“Dari mana Manusia berasal ?” (Bagian I)


Salah satu misi saya tahun 2019 adalah untuk lebih mendalami topik yang berhubungan dengan kemanusiaan dan tidak berhenti mencari jawaban tentang eksistensi saya sebagai manusia. Saya ingin belajar tentang sifat-sifat dasar manusia, dan menemukan apapun yang perlu untuk memuaskan keingintahuan saya.

Pada akhir tahun 2019 yang lalu, saya memutuskan untuk mendalami soal diri saya sendiri, asal muasal saya dari buku yang menjadi best seller berjudul “Sapiens”. Saya sudah pernah melahap habis buku ini sekitar beberapa bulan yang lalu, tapi pada waktu itu, saya belum sempat melakukan analisa mendalam dan mencatat buah-buah yang menjadi bahan pembelajaran bagi saya pribadi. Saya akhirnya memutuskan untuk mengambil kembali buku ini dan melahap lagi setiap helai buku. Kesan saya adalah berbeda. Meskipun ini adalah kali kedua (dan mungkin ketiga kalinya) saya melahap buku ini, tapi saya masih merasa asing dengan setiap kata yang tercatat dalam buku ini. Semuanya terasa baru bagi saya, dan saya tenggelam jauh ke setiap makna yang tersembungi dalam setiap kata dan kalimat di sana.

Kesimpulan saya tetap sama, Yuval Noah Harari, si penulis, sudah melakukan pekerjaan yang sangat luar biasa. Setiap fakta yang terurai dalam tulisan yang Ia persembahkan, brilliant! Setiap kontroversi yang dipaparkan, menghentak sampai ke sumsum tulang. Saya pun tidak bisa hanya duduk diam dan menerima fakta yang disampaikan di dalam buku , saya pun harus bermain-main dengan mesin pencari sambil melakukan validasi ke sana dan kemari. Perjalanan membaca buku ini, bukan perjalanan pasif, tapi adalah perjalanan aktif yang sangat mengesankan. Saya terkesan.

Selanjutnya, berikut adalah buah-buah yang saya kumpulkan dari buku yang berjudul “Sapiens” karya Yuval Noah Harari (Sapiens sendiri berarti Bijaksana atau Kebijaksanaan). Buah-buah ini adalah hasil permenungan saya pribadi, tentu saja. Mungkin ada beberapa diantara teman-teman yang memiliki pendapat yang berbeda dengan saya, itu tentu saja bukan soal. Jika berkenan, saya akan dengan senang hati membaca komentar dan pendapat teman-teman sekalian di kolom komentar.

Terlalu banyak “missing link” yang tidak bisa menjelaskan keberadaan kita, Manusia.

Yuval Noah Harari adalah seorang sejarawan dunia. Dalam proses belajar dan juga pencariannya, Ia menemukan bahwa terlalu banyak missing link yang belum ditemukan oleh peneliti-peneliti sejarah. Pertanyaan, “Dari mana manusia berasal ?” masih menjadi pertanyaan besar yang belum memberikan jawaban yang pasti. Tidak pula ditemukan jawaban yang memuaskan.

Kita masih terus mencari dan mencari dari mana-kah asal kita, asal manusia disertai dengan pertanyaan mengenai dari manakah “kesadaran” yang kita miliki.

Lebih dari 600 halaman tulisan yang disajikan oleh Harari belum juga mampu menjawab pertanyaan paling klasik ini, “darimanakah manusia berasal ?”. Saya tahu, saya seharusnya kecewa. Tapi, perjalanan untuk memberikan kesimpulan bahwa “kita masih terus mencari” memberikan saya rasa puas tersendiri. Saya menemukan sejumlah fakta, pelajaran dan kesadaran yang luar biasa untuk mencapai kesimpulan yang sama dengan penulis. Ini tentu saja tidak mengecewakan.

Kesadaran yang dimiliki oleh manusia, mungkin bukan sebuah berkah, tapi kutuk.

Dalam kita suci agama Kristen, manusia diceritakan adalah makhluk yang diciptakan oleh Tuhan, dan ditempatkan di taman yang bernama Eden. Akibat ulah manusia yang berbuat dosa dan melanggar perintah penciptanya, manusia diusir dari taman Eden dan memperoleh kutuknya. Kutuk ini adalah kesadaran bahwa Ia telanjang. Saya ulangi lagi, “Kesadaran”. Kesadaran, yang juga kadang dikatakan sebagai pengetahuan/tahu, diceritakan sebagai sesuatu yang memberi kesan tidak baik.

Saya menemukan pemahaman mengenai hal ini pada malam ketika hujan deras turun di desa kami. Tidak seperti malam-malam saya sebelumnya, malam itu saya merasa sangat dekat dengan pemikiran soal “kesadaran” dan juga penderitaan yang muncul akibat dari kesadaran itu sendiri (kadang tidak hanya kesadaran saja, tapi juga adalah kebahagiaan dan banyak emosi yang lainnya). Pemahaman itu selanjutnya saya tuliskan langsung dan jadilah satu bagian dari tulisan ini. Terjadi demikian saja.

Manusia adalah makhluk hidup yang sangat ‘berbeda’ dari makhluk hidup lainnya.

Cerita mengenai evolusi manusia menunjukkan bahwa manusia (Homo Sapiens) adalah makluk hidup yang tumbuh dan berkembang secara berbeda dengan makhluk hidup lainnya. Ia tumbuh dengan kemampuannya untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan yang ekstrem dan bahkan sanggup untuk menggunakan lingkungan yang ada di sekelilingnya untuk keuntungannya sendiri.

Bisa dikatakan bahwa ketika semua makluk hidup tumbuh lurus keatas, manusia tumbuh menyimpang ke samping. Berbeda dari makhluk hidup lainnya dan, bertahan. Pertumbuhan Homo Sapiens yang berbeda ini, memberikan keuntungan tersendiri bagi kelangsungan hidupnya, dan ini adalah hal yang sangat penting. Alam semesta ini begitu sangat memberkati proses pertumbuhan Homo Sapiens sehingga proses evolusinya berjalanan begitu sangat luar biasa, sampai sekarang.

Inti dari proses evolusi manusia adalah otak, tapi bisa jadi bukan.

Para ahli memberikan pendapat bahwa manusia mengalami evolusi yang luar biasa terutama bagian otaknya. Melihat dari volume otak, para ahli kemudian memberikan kesimpulan bahwa otak manusia tumbuh semakin canggih dari tahun ke tahun diiringi dengan kemampuan manusia untuk melakukan sesuatu bagi dirinya, orang lain dan bagi lingkungannya.
Otak adalah sebuah organ. Tapi sampai saat ini pun, organ ini masih menyisakan jutaan tanda tanya yang masih menuntut untuk dicari jawabannya. Tapi, otak tidak hanya bekerja seorang diri. Ia bekerja bersama organ-organ yang lainnya, membentuk satu kesatuan untuk membuat pemiliknya bertahan hidup di planet ini. Otak tidak dapat bertahan seorang diri, Ia membutuhkan organ-organ yang lainnya. Dikisahkan bahwa ketika otak berkembang mencapai maksimalnya, organ-organ lain menyesuaikan fungsinya dan seolah-olah memberikan ruang bagi otak agar mencapai pertumbuhan optimalnya.

Ada tertulis bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan Tuhan untuk menguasai makhluk hidup yang lain, berlaku sebagai tuan atas makhluk ciptaan yang lain. Saya rasa, pemahaman seperti ini tidak tepat.

Manusia bukanlah master dari semua makhluk hidup lainnya. Manusia hanya berusaha memikirkan dan menancapkan kepercayaan demikian kepada dirinya dan sesamanya manusia.

Memiliki kepercayaan ini pun sangatlah berbahaya. Sangat berbahaya karena manusia secara otomatis memiliki pemikiran bahwa “Ia harus menakhlukkan bumi dan segala isinya”. Menurut saya, ini adalah jawaban mengapa kerusakan alam semakin menjadi-jadi, dan kita harus menerima keadaan bahwa semakin ke sini, alam menjadi semakin tidak seimbang. Semakin ke sini manusia harus sadar dan terbuka pikirannya bahwa manusia itu bukanlah tuan dan master untuk seluruh makhluk ciptaan Tuhan. Manusia juga bukanlah makhluk yang paling cerdas dan yang paling bisa bertahan. Manusia adalah makhluk yang menjadi bagian dari alam semesta ini.

Manusia menyebabkan ketidakseimbangan dalam alam semesta ini semakin besar jaraknya. Pertumbuhannya yang sangat pesat mengancam kehidupan makhluk hidup yang lainnya, menyisakan neraka untuk ditinggali.

Memberikan label bahwa manusia adalah makhluk yang paling upgrade, update dari makhluk hidup lainnya, semoga tidak dipandang sebagai pemahaman seperti yang sudah saya tuliskan sebelumnya.

Dalam keadaan chaos dan tidak menyenangkan sekalipun, akan selalu ada kebaikan dibalik ketidakberuntungan. Kesempatan untuk menemukan pencerahan kebaikan. Demikian juga mengenai label ini. Karena manusia adalah makhluk yang lebih superior dari makhluk hidup lainnya, manusia pun diberi tugas untuk menjaga dan melindungi makhluk hidup yang lainnya. Ini sudah merupakan tugas manusia, dan manusia wajib untuk melakukan tugas dan perannya yang ini, “Melindungi, memperbaiki dan mengembalikan kepada asalnya”.

Bahasa dan Kerjasama.

Manusia yang ada pada saat ini berasal dari spesies manusia terakhir yang teridentifikasi (Terakhir dalam artian yang paling menunjukkan sifat modern seperti saat ini), Homo Sapiens. Harari menuliskan bahwa selain Homo Sapiens, terdapat spesies manusia lainnya, tapi tidak mampu bertahan sampai sekarang, dan tidak mampu mengungguli Homo Sapiens. So, punah dan tidak dapat ditemukan jejak keturunannya sampai sekarang.

Harari ingin mengatakan bahwa spesies manusia pada saat ini, atau manusia saat ini adalah manusia yang unggul dan merupakan makhluk hidup yang berhasil memenangkan seleksi alam yang sangat brutal.

Dalam tulisannya, Harari mengatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan manusia dapat bertahan (Homo Sapiens) sampai pada saat ini adalah terletak pada fungsi “Bahasa” yang dimiliki oleh manusia. Bahasa yang dimiliki oleh Homo Sapiens menyebabkannya mampu melakukan kerjasama (Kerja secara bersama-sama) untuk mencapai tujuan, bertahan hidup dan menakhlukkan alam.

Perbedaan yang sangat dan cukup significant, yang ditunjukkan oleh Homo Sapiens adalah kemampuannya untuk membentuk kelompok, bergabung dengan kelompok baru dan mengerjakan pekerjaan secara bersama-sama dan teroganisir. Kerja seperti ini memang menunjukkan kerja otak yang sangat luar biasa, dan jangan dilupakan, untuk dapat memuluskan pekerjaan ini, diperlukan adanya kesamaan persepsi dan pemahanan, dan itu disponsori oleh Bahasa.

Kepercayaan, mempercayai sesuatu yang lebih besar dan lebih berkuasa dibandingkan dirinya.

Homo Sapiens itu terberkati karena kesadaran awal yang Ia miliki, terutama tentang segala sesuatu yang terjadi di sekelilingnya. Kesadaran ini termasuk kesadaran mengenai kekuatan yang lebih besar, lebih berkuasa dibandingkan dirinya sendiri.

Bukti-bukti sejarah menunjukkan koneksi yang sangat indah yang dipraktikkan oleh manusia dengan Tuhannya.

Meskipun saya belajar mengenai sejarah sejak duduk di Bangku sekolah menengah, tetap saja kesadaran akan pemahanan ini masih sangat baru bagi saya. Dulu, seingat saya, pemahanan akan hal seperti ini hanya sekedar lalu, hanya sekedar hafalan dan tanpa arti. Baru pada saat ini saya menyadari mengenai pentingnya pemahaman sederhana ini.

Lanjut, kepercayaan yang dijalin oleh satu individu Homo Sapiens, ternyata menular kepada individu yang lainnya. Kepercayaan ini bisa dimiliki oleh lebih dari satu orang, bahkan bisa menular dalam satu komunitas dengan jumlah orang yang sangat banyak.

Membahas mengenai asal muasal, proses pembentukkan sebuah kepercayaan di dalam Individu dan masyarakat pasti membutuhkan banyak sekali sumber dan kajian (dan ini bukan keahlian saya tentunya), saya hanya memaparkan ‘hasil jadi’ dari bentuk kepercayaan ini. Seperti sulap, bisa kita lihat dan rasakan sampai pada saat ini.

Kepercayaan akan sesuatu ini juga sangat unik sebenarnya. Kepercayaan adalah sesuatu yang abstrak, hadir dan perwujudannya adalah hanya pada pikiran manusia. Tapi, entah bagaimana bisa memberikan efek, bahkan menggerakkan satu manusia dan manusia yang lain. Bagi saya, ini adalah bukti dari kekuatan pikiran manusia. Manakjubkan !

Sifat dan perilaku yang diturunkan.

Apapun yang kita kerjakan pada saat ini, apapun itu, semuanya adalah hasil ‘turunan’ dari nenek moyang kita. Hampir sulit menemukan original perilaku yang memang lahir hanya dari kita sendiri. Kita berserikat dan berkumpul, ini adalah perilaku nenek moyang kita dahulu. Bahkan menggosip pun adalah perilaku para manusia purba dahulu untuk menyebarkan Ilmu pengetahuan dan informasi. Hummm

Ada sifat menarik lain yang juga diwariskan kepada manusia jaman sekarang dan tidak ada bedanya dengan jaman dahulu. Sifat tersebut adalah berburu barang diskonan. Pada jaman dulu, Homo Sapiens sangat terobsesi untuk mengumpulkan makanan dan menyimpannya. Sifat ini bahkan masih terlihat jelas pada hewan seperti orang utan atau simpanse pada saat ini. Sifat ini dilandasi oleh sifat puas dan bangga karena dapat memenangkan kompetisi dengan orang lain.

 …

Wanita, bukan makluk yang setia.

Dalam bukunya, Harari menuliskan fakta yang menyatakan bahwa wanita Homo Sapiens itu sama sekali tidak setia (dalam artian setia pada satu pasangan). Wanita menyadari perannya sedari awal, sebagai satu-satunya spesies yang mampu melakukan produksi keturunan (Dalam artian mengandung dan melahirkan anak). Ia pun menyadari beban yang diberikan kepadanya, yaitu memproduksi anak atau keturunan yang berkualitas dan mampu bertahan di dunia atau lingkungan yang mereka tinggali. Untuk itu, ada anggapan bahwa wanita harus melakukan hubungan seksual dengan setiap pria yang memiliki kualitas yang dibutuhkan. Wanita bisa tidur dengan multiple pria, dengan anggapan bahwa pria tersebut dapat memberikan kualitas yang Ia miliki kepada anak atau janin yang dikandungnya. Anggapan dan kepercayaan ini dipraktikkan sampai beberapa waktu, tapi kemudian ditinggalkan karena terbukti tidak benar.

Secara personal, saya begitu sangat terkesan dengan fakta sejarah ini. Luar biasa menurut saya bagaimana wanita mempraktikkan hal seperti ini.

Bagaimana menurutmu ?

Anjing adalah hewan pertama yang ikut dalam kelompok manusia.

Hewan peliharaan seperti anjing, ternyata tercatat dalam sejarah sebagai hewan peliharaan pertama dan memiliki kesan yang mendalam untuk Homo Sapiens. Banyak ditemukan kerangka manusia jaman purba yang dikuburkan bersama Anjing dalam satu lobang makam. Bukti ini menunjukkan kedekatan hubungan antara manusia dan hewan seperti Anjing.

Hubungan antara manusia dan anjing sampai saat ini pun masih bersemi dan menjadi sangat mengesankan. Terbukti banyak orang yang memelihara anjing di rumah, bahkan dijadikan sebagai hewan terapi.

Hubungan antara anjing dan manusia ini bersifat symbiosis mutualisme. Manusia mengambil keuntungan dari kehadiran anjing dan demikian pula anjing. Anjing bahkan terkenal di kalangan manusia sebagai hewan yang setia dan berhati yang baik.

Ada banyak fakta-fakta lainnya yang disajikan dengan sangat luar biasa oleh Harari. Untuk postingan kali ini, saya membatasi sampai 10 poin saja. Pada tulisan selanjutnya, saya akan menyajikan beberapa fakta dan informasi yang luar biasa lainnya.

Semoga tulisan ini bermanfaat. Salam dari saya.

30 pemikiran pada ““Dari mana Manusia berasal ?” (Bagian I)

  1. Gagasan besar Yuval yang menjadi dasar bagi seluruh argumennya adalah “Imajinasi Kolektif”, yang dimungkinkan oleh, seperti yang kakak tulis di atas, berkembangnya bahasa.

    Namun, gagasan besar itu berangkat dari satu premis penting yang membuat pening kepala para penganut monoteisme macam kita: “Manusia tidak diciptakan Tuhan; manusia adalah hasil dari perjalanan panjang revolusi alamiah.” Seluruh perkembangannya, termasuk revolusi kognitif, perkembangan bahasa dan karya-karya imajinasi kolektif lainnya, didapatkan dari pengalaman. Sangat mungkin pula wahyu dan agama, adalah hasil dari akumulasi pengalaman itu, tidak benar-benar berasal dari Tuhan.

    😂

    Disukai oleh 3 orang

  2. Betul sekali, Bang Ical. Hal ini juga yang saya sadari ketika membaca buku ini. Yuval sama sekali tidak menyebutkan unsur “Tuhan menciptakan Manusia”, tapi menekankan sebaliknya. Ekstem tapi sangat dibenarkan dalam ilmu yang Ia dalami, tentu saja.

    Membaca buku ini, membuat kita mempertanyakan banyak hal, seperti judul buku ini, semoga kita bisa dengan sangat bijaksana menyikapi informasi apapun yang termuat di dalam sini.

    Disukai oleh 2 orang

  3. Beberapa kasus yang saya temui, teman-teman malah memberi label “haram” pada buku Yuval ini. Saya malah semakin bersemangat untuk membaca dan mengulas buku ini karena anggapan demikian hahaha

    Disukai oleh 2 orang

  4. Iya, Kak. Beberapa teman saya juga menganggap buku ini berbahaya. Seringkali saya terlibat debat dengan mereka. Mereka menganggap saya membela pikiran Yuval, padahal saya sekadar ingin menguji pemahaman kita akan iman yang di era ini tertantang menjelaskan bukti-bukti arkeologis keberadaan manusia sejak jutaan tahun lalu—melebihi tanggal sejarah di mana Adam berada 😅

    Disukai oleh 2 orang

  5. Nah itu dia. Bagi saya, diskusi seperti ini menarik hahaha (Teman-teman saya untungnya paham saja dengan pemikiran saya yang seperti ini,dan saya sudah biasa dianggap aneh hahaha).

    Memang, saya menyimpulkan bahwa kita harus memiliki pemikiran yang terbuka untuk menyikapi kasus seperti ide-ide milik Yuval ini. Kita tidak bisa menelan mentah-mentah tanpa melakukan saring informasi di sana dan di sini.
    Tapi ya, pada kenyataannya memang sulit ya hahaha

    Disukai oleh 2 orang

  6. Untunglah lingkungan kakak memahami itu. Ide tidak bisa dihukum. Untuk menghukum ide, manusia harus menghukum manusia lain, dan saat itu manusia telah berbuat tidak adil karena menghukum entitas yang tidak bersalah 🙂

    Disukai oleh 2 orang

  7. Saya sedikit ragu untuk mengatakan bahwa lingkungan sekitar ‘memahami’. Kalau dilihat sih lebih kepada ‘tidak peduli’. Saya pun menyelipkan diskusi mengenai topik-topik milik Yuval ini disertai dengan candaan. Ya, kadang berpikir juga ilmu seperti ini hanya bisa saya konsumsi sendiri, mempengaruhi orang lain untuk ikut ambil bagian dan mengikuti jejak pemikiran saya, mustahil! hahahaha

    Bawa santai saja Bang.

    Mengenai menghukum karena ide, saya merasa sebagai korban. Untuk alasan ketidakadilan inilah mengapa blog ini masih berdiri sampai saat ini. Ketika lingkungan pergaulan di dunia nyata tidak mampu menerima, saya larinya ke dunia maya seperti ini wkwkwkwk

    Disukai oleh 2 orang

  8. Kakak jeli sekali membedakan ’memahami’ dan ‘tidak peduli’. Ahahaha, saya jadi sedih. Sepertinya saya bisa paham kenapa beberapa penulis tidak lagi dihujat setiap menulis ide-ide kontroversial. Lingkungannya sudah tidak peduli 😂😂😂

    Jangan-jangan, gagasan kontroversial yang saya tulis di blog juga tidak dipedulikan? 🤨

    Disukai oleh 2 orang

  9. Ulasan yg menarik! Saya blm baca bukunya tp sepertinya menantang logika juga. Kyk filsafat gt ya jdnya? Terlepas apakah ada yg mengharamkan (lgpl mereka siapa sih kok dikit2 haram dikit2 haram? Heran deh!), sbnrnya buku ini mengajak kita utk berpikir kritis. Ya namanya jg buatan manusia, pasti ada yg gak sempurna. Bagusnya ada tp jeleknya jg ada. Tinggal disaring aja mana yg bagus dan bisa diterapkan. Yg buruk ya tinggalkan aja. As simple as that, right?

    Disukai oleh 2 orang

  10. Yg bagian “manusia diciptakan Tuhan utk menguasai makhluk lainnya” atau apa itu yg kakak tulis di atas, kl dlm konsep Islam, “manusia diciptakan utk mnjd khalifah (penguasa, pengelola, pemakmur) di bumi”. Disitu ada kata “penguasa” , dan saya mengartikannya sbg manusia mgkn ada yg diberi kuasa lebih thdp manusia atau makhluk lainnya (misal : seorang Presiden atau Raja atas rakyatnya, seorang majikan atas pembantunya dll) tp bisakah “kuasa lebih” yg dimilikinya digunakan utk memberi kebaikan dan manfaat yg lebih luas? Gitu sih kl saya mikirnya. Entah ini bnr atau salah haha 😅

    Disukai oleh 2 orang

  11. Hahaha, pengalaman menunjukkan demikian Bang Ical.

    Ia, saya memperhatikan kalau saat ini (Bahkan mungkin sejak sebelumnya) lingkungan di sekeliling saya tidak terlalu peduli dengan hal-hal seperti ini (Ide-ide kontroversial dan semacamnya). Entah karena tidak ingin ikut serta dalam lingkaran pemahaman atau apalah.

    Jika gagasan itu ditulis dan disebarkan misalkan seperti di Blog ini, tidak perlu khawatir dengan peduli dan ketidakpedulian dari pembaca saat ‘ini’. Kita tidak dapat menerka waktu bekerja, siapa tahu pada masa yang akan datang, gagasan kontroversial itu malah menjadi pijakan untuk berpikir dan menelurkan gagasan lain. Siapa tahu wkwkwkwk

    Disukai oleh 2 orang

  12. Halo, Mbak Luna. Selamat memasuki tahun 2020. Senang bisa bersua dengan Mbak Luna melalui komentar untuk tahun yang baru ini.

    Ia, buku ini sangat menarik. Menarik dari segi menggelitik pemahaman dasar kita tentang hidup, ritual dan kepercayaan. Saya pertama kali berkenalan dengan buku ini atas rekomendasi seorang teman, dan sampai saat ini masih sangat bersemangat mengulang-ulang membacanya.

    Seperti filsafat, hum…mungkin. Filsafat artinya mencintai kebijaksanaan, sedangkan buku ini berjudul Sapiens yang juga berarti kebijaksanaan atau bijaksana. Belum lagi, kebijaksanaan ini memang harus diperoleh dengan pemahaman akan informasi, ilmu pengetahuan. Saya rasa buku ini bisa dibilang masuk buku dengan label ‘filsafat’.

    Betul sekali, buku ini mengajak kita untuk berpikir kritis, mengkritisi apapun yang ada di sekeliling kita, bahkan apapun yang sampai saat ini menjadi ‘kepercayaan’ kita. Memang harus berhati-hati membaca buku ini, kalau tidak bisa jatuh ke pemahaman dan praktik yang keliru. Takutnya demikian.

    Saya sangat setuju, Mbak Luna. Betul sekali! kita belajar untuk menyaring informasi apapun yang kita peroleh. Menyaring yang baik dan yang buruk. Jadikan semuanya pelajaran, jangan ditelan semua.

    Disukai oleh 2 orang

  13. Ia, Mbak Luna. Saya rasa beberapa agama di Indonesia juga memiliki kepercayaan yang kurang lebih sama mengenai “Manusia sebagai penguasa atas makhluk hidup lainnya di muka bumi”. Intinya Manusia adalah master dan paling unggul dari spesies lainnya. Pemahaman ini menghasilkan tindakan ‘menguasai’ dan ketidakpedulian dengan makhluk hidup lainnya. Buku ini mengarahkan pemahaman bahwa karena manusia percaya akan kemampuannya inilah Ia berani untuk mengeksplor bahkan meng-eksploitasi alam semesta. Tapi ya, seperti yang Mbak katakan, karena kuasa lebih yang dimiliki manusia ini juga, Ia diberi tanggung jawab untuk ‘menjaga’, ‘mengelola dengan bijaksana’ sumber daya yang dimiliki oleh bumi kita.

    Hahaha, saya tidak mencari benar dan salah. Keduanya tergantung pada dari mana kita memandang dan memberi penilaian. Tugas saya hanya menyajikan informasi, biarkan publik atau pembaca yang memberi penilaian hahahaha

    Wah, saya senang sekali berdiskusi mengenai topik seperti ini wkwkwkwk

    Disukai oleh 2 orang

  14. Keren bedahannya mba, saya sempat pengen baca buku ini namun tidak selesai hanya lembaran awal-awal saja, yg baru ketahui Sapiens = kebijaksanaan. Namun setelah baca informasi dari mba, saya merasa ingin kembali baca buku ini. Terimakasih mba salam kenal

    Disukai oleh 1 orang

  15. Terima kasih sudah mampir dan meninggalkan komentar, Mas.
    Ia, Mas. Semoga tulisan ini bermanfaat dan mendorong Mas untuk menyelesaikan buku ini kembali.

    Salam kenal juga dari saya.

    Suka

  16. Einstein dengan rendah hati pernah bilang saat ditanya tentang teori penciptaan semesta bahwa manusia tidak ada yg sanggup mengetahui yang awal dan yang akhir. Bisa dipahami itu berlaku juga dengan asal muasal sapiens…

    Disukai oleh 1 orang

  17. Betul, Kak. Sangat setuju dengan pernyataan ini. Sampai saat ini pun kita belum bisa memecahkan pertanyaan paling sering ditanyakan ini.

    Suka

Tinggalkan komentar