Ketika Saya MARAH


Ketika saya merasa kesal dan marah, saya teringat dengan beberapa adegan yang saya temukan dalam kisah petualangan Harry Potter dalam bukunya yang ketiga, The Prisoner of Azkaban.

Peristiwa pertama adalah ketika Harry dan keluarga pamannya kedatangan tamu, Aunt Marge. Pada saat itu, Aunt Marge mengatakan sesuatu yang sangat buruk terkait dengan kedua orang tua Harry. Harry tidak bisa menerima perkataan buruk tersebut dan berubah sangat kesal. Ia tidak bisa menahan diri dan berubah menjadi ‘marah’. Harry yang memang seorang penyihir, secara otomatis menggunakan kekuatan sihirnya untuk mengubah sesuatu atau melakukan sesuatu terhadap subjek atau objek yang menjadi sumber kemarahannya. Alhasil, pada saat itu, Aunt Marge berubah menjadi balon yang terbang sampai ke langit-langit rumah dan tidak bisa mengecil. Kementerian sihir harus datang dan membantu keluarga Paman Harry dan sedikit menghapus ingatan mereka yang dirugikan atas sihir yang dilakukan Harry secara spontan tersebut.

Peristiwa kedua adalah ketika Hermione tidak tahan mendengar apa yang dikatakan oleh Malvoy dan teman-temannya mengenai Hagrid. Hermione langsung berteriak nyaring dan menampar pipi Malvoy yang pada saat itu berada tepat dihadapannya.

Peristiwa ketiga terjadi pada Hermione juga. Pada saat itu, Ia harus mengambil mata kuliah yang sangat tidak Ia sukai. Ia tidak menyukai mata kuliah yang sama sekali tidak didasarkan oleh logika. Mata kuliah tersebut adalah mata kuliah ramalan. Ia yang sangat tidak tahan berhadapan dengan mata kuliah tersebut dan juga berhadapan dengan gurunya, langsung meneriakkan tidak setujunya dan langsung keluar dari kelas. Ia menjadi sangat tidak sabaran dengan keadaan yang ia alami, Ia merasa sangat tersiksa dengan mata kuliah yang sama sekali tidak bisa Ia pegang kepastiannya/logikanya.

Ketiga peristiwa ini menunjukkan kepada saya dan kepada kita yang membacanya bahwa, “Kesal dan Marah adalah bagian dari emosional manusia yang tidak terbantahkan; ada bentuk dan wujudknya dan terjadi” (Meskipun saya mengambil contoh dari cerita dalam buku fiksi, tapi pengalaman marah dan kesal adalah pengalaman nyata yang memang sengaja dituliskan dan ditunjukkan oleh penulis cerita fiksi tersebut).

Dalam Bahasa inggris, marah diartikan sebagai Angry. Angry sendiri diterjemahkan sebagai “..Having a strong feeling of or showing annoyance, displeasure, or hostility; full or anger”.

Selain Angry, terdapat juga Anger. Anger menurut American Psychiatric Association adalah “…An emotion characterized by antagonism toward someone or something you feel has deliberately done you wrong”.

Hari ini, saya merasakan emosi ‘marah’. Marah bagi saya adalah emosi yang sangat langka terjadi. Saya sangat jarang menjadi ‘marah’. Lebih tepatnya, saya terus menahan diri untuk tidak menjadi orang yang suka marah atau pemarah. Salah satu alasan saya menahan emosi ini adalah, karena saya takut. Ya, saya takut, ketika saya marah, saya bisa langsung lepas kontrol dan saya pasti akan menyesalkan tindakan apapun yang saya ambil dibawah pengaruh emosi marah ini.

Setelah sekian lama, saya akhirnya merasakan kembali rasa marah ini. Pertama ketika saya menyadarinya, saya menahan diri untuk tidak mengakui perasaan ini. Saya menyangkal bahwa saya marah. Sampai akhirnya secara perlahan, saya menerima rasa marah ini dan mengakui bahwa benar adanya, saya sedang dalam keadaan marah.

Setelah menyadari bahwa saya sedang dalam keadaan marah, saya mencoba untuk merasakan setiap bentuk aliran emosi yang keluar dalam diri saya karena rasa marah yang saya rasakan. Saya merasa aneh, sungguh. Mungkin karena saya jarang marah akhir-akhir ini, makanya sangat asing rasanya perasaan ini menyelimuti pikiran saya.

Saya terus menanamkan dalam pikiran saya, “Apapun yang terjadi, saya harus bisa mengendalikan diri” sambil terus mengamati dengan seksama apa yang bisa dilakukan oleh emosi marah ini terhadap diri saya. Saya berusaha untuk mencapai keadaan tenang, dan menganalisa rasa marah yang saya rasakan ini.

Ketika saya (kita) berada dalam keadaan marah, kita pasti sangat menyadari bahwa ada ‘pemicu’ yang menyebabkan kita menjadi marah. Seperti sifat emosi pada umumnya, emosi akan selalu menjadi hasil dari sebuah aksi yang terjadi di dalam atau di luar diri. Saya menyadari bahwa hal ini juga terjadi pada saya. Hari ini, saya bertemu dengan orang yang menjadi sumber rasa marah (dan kesal) dalam diri saya. perlu waktu lama bagi saya untuk belajar mengontrol emosi yang muncul dari dalam diri saya karena subjek yang menjadi penyebab rasa marah ini.

Saya bisa cukup berhasil mengendalikan efek dari rasa marah ini, karena saya sedikit memiliki pengetahuan mengenai emosi marah. Seperti emosi bahagia, sedih, cemas; marah juga merupakan basic emotion yang memang ada didalam diri masing-masing manusia. emosi ini bersifat sangat natural dalam diri manusia. sangat dan sangat natural. Marah juga pada dasarnya adalah respon otomatis dari dalam diri yang dihubungkan dengan respon pertahanan diri, “Fight, Flight or freeze”. Marah, menandakan adanya reaksi akibat adanya aksi yang melukai secara fisik, emosional dan psikologis. Saya menyadari pada saat itu, bahwa saya terluka. Harga diri saya mungkin terluka, dan saya langsung memberikan reaksi “Marah”.

Memahami sedikit informasi mengenai marah ini, sungguh membantu saya untuk tenang dan berdamai dengan diri sendiri.

Emosi marah, jika dilihat sebenarnya memberi kesempatan baik kepada individu yang merasakannya. Kesempatan yang dimaksud adalah kesempatan untuk mengembangkan diri menjadi lebih baik dan lebih mantap dari sebelumnya. Perasaan marah yang timbul dalam diri saya membuat saya bertekat untuk membalas. Awalnya, saya berharap saya memiliki kemampuan seperti yang dimiliki oleh Harry Potter, dan saya ingin mem-blow up apapun yang ada dihadapan saya pada saat saya sedang dalam keadaan marah. Tapi, kemudian saya sadar bahwa pembalasan seperti ini sangatlah tidak elegan. Saya sendiri, adalah orang yang cukup elegan untuk membalas hal semacam ini. Saya memilih untuk membalas dengan elegan dimasa yang akan datang. Toh, hal seperti ini pernah terjadi sebelumnya dan saya tidak menyesalkan keputusan saya untuk membalas rasa sakit yang saya rasakan dengan sangat elegan. Saya setidaknya membayangkan kesempatan baik yang saya pilih saat ini dan menjadi seseorang yang lebih baik pada masa yang akan datang nantinya. Saya malah merasa kasihan dengan subjek yang membuat saya merasakan hal seperti ini, karena Ia sudah mengurangi rejekinya karena apa yang sudah Ia lakukan terhadap saya.

Ketika saya marah, saya belajar dengan sangat keras untuk memahami subjek yang membuat saya menjadi kesal dan marah. Ini mungkin adalah upaya terakhir yang bisa saya lakukan agar saya tidak segera melemparkan sesuatu ke hadapan subjek ini atau langsung mem-blow up apapun yang ada disekitar saya. Ada beberapa pendapat yang mengatakan seperti ini,

“Orang yang marah padamu, menandakan bahwa Ia memiliki harapan yang tinggi padamu, dan kenyataan menunjukkan bahwa kau tidak seperti yang Ia harapkan. Dalam hal seperti ini, bukan kau yang sepenuhnya salah, tapi Ia, karena Ia menaruh harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan Ia tidak bisa menerima keadaan”.

Kalimat ini banyak kali membantu saya untuk memahami subjek yang membuat saya marah, dan cukup efektif membantu saya untuk mengendalikan diri dari energi yang muncul karena rasa marah.

Saya juga teringat dengan kisah Harry Potter dan salah satu professor yang paling sangat tidak disenangi oleh Harry dan teman-temannya. Ia adalah professor Severus Snape. Profesor Snape sering sekali melakukan tindakan yang membuat Harry dan teman-temannya tidak mendapat keuntungan, terutama dalam mata pelajaran yang diajarkan oleh Snape, Potion. Snape bahkan nampak secara sengaja melakukan tindakan yang dapat memicu rasa kesal dari Harry dan teman-temannya. Label tidak suka, langsung saja menempel pada Snape. Otomatis. Tapi, setelah dilihat lebih jauh lagi, Snape hanyalah seorang pribadi yang maish tidak bisa lepas dari masa lalu. Ia berhutang dan juga ingin membalas apa yang masa lalunya berikan padanya. Saya merasa kasihan pada sosok professor seperti ini.

Ketika saya marah, saya pun menjadi mengenal diri saya sendiri. Saya sedikit takut sebelumnya ketika melihat apa yang terjadi pada diri saya sendiri, tapi itulah yang terjadi. Saya melihat diri saya sendiri sedang dalam keadaan marah, dan saya menyadari bahwa saya sungguh benar-benar hanya manusia.

Sebuah kalimat menyadarkan saya juga mengenai arti rasa marah dan kesal yang saya rasakan,

Your spirituality deepens because of those who insult you and give you a hard time. They are your spiritual teachers in disguise” (Haenim Sunim).

Ya, salah satu cara untuk berdamai dengan rasa marah adalah membawanya ke ranah yang lebih dalam, ranah spiritual. Sebagai seorang perawat kesehatan jiwa, saya memahami hal ini karena saya pun mempelajari dan menganjurkan klien saya untuk mempraktikkan pengendalian rasa marah sampai ke level paling tinggi, level spiritual. Kebanyakan memang, ketika rasa marah ini dibawa sampai ke ranah spiritual ini, siapapun dia akan berubah menjadi lunak dan menerima. Pasrah.

Yup, there you have it!

Emosi marah dan sedikit informasi mengenainya. Semoga bisa memberikan sedikit ide bagi teman-teman sekalian.

Saat ini, saya masih belum menghilangkan rasa marah (dan kesal) yang ada didalam diri dan pikiran saya terhadap subjek yang menyebabkan saya seperti ini. Saya menyadari bahwa ini adalah proses dan saya akan secara sabar menunggu diri saya tenang dan kembali kedalam keadaan damainya. Saya tidak akan memaksa, tapi saya terus menjaga agar saya tidak kehilangan kendala dan tetap mengingat siapa saya.

Semoga bermanfaat, teman-teman.

8 pemikiran pada “Ketika Saya MARAH

  1. Hi, Mbak. Semoga tulisan ini memberi sumbangan manfaat untuk manajemen emosi, terutama soal pengendalian diri dari rasa ‘marah’ berlebihan.

    Saya juga demikian, Mbak. Setelah selesai marah, kemudian menyesal deh hehehehe.
    Tapi, jangan khawatir, kita bisa belajar, bahkan belajar untuk mengendalikan emosi yang berlebihan.

    Marah, sangat boleh, Mbak. Tapi, jangan berlebihan hehehe

    Suka

  2. Saya salut setiap kali baca ulasanmu Ayu, termasuk yg ini.
    Kmu mengulasnya scra jujur, apa adanya, dan pd akhirnya dirimu jg bljar dari rasa marahmu itu. Hbat itu Yu.

    Berbicara ttg marah, sy jd ingat dg perkataan brikut, saat masih kuliah dulu:

    Anger is a condition in which the tongue talk faster than the mind

    Disukai oleh 1 orang

  3. Terima kasih, Kak.

    Ayu hanya sedikit berbagi idealisme yang Ayu anut, bahwa emosi itu harus diakui dan diterima. Bukan ditekan dan dibiarkan begitu saja. Seperti rasa marah yang juga merupakan bentuk dari emosi. Marah juga sama seperti rasa bahagia dan rasa sedih.

    Setuju, Kak. Anger is a condition in which the tongue talk faster than the mind.

    Suka

Tinggalkan komentar