Mencari Rumah Kadir


 

Suatu hari di sebuah perusahaan kecil, disepakati untuk mengadakan acara arisan karyawan bulanan, di rumah salah satu karyawan yang bernama Kadir. Tidak banyak yang tahu letak rumah Kadir, sehingga beberapa karyawan memutuskan untuk berangkat ke rumah Kadir secara berkelompok.

Ada dua alternatif untuk bisa mencapai rumah Kadir, pertama adalah melalui jalan darat yaitu menggunakan sepeda motor dan yang kedua adalah lewat air yaitu menggunakan kelotok (Perahu mesin khas Kalimantan Selatan) dengan menyusuri sungai. Sangat tidak memungkinkan untuk menggunakan kendaraan seperti mobil, karena jalan masuk untuk mencapai rumah kadir sangat sempit. Kadir sendiri menyarankan untuk melewati sungai dengan menggunakan kelotok, karena menurutnya lebih cepat dan bebas macet. Demikian informasi yang diberikan oleh Kadir pada teman-teman karyawan yang berniat untuk datang ke rumahnya.

Berdiskusi sejenak, akhirnya dibagilah dengan sukarela seluruh karyawan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama menggunakan jalan darat dan kelompok kedua menggunakan jalan aliran sungai. Kelompok kedua sangat antusias, karena percaya bahwa mereka akan menempuh perjalanan yang singkat dan bisa sekaligus menikmati pemandangan sungai yang indah.

 

20181209_1021003710133549337476640.jpg
Kelotok (Perahu Mesin yang menjadi alat transportasi air bagi masyarakat, banyak ditemukan di Sungai-sungai Kalimantan Selatan)

 

Hanya 30 menitan saja untuk mencapai rumah saya, kalian akan tiba tepat di belakang rumah dan tidak akan terkena macet. Saya akan memasang spanduk berwarna kuning sebagai tanda tempat pemberhentian. Supir Kelotok tahu betul rumah saya, kalian tidak akan tersesat.” Demikian kata-kata Kadir yang membuat anggota kelompok-kelotok begitu sangat antusias.

Ketika tiba hari keberangkatan, anggota kelompok yang menggunakan kelotok sangat bersemangat. Mereka berkumpul di dermaga kelotok pada pukul 8.30 WIB dan berangkat dari dermaga pada pukul 8.45 WIB. Sesuai kesepakatan, arisan akan dimulai ketika semua anggota kelompok sudah tiba, kira-kira pas jam makan siang, Pukul 12.00 WIB.

Kelompok kedua sangat percaya diri akan bisa mendahului kelompok pertama yang menggunakan jalan darat. Menurut karyawan lain, Kadir memiliki kebun buah yang luas. Sambil menunggu waktu arisan, para karyawan berniat untuk jalan-jalan sebentar ke kebun buah dan menikmati hasil kebun milik Kadir. Lumayan.

Dua puluh menit perjalanan begitu sangat menyenangkan. Beberapa karyawan nampak melakukan banyak swafoto dengan latar belakang sungai dan ada juga beberapa yang lebih memilih untuk menikmati pemandangan pinggir sunggai dalam diam dan hening. Perjalanan begitu sangat menyenangkan karena tinggal beberapa menit lagi mereka akan tiba di rumah Kadir.

Tapi, setelah tiga puluh menit berlalu, tidak ada tanda-tanda kelotok akan berhenti.

Satu jam pun berlalu, para karyawan mulai gelisah. Kadir tiba-tiba saja menjadi sok sibuk dan sulit untuk dihubungi. Beberapa karyawan mengusulkan untuk kembali dan menggunakan jalan darat saja. Tapi, pada akhirnya semuanya setuju untuk melanjutkan perjalanan dengan kelotok. Alasannya, sudah terlanjur basah di sungai, tidak perlu lagi harus kembali ke darat.

Dua jam berlalu, tanda-tanda keberadaan rumah Kadir sama sekali tidak nampak. Kadir ditelpon, tapi tidak mengangkat. Ia hanya mengirimkan pesan singkat ke WA-group Karyawan, bunyinya:

Saya sedang mempersiapkan makanan untuk menyambut teman-teman, saya tidak bisa mengangkat telepon. Sabar saja selama di perjalanan, nanti pasti sampai. Jalan sungai bebas macet.”

“Lah, katanya 30 menit, ini sudah dua jam, tapi belum sampai juga. Rumahmu letaknya dimana sih, Kadir ?” tanya salah satu karyawan dalam bentuk pesan.

Tapi, tidak ada balasan. Demikian juga dengan kelompok perjalanan darat, tidak ada satupun yang membalas pesan. Ada Karyawan yang mengangkat telepon, tapi itu juga masih di perjalanan.

Suasana di dalam kelotok sudah mulai memanas. Bukan hanya karena jawaban yang mereka dapatkan dari Kadir, tapi juga karena matahari sudah mulai tinggi. Udara sudah mulai terasa kering dan sesak. Parahnya, tidak ada satupun yang berniat membawa air minum. Percaya bahwa perjalanan ke rumah Kadir hanya akan ditempuh dalam waktu 30 menit.

Tiga jam berlalu, mesin kelotok mulai melambat dan supir kelotok mulai menepikan kelotoknya. Tapi, tidak ada tanda-tanda spanduk berwarna kuning seperti yang dikatakan Kadir.

“Paman, apakah kita sudah tiba di rumah Kadir?” tanya salah satu karyawan.

“Oh, belum Bu, saya hanya mau membeli rokok di warung” Jawab Paman supir kelotok.

“Ah…..” Semua orang menjawab dengan penuh kekecewaan.

“Saya akan menjadikan Kadir sambal untuk makan siang kita hari ini!” komentar salah satu karyawan.

“Saya akan menceburkan Kadir ke sungai, segera setelah kita tiba.” Komentar yang lainnya.

“Saya akan menghabiskan semua makanan di rumah Kadir, ketika kita sampai!” Kata yang lainnya, diikuti dengan pandangan mata tajam dari beberapa karyawan lainnya. Ini sudah mau jam makan siang dan orang-orang mulai kelaparan.

Tiga puluh menit kemudian, barulah nampak spanduk kuning memanjang di pinggir sungai. Tulisannya,

“Selamat datang di rumah Kadir” ditambah dengan emoji senyum lebar.

Karyawan yang naik kelotok tidak bisa menahan tawa, pecah!

Seluruh karyawan keluar dari kelotok dan menuju rumah Kadir. Belakang rumah kadir memang bentuknya seperti dermaga kecil di pinggir sungai, tercium bau masakan yang sangat menggoda ketika berjalan melewati samping rumahnya.

Bertemu Kadir, semua orang mengeluh padanya, tapi Ia hanya menjawab,

“Kalau saya katakan bahwa perjalanan ke rumah saya memakan waktu 3 jam, saya yakin bahkan kalian tidak akan mau ikut naik Kelotok ke rumah saya. Kalau semua karyawan dan keluarganya membawa motor, halaman rumah saya dan tetangga mungkin tidak akan cukup menampung motor-motor teman-teman”

“Benar juga!” kata beberapa orang karyawan lain.

Masuk kedalam rumah Kadir, ternyata kelompok karyawan yang menggunakan motor sudah disana. Mereka sengaja untuk tidak membalas atau mengangkat telpon karyawan yang naik memilih naik kelotok. Tapi, tidak ada rasa benci disana.

Seluruh perjalanan hari itu, menjadi sangat pantas ketika Kadir dan keluarganya menyediakan paket lengkap makanan asli Banjar.  Belum lagi, sebagai permintaan maaf, teman-teman karyawan lain juga sudah menyediakan aneka buah-buahan produksi kebun Kadir. Nikmat rasanya.

Sejak kejadian itu, Kadir memiliki nama panggilan baru, “30 Menit”. Para karyawan memanggilnya demikian sebagai pengingat kejadian lucu yang mereka alami hari itu. Ada beberapa karyawan yang dengan kreatifnya menyebut kata “30 menit” sambil dilagukan seperti lagu dari kelompok musik  Zamrud dengan lagunya, Pelangi di mata mu,

“30 menit, aku di sini tanpa suara….

dan aku resah harus menunggu lama..”

 

…Selesai…

 

Tulisan ini diselesaikan untuk memenuhi tantangan kesembilan dari #katahatiproduction. Tantangan Kesembilan ini adalah meramu narasi komedi.

Penanggung jawab untuk tantangan ini dipilih sendiri oleh peserta tantangan, saya memilih Kak Irfan sebagai penanggung jawab kali ini.

 

Iklan

8 pemikiran pada “Mencari Rumah Kadir

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s