, bahkan kelainan pada otak seperti pengecilan pada otak. Data dari 12 rumah sakit yang menjadi sentinel pemantauan kasus CRS selama lima tahun terakhir s.d Juli 2018, seperti yang telah dicatat oleh Kementerian kesehatan telah menemukan 1.660 kasus suspek CRS.

Penyakit Campak atau Rubella ini bisa menyerang siapa saja baik laki-laki maupun perempuan. Hingga saat ini, belum ada satupun pengobatan yang ditemukan dapat mematikan virus Rubella yang masuk ke dalam tubuh seorang individu. Untuk menghadapi serangan virus dan penyakit ini, Imunisasi merupakan satu-satunya upaya yang dapat kita lakukan bersama, yang terbukti paling efektif sebagai langkah pencegahan penyakit-penyakit yang sudah digambarkan diatas.

Sikap yang diharapkan dari Petugas Kesehatan di Lapangan

Petugas kesehatan yang berada di lapangan seperti Dokter, Perawat, Bidan dan masih banyak lagi, penting sekali mengetahui mengenai perkembangan pemberian Vaksin MR ini. Apalagi mengingat bahwa Vaksin MR adalah vaksin wajib yang harus diberikan kepada seorang Individu dalam masa-masa pertumbuhannya.

Menghadapi polemik seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, penting sekali bagi petugas kesehatan untuk mengeluarkan jurus ‘pendidikan kesehatan’ miliknya kepada masyarakat yang datang untuk melakukan pemeriksaan kesehatan dan sekaligus imunisasi. Masyarakat perlu diberi informasi mengenai perkembangan pemberian Vaksin MR dan Fatwa MUI yang sudah dikeluarkan ini. Tujuannya tiada lain dan tiada bukan, yaitu untuk melindungi masyarakat Indonesia sendiri dari bahaya tidak diimunisasi.

Pemberian pendidikan kesehatan seperti yang disebutkan sebelumnya, dapat dilakukan dalam bentuk kampanye sehat, penyuluhan kesehatan dan juga konseling dengan pendekatan yang persuasive. Pemilihan metode ini disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Hanya saja, petugas kesehatan perlu menggarisbawahi bahwa apapun metode pendidikan kesehatan yang diberikan, masyarakat harus paham betul mengenai informasi seputar imunisasi ini sebelum mereka mengambil keputusan bagi diri mereka sendiri dan juga anggota keluarganya. Petugas kesehatan harus bisa memastikan bahwa infomasi yang diberikan harus sama dengan informasi yang diterima oleh masyarakat yang bersangkutan. Hal ini penting untuk mencegah kesalahpahaman dikemudian hari.

Demikianlah, pada praktiknya pelaksanaan Imunisasi MR dan juga pelaksanaan Imunisasi secara keseluruhan merupakan amanah dari semua pihak. Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Fatwa yang dikeluarkannya juga berusaha untuk menjaga amanah ini. Amanah baik ini tentu saja ditujukan untuk melindungi generasi penerus bangsa dari ancaman penyakit berbahaya yang bisa menimbulkan kematian dan kecacatan permanen. Amanah ini juga menekankan pencapaian tujuan secara bersama-sama, bergotong royong dan bersinergi demi Indonesia yang jaya dan Indonesia yang Sehat.

Salam Indonesia Sehat !.

Iklan

4 pemikiran pada “Indonesia Sehat melalui Perlindungan Imunisasi: Polemik Vaksin dan terbitnya Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018

  1. Sudah lega ternyata aman vaksinnya. Tapi di sekolah tetap aja dikasih surat izin persetujuan apakah ortu bersedia anaknya dikasih vaksin. Masih ada juga bbrp ortu yg takut.

    Disukai oleh 1 orang

  2. Mungkin saja sekolah masih ingin jaga2, siapa tahu juga dikemudian hari orang tua malah protes dan menindak macam2 ke sekolah.
    Penting bagi kita untuk mengedukasi diri, memperkaya diri dengan pengetahuan mengenai vaksin, peraturan yang sudah diterbitkan dan informasi yang terkait.
    Semoga membantu ya, Mbak.

    Salam 🙏

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s