Hari ini, sehabis makan siang, saya bertatapan muka dengannya di koridor rumah sakit. Saya tersenyum padanya, dan menginformasikan menu makan siang kami. Ia mendapatkan giliran makan siang yang berbeda dengan saya. Lalu, pada saat yang bersamaan, saya menatap wajahnya, wajah itu membuat saya terus memikirikan terus tentang dia. Ia dan wajahnya yang menyiratkan rasa “benci” pada saya.
Pada saat itu, saya menyadari. “Oh, saya sudah melakukan kesalahan”.
Waktu itu, beberapa hari yang lalu, saya membicarakan sahabat saya ini pada sebuah kesempatan. Hasil permenungan dan pembelaan saya adalah, saya peduli padanya, dan saya ingin agar Ia mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan teratur. Tapi, saya lupa. Saya sungguh lupa bahwa “Hidupnya bukanlah standart saya “, dan karena alasan ini, pada saat mata kami bersinggungan di koridor rumah sakit saat itu, saya merasakan perasaan ini, “Bersalah”.
Sumber cerita, seorang perawat yang bekerja di sebuah rumah sakit negeri di Kalimantan Selatan.
Penulis sudah memperoleh ijin lisan dari pemilik cerita untuk mempublikasikan masalah ini ke media social seperti blog.
…
Seorang sahabat saya menceritakan mengenai masalah yang sudah dideskripsikan di atas. Ceritanya membuat saya mempertanyakan mengenai
“Sejauh mana tali persahabatan antara satu atau dua orang bahkan lebih dapat mempengaruhi kepedulian dari satu atau dua orang bahkan lebih ini terhadap hidup sahabatnya ? “.
Atau
“Seberapa kita harus peduli dan tidak peduli dengan sahabat kita sendiri ?”
Sambil merenungkan pertanyaan demi pertanyaan yang lahir dalam kepala saya, saya pun menuliskan rangkaian kata-kata ini. Pada postingan saya kali ini, saya ingin berbicara mengenai persahabatan dan jalinan koneksi indah yang terjadi karenanya.
Kepercayaan
Saya menyadari bahwa hubungan apapun selalu berlandaskan “kepercayaan” atau trust. Kepercayaan ini adalah hal penting yang dapat menghidupi sebuah hubungan. Jika satu individu tidak dapat mempercayai individu yang lainnya, bagaimana Ia dapat menjalin suatu hubungan dengan orang lain tersebut?.
Kepercayaan bukanlah hal yang mudah, kepercayaan membutuhkan latihan dan komitmen yang terus terjadi setiap waktu. Setiap hari, seorang individu harus belajar untuk percaya dan menjaga kepercayaan orang lain.
Dalam praktik saya sehari-hari, saya menyadari bahwa penting sekali untuk menjalin hubungan saling percaya, antara saya dan pasien. Jika hubungan yang dilandasi dengan kepercayaan ini tidak tecapai, saya tidak akan berhasil memberikan intervensi kepada pasien. Seorang perawat jiwa, bekerja dengan landasan kepercayaan bahwa Ia mampu memberikan perubahan menuju kebaikan dalam diri pasiennya.
Belajar mengenai kepercayaan itu juga adalah mengenai belajar jatuh bangun. Tidak ada pelajaran mengenai kepercayaan yang lurus-lurus saja. Belajar mengenai kepercayaan itu berirama seperti ini jatuh-bangun, jatuh dan bangkit dan tidak menyerah. Ketika kita sudah disakiti, merasakan luka akibat rasa percaya yang disakiti, kita tidak menyerah dan tetap membuka hati untuk percaya. Mengapa ?
Jawabannya sederhana, karena kepercayaan itu adalah komitmen untuk selalu percaya bahwa orang yang ada dihadapan kita saat ini dapat kita percayai.
Tapi, ketika sudah berkali-kali kepercayaan kita di nodai, dan kita sudah tidak tahan lagi, saya sarankan segera lari, segera tinggalkan dan lupakan. Jangan lagi menjalin hubungan apapun dengan orang seperti ini. Saya berani mengatakan bahwa orang seperti ini tidak bisa menjaga sebuah kepercayaan, dan menjalin suatu hubungan dengan orang yang tidak bisa dipercaya adalah, buang-buang waktu.
Baca juga tulisan milik Linda Esposito LCSW tentang 10 Steps to Restoring Trust in Relationships.

Projeksi
Terdapat sebuah fenomena yang sangat menarik untuk diperhatikan dalam hubungannya dengan interaksi antara satu sahabat dengan sahabat yang lainnya.
Ketika kita membicarakan orang lain, bahkan dengan emosi yang menggebu-gebu, kita mungkin saja sedang memproyeksikan keadaan kita dengan menggunakan orang lain sebagai subjek. Sebagai contoh, ketika kita sedang membicarakan sahabat kita yang pada saat ini sedang dilanda duka karena putus cinta, komplit dengan penderitaan-penderitaannya dengan sangat jelas. Ketika kita membicarakannya dengan sangat bersemangat, maka pada saat yang sama secara tidak sadar, kita juga menceritakan sebagian dari kita yang sebenarnya merasakan dan mengalami masalah yang kurang lebih sama. Kita tidak ingin secara jelas menceritakan masalah tersebut dengan memberi label ‘saya’, tapi memberi label ‘dia’ sebagai penderita dan melihat respon dari teman sebaya.
Manusia itu memang unik, Ia sama sekali tidak ingin rugi, luka atau menderita seorang diri. Kalaupun menderita, Ia akan lebih nyaman jika dapat menderita bersama orang lain.
Belajar untuk mengenal batasan
Dalam hubungan apapun, sangat penting bagi kita untuk mengenal “batasan”. Batasan yang dimaksud di sini adalah batasan untuk yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan.
Terdapat kecenderungan umum yang biasanya terjadi pada sebuah jalinan persahabatan dan persaudaraaan. Kecenderungan tersebut adalah kencenderungan untuk melewati batas privasi. Ketika kita sudah menjalin hubungan persahabatan dengan seseorang, kita seolah-olah merasa berkuasa dan memiliki kuasa atas diri orang ini. Padahal tidak demikian dan hal seperti ini sama sekali tidak benar.
Masing-masing individu harus menyadari bahwa ada ‘batasan’ yang perlu diperhatikan dan harus berhati-hati agar tidak melanggar batasan ini.
Mengenai batasan, saya teringat dengan salah satu sahabat yang saya kenal. Kami sudah lama berteman, hal ini membuat saya memahami sedikit banyak perilaku dan sifatnya. Akhir-akhir ini saya menyadari bahwa secara tidak sadar, saya sudah sangat beradaptasi dengan perilaku dan sifatnya. Ia adalah orang yang luar biasa, apalagi ketika Ia berhadapan dengan masalah yang menimpanya. Ia adalah orang yang kuat, yang sangat mandiri dan bertanggung jawab. Ketika masalah menimpanya, Ia memiliki perilaku unik untuk menghadapinya, Ia akan menarik dirinya sedikit untuk memikirkan masalah dan menyelesaikannya. Ia tidak membutuhkan bantuan. Saya membiarkannya demikian. Sebagai bentuk persahabatan, saya hanya mengiriminya pesan seperti,
“Semoga masalahmu segera berakhir, kuatkan badan dan jiwa. Kamu pasti bisa!. Tapi, ketika kau benar-benar membutuhkan pertolongan, selalu ingat kalau saya ada di sini menunggumu, dan siap membantu!”.
Selama beberapa tahun ini, persahabatan kami berjalan dengan sangat baik. Saya memahaminya dan batasan apa yang boleh dan tidak saya langar. Ia pun demikian. Saya mengerti bahwa Ia ingin sendiri dan saya mengerti bahwa saya pun sangat peduli. Saya dan dia memiliki cara sendiri untuk saling memahami dan peduli. Kami paham batasan masing-masing.
Saya tidak bisa membayangkan jika pada saat Ia memang ingin sendiri, saya malah mengacaukan waktu itu, Ia pasti akan sangat kecewa dan tidak menyukai saya. Mungkin saja saya dan dia tidak akan berteman seperti sekarang.
Kesimpulan yang dapat saya ambil dari hubungan persahabatan kami ini adalah, memahami batasan masing-masing. Saling memahami batasan masing-masing akan sangat membantu kita untuk menjalin hubungan persahabatan dengan lebih nyaman dan lebih peka.
Kompetisi selalu ada
Sebuah tulisan menarik baru saja diterbitkan oleh TED.com, tulisan ini berjudul “ How having the right kind of rival can help you thrive in a changing world”. Tulisan menarik ini mengisyarakatkan bahwa persahabatan yang dijalin antara satu orang dan orang-orang yang lainnya dapat saja dilandasi oleh semangat untuk saling berkompetisi satu dengan yang lainnya. Persahabatan yang juga dilandasi oleh semangat untuk menjadi rival, dapat memberi sisi positif yang menarik untuk perkembangan masing-masing individu.
Perasaan untuk menjadi lebih baik dari sahabat-sahabat yang lainnya, lebih menonjol dan unik dalam perkumpulan persahabatan akan menjadi pendorong yang menarik bagi masing-masing individu dalam sebuah lingkaran persahabatan.
Hal menarik yang bisa dipelajari dari bentuk rivalry ini adalah bahwa kompetisi yang terjadi antara Individu satu dan lainnya tidak didasarkan pada keinginan untuk hanya ‘menang’ tapi menjadi sebuah bentuk pertumbuhan yang menarik dan menyenangkan.
(Ketika menulis mengenai hal ini, saya jadi teringat dengan jalinan persahabatan yang timbul antara saya dan sahabat saya. Sangat menarik melihat adannya perubahan dan dukungan untuk saling bertumbuh menjadi the best version of ourselves. Bukan meng-copy kepribadian dan kesuksesan orang lain).
Cemburu
Jalinan persahabatan itu juga tidak lepas dari rasa cemburu. Persis seperti hubungan suami dan istri. Persahabatan itu komplit dengan perasaan memiliki, dan ketika perasaan itu berubah menjadi sangat tidak terkendali dan menjadi tidak sehat, maka muncul apa yang kita sebut sebagai rasa cemburu.
Rasa cemburu yang tidak berlebihan itu baik, menurut banyak orang. Hal ini ada hubungannya dengan perasaan memiliki, dan ingin melindungi. Tapi, ketika perasaan itu berubah menjadi sesuatu yang berbeda dan mengarah pada keinginan untuk melukai, itu penyakit. Perasaan cemburu itu juga bisa berarti bahwa ada bagian dari kita yang sedang berada dalam ancaman, dan pada saat yang bersamaan kita sedang merasa sangat stress karena ancaman tersebut.
Beberapa kali saya menemukan orang-orang yang berbagi pada saya mengenai rasa ‘cemburu’ antar sesama sahabat, beberapa kali pula saya melihat bukti dari rasa cemburu yang muncul dari sahabat satu ke sahabat yang lainnya. Saya pun tidak luput dari rasa cemburu terhadap sahabat saya sendiri.
Bagi yang mengenal saya, pasti akan bisa menebak apa yang saya lakukan ketika saya sadar bahwa saya merasakan rasa cemburu. Saya komunikasikan perasaan saya. Ketika saya mengkomunikasikan perasaan itu, saya tentu saja harus melihat medan terlebih dahulu. Saya tidak akan mengirimkan diri saya ke medan perang kalau saya tidak memiliki persiapan yang matang. Kurang lebih demikian saya memahami apa yang terjadi pada saya waktu itu.
Saya dan sahabat saya saling memahami, dan karena jalinan hubungan ini, kami bisa terbuka satu sama lainnya. Saya sebenarnya belajar dari dia, terutama dalam mengkomunikasikan perasaan. Saya lambat laun pun berubah menjadi hampir sama dengannya.
Nah, mungkin ada yang merasa aneh, melihat respon yang saya dan sahabat saya lakukan. Tapi, respon ini sebenarnya sangat biasa. Biasa karena kami sudah sangat terbiasa mengkomunikasikan perasaan kami masing-masing. Tidak hanya soal cemburu, tapi juga perasaan lain seperti marah dan sakit hati.
Tapi, memiliki perasaan seperti ini harus cepat disadari, harus cepat dirasakan dan dipelajari. Kalau perlu, disalurkan juga. Hal ini penting untuk dilakukan sebagai bentuk penghargaan atas diri sendiri, meletakkan diri kita pada tempatnya dan belajar menghargai diri kita sendiri.
Baca juga: Putting Effort into your relationship doesn’t mean what you think it means.
Saling mendukung, dalam keadaan apapun
Persahabatan yang saya jalin bersama teman-teman saat ini dilandasi oleh semangat bahu membahu untuk mengembangkan dan menumbuhkan keyakinan diri bersama. Supaya dapat berkembang bersama dengan keunikan masing-masing. Ya, berkembang bersama dengan keunikan yang berbeda-beda. Saya tidak salah mengatakan hal ini.
Saya dan sahabat-sahabat saya mengalami banyak hal sebelum sampai pada kesimpulan ini. Kami melewati banyak tantangan, melewati banyak rasa cemburu, iri, sakit hati dan masih banyak lagi. Tapi, kami bertahan, dan itu yang membuat kami memahami bahwa pertumbuhan jalinan persahabatan kami menuntut kami untuk sukses dan menjadi diri kami sendiri (dengan jalan takdir kami masing-masing).
Menemukan sahabat yang benar-benar sahabat pun sulit! Kita perlu melewati banyak hal untuk menemukan dan mendapatkan sahabat yang benar-benar pas, yang benar-benar sesuai dan yang benar-benar menjadi sahabat kita. Butuh proses !

Demikianlah teman-teman, jalinan persahabat itu sangat kompleks. Kepercayaan, pengetahuan tentang batas dan masih banyak lagi adalah faktor penting yang perlu diperhatikan dalam persahabatan antara satu orang dengan orang lainnya. Setiap orang membutuhkan persahabatan, dan persahabatan akan membantu kita untuk hidup terbebas dari rasa kesepian yang semakin tahun semakin menjadi raja dalam kehidupan masing-masing insan di bumi.
Sebuah ucapan pernah didaraskan beratus-ratus tahun yang lalu seperti ini:
“Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka…”
Kalimat atau ucapan di atas menunjukkan hakikat dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Jika kita ingin diperlakukan dengan baik, maka perlakukanlah orang lain dengan baik. Did it make sense?
Yeap, teman-teman pembaca sekalian, demikian sedikit tulisan yang bisa saya bagikan kepada teman-teman. Semoga tulisan sederhana ini somehow dapat menginspirasi teman-teman. Jika ada yang ingin didiskusikan bersama-sama, yuk…tulis di kolom komentar.
Salam.
Saya ingin mendorong Mbak Ayu, untuk lebih banyak menulis hal-hal sepert ini. Saya menyukai topiknya, dan saya menyukai penjelasannya… hanya saja, dibeberapa tempat penjelasannya terlalu panjang atau datar sehingga cepat lelah ketika membacanya. Jujur saya sangat menyukai topik ini, dan ini sangat relate dalam kehidupan saya. Saya berharap Mbak Ayu terus menulis bahkan bisa membukukannya. Kenapa? Karena kalau sudah melewati meja redaksi, mungkin Mbak Ayu bisa mendapat masukan bagaimana topik ini bisa tidak melelahkan.
Dan yang ingin saya komentari langsung dari tulisan ini: Ya kepercayaan sangat penting. Bahkan ia bisa menjadi pemicu atau alasan mengapa seseorang akan bertahan hidup. Aku berharap, aku bisa mempercayai seseorang. Dan betul kata Mbak Ayu, itu sulit. Bukan hanya sulit… tetapi sangat sulit. Apakah saya menghidap suatu masalah psikologis? Karena saya tidak bisa mempercayai orang lain. Dan saya merasa hidup ini menjadi berat.
SukaDisukai oleh 1 orang
Hi, Kak.
Saya sangat berterima kasih atas dukungan Kakak untuk tetap setia berproses bersama Ayu dalam menulis. Saya juga sangat senang karena Kakak bersedia memberikan komentar, kritik. Itu adalah hal-hal yang sangat Ayu perlukan dalam pengembangan keterampilan menulis seperti ini.
Untuk itu, terima kasih, Kak.
Kepercayaan, membahas mengenai topik ini tidak akan ada habisnya, Kak. Pembentukkan sifat percaya atau kepercayaan itu sudah sejak hari pertama kita hadir ke dunia ini. Kita belajar langsung dari hubungan antara kita dan pengasuh kita (Ibu atau orang yang memang mengasuh kita). Ketika kita mengalami masalah dalam masa ini, maka kita pun akan bermasalah dalam hal kepercayaan.
Jika memang kita mengalami masalah dengan kepercayaan, jangan menyerah !. Hidup kita ini berproses dan prosesnya akan membawa kita mendapatkan nilai-nilai hidup yang memang sangat kita butuhkan. Semangat!
Semoga penjelasan ini dapat menjawab pertanyaan Kakak, ya.
SukaDisukai oleh 1 orang
Wow setia.
Seperti kesetiaan itu gak bisa dibuat-buat ya. Dan mengaharapkan kesetiaan orang lain kayaknya bisa bikin lelah. Boleh sedikit saran lagi ya terkait kritik. Mungkin aku peduli tentang ini, tidak semua kritik itu bisa membuat seseorang maju, kalau hanya demi menjawab kritik Mbak Ayu malah menempuh langkah mundur, lebih baik kritik itu tidak terlalu membuat risau. Tetapi kalau menanggapi kritik bisa membuat Mbak Ayu semakin menjadi diri sendiri, itu perlu. Jangan sampai karena kritik, Mbak Ayu jadi tidak menikmati proses menulis.
Hemm belum terlalu menjawab sih, tetapi garis besarnya saya bisa nangkep. Kepercayaan didapatkan dari proses dalam hubungan yang terus menerus, sebagaimana hubungan antara anak asuh dan pengasuh. Mungkinkah karena hubungan yang saya jalani, adalah karena tidak terlalu intens dan belum memberikan sesuatu yang sifatnya timbal balik?
SukaDisukai oleh 1 orang
Ia,Kak. Setia.
Untuk seseorang yang sulit mempercayai orang lain, kesetiaan adalah sesuatu yang sangat luar biasa. Semoga saya bisa menjaga kepercayaan seperti ini, Kak.
Wah, Kak. Ayu adalah orang yang menyukai feedback dari orang lain atas kerja dan karya yang Ayu kerjakan. Ayu memiliki orientasi ke depan, orientasi untuk maju dan berkembang. Kritik adalah salah satu cara paling efektif untuk mengembangkan diri, mengembangkan suatu karya. Maklum, lingkungan di sekitar Ayu juga sangat kritis dengan apapun. Jadi, Ayu akan menjadi sangat antusias kalau Ayu mendapatkan respon atau kritik.
Ia, Kak. Hubungan dalam bentuk apapun, harus bekerja secara timbal balik. Tidak bisa hanya memberi saja atau menerima saja. Itu hakikat dari sebuah jalinan hubungan.
Jika hubungan yang Kakak jalani adalah dan hanya bersifat memberi, maka hanya kekosongan yang tersisa dan itu sangat menyedihkan.
Kalau pun hubungan itu bersifat memberi, tapi setidaknya ada unsur keikhlasan di sana dan juga keterbukaan untuk menerima cinta/kasih/kebaikan dari hubungan yang paling luhur (Hubungan antara manusia dan Tuhannya).
SukaSuka
Aku aminin yang Mbak Ayu semogakan itu. Betapa bahagianya hidup yang dijalani apabila memiliki seuatu yang penting untuk dijaga. You must be very grateful with everything that has given to you. 🙂
Saya sering bolak balik membaca buku Mindset karya Dr. Carol Dweck, dan saya membaca kalau Mbak Ayu termasuk orang dengan mindset tumbuh. Jadi kritik tak akan melemahkan, Mbak Ayu. Salut. Kesuksesan sedang menunggumu, Mbak.
Hah… menyedihkan sekali ya. Semula aku stres dan depresi, tetapi entah bagaimana aku menjadi terbiasa. Mungkin menulis membantuku mengatasi semua ini. Mbak Ayu ingat tulisan saya tentang ketakuatan seseorang yang menulis jurnal? 😀 😀
SukaDisukai oleh 1 orang
Kak, setiap hari, setiap bangun pagi, saya belajar untuk menyukuri anugerah hidup yang saya jalani. Saya belajar dari pengalaman, betapa berharganya hidup dan waktu yang kita miliki. Hidup ini benar-benar adalah sebuah anugerah, dan sebagai ucapakan terima kasih kita kepada Sang Pencipta, jalani hidup ini dengan penuh rasa syukur dan usahakan untuk seproduktif mungkin bagi sekeliling kita.
Terima kasih banyak, Kak. Saya sangat tersanjung. Saya bukan orang yang seperti itu sebelumnya, dulu saya sangat perfectionist dan sangat tidak suka kritik. Sampai akhirnya saya menemukan keindahan dari being imperfect, menjadi tidak sempurna itu indah, mendapatkan banyak kritik itu adalah keberuntungan.
Ia, saya ingat dengan tulisan Kakak waktu itu, tentang menulis jurnal. Kak, menyadari kalau Kakak pada masa itu atau masa ini mengalami stres atau tanda/gejala depresi, adalah pertanda yang baik. Kebanyakan orang gagal menyadari atau menerima kalau mereka sedang dalam ‘masalah’, hal ini semakin memperberat mereka untuk memecahkan masalah. Jadi, Kakak harus berbangga.
Seperti yang sering saya katakan kepada teman-teman saya, menyadari masalah, mengakui bahwa ada masalah adalah awal dari proses pemecahan masalah. Jadi, kita harus berbangga dan sabar sampai menemukan pemecahan masalah.
Sama seperti Kakak, saya juga menjadikan menulis sebagai terapi. Saya sadar, deep down in my heart, saya merasakan kekosongan dan kemiskinan yang sulit sekali terobati. Membagikan mengenai perasaan saya kepada dunia, dalam bentuk tulisan, entah bagaimana bisa mengisi sedikit rasa kosong, hampa dan tidak berpunya ini.
Saya jadi sharing banyak ini wkwkwkkw
SukaSuka
Ha ha iya ya. Karena topiknya hampir-hampir ke ranah pribadi banget jadi rada enjoy tuker pengalaman.
Well, sampai ketemu di tulisan-tulisan Mbak Ayu berikutnya.
SukaDisukai oleh 1 orang
Hahaha, Ia Kak. Tidak apa-apa.
Ia, Kak. Sampai berjumpa lagi di tulisan selanjutnya.
Terima kasih sudah berdiskusi. Berkah untuk kita semua.
SukaSuka
Sama-sama Mbak Ayu.
Berkah untuk kita semua, Amin.
SukaDisukai oleh 1 orang
membangun batasa memang penting agar kita tahu mana yang boleh dan tidak dilakukan. by the way, sepertinya Ayu sangat suka seflie.. hehe
SukaDisukai oleh 1 orang
Terima kasih sudah mampir, Kak.
Tidak juga, Kak. Tapi, saya sangat bersyukur atas diri saya sendiri, self-love 👍
SukaSuka
kapan nih ayu punya waktu. aku mau tanya2 ttg hosting
SukaDisukai oleh 1 orang
Langsung ke Japri WA ya, Kak.
SukaSuka
Bahasannya berat.
Aku baru 3tahun tearkhir ini memutuskan memiliki sahabat lagi.
Dulu, beneran udah kaya kapok karena dikhianati sahabat.
Dalam persahabatan TRUST emang penting.
Saling melindungi dan support satu sama lain.
SukaDisukai oleh 1 orang
Wah, seberat apakah itu ? wkwk.
Betul, Kak. Saya sangat setuju. Trust saya letakkan pada nomor pertama karena ini merupakan dasar dari hubungan dengan orang lain, dalam bentuk apapun.
Saya turut prihatin dengan apa yang Kakak alami. Dikhianati sahabat memang sangatlah menyakitkan, sampai membuat kapok sangat memungkinkan. Tapi, saya yakin, Kakak pasti belajar banyak dari kejadian atau pengalaman ini. Pasti !
SukaSuka