“Dari Mana Manusia Berasal ?” (Bagian III)


Setelah selesai dengan bagian I dan II tulisan mengenai buah pikir dari Yuval Noah Harari, saya selanjutnya kembali dengan Bagian III dari tulisan ini.

Baca Juga:

1) Dari mana manusia berasal? (Bagian I)

2) Dari mana manusia berasal (Bagian II)

Sebelum lanjut pada tulisan inti, saya ingin kembali mengingatkan teman-teman pembaca sekalian bahwa apapun yang saya tulis di sini adalah hasil olahan informasi dari saya sendiri (dan berdasarkan persepsi/perspektif saya sendiri) dengan didasarkan pada buku milik Yuval Noah Harari. Jika ada yang ingin didiskusikan, mari membicakannya di kolom komentar. Atau jika merasa ingin mendiskusikan secara personal, sila mengirimkan saya pesan melalui email.

Imagine order. Dalam bukunya, saya menemukan Harari secara konsisten menunjukkan soal “imagine order” atau dapat diartikan sebagai tatanan/kasta yang imajinatif (yang hanya ada dalam pikiran manusia. Imagine order ini diciptakan oleh manusia untuk manusia pula, lebih tepatnya untuk dapat mengontrol manusia-manusia lain.

Ketika membaca buku milik Harari, saya menemukan bahwa pada dasarnya manusia ini adalah makhluk yang bebas dan sangat powerful! Satu orang manusia/individu mampu memberikan impact yang sangat luar biasa untuk dunia sekitarnya, apalagi satu manusia ini bergabung dengan manusia-manusia lainnya. Terbukti, sejarah mencatat kumpulan dari Homo Sapiens yang memiliki tujuan yang sama berhasil mendirikan negara dan berkuasa atas kekayaan alam dimana pun Ia tinggal.

Powerful-nya manusia ini bisa menjadi sangat berbahaya kalau tidak dikontrol dan dikoordinasikan. Homo Sapiens pada masa awal-awal hidupnya memahami bahwa jika perilakunya tidak dikontrol dengan baik, Ia bisa saja menjadi bencana bagi makhluk hidup yang lainnya dan lebih penting lagi mengancam sumber kehidupan (dan makanan) bagi kelangsungan hidup Homo Sapiens ini. Seperti sudah saya tuliskan sebelumnya, Homo Sapiens berubah menjadi makhluk hidup yang sangat mudah khawatir setelah Ia hidup menetap dan diam di suatu tempat.

Okay, lanjut mengenai Imagine order. Harari percaya bahwa Homo Sapiens-lah yang dengan sendirinya menciptakan imagine order ini. Salah satu Imagine order yang paling sering dan paling banyak di bicarakan dalam ruang kelas adalah mengenai sistem kasta.

Sistem kasta bekerja sebagai garis pembatas imaginer yang tidak dapat ditembus dan dihancurkan begitu saja. Kasta membuat seseorang menganggap diri memiliki martabat tinggi dan merendahkan mereka dari strata terendah hanya karena darah atau keturunan. Kasta juga membelenggu kehidupan, menyebabkan mereka yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin nelangsa dan berakhir menjadi tersingkirkan. Sistem kasta dan para pengikutnya mempercayai bahwa sistem kasta menjamin keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat. Yeap, alasan utama adalah menjamin keteraturan dalam kehidupan masyarakat.

Sistem kasta secara nyata sudah membelenggu kebebasan manusia. Membuat manusia terikat pada ikatan yang sebenarnya tidak ada, dan menariknya manusia percaya lalu mengikuti sistem ini sampai sekarang. Inilah yang dimaksud Harari sebagai kekuatan dari Imagine order.

Api sebagai lambang kekuatan. Penemuan yang menurut saya sangat luar biasa pada zaman dahulu kala adalah api. Ketika saya masih kecil, saya kerap berpikir mengenai bagaimana api dapat terbentuk dan bagaimana manusia purba menemukan api. Entah itu secara sengaja atau tidak sengaja, api bagi saya sampai saat ini adalah penemuan yang sangat luar biasa. Harari pun ternyata memiliki pendapat yang sama. Api bukan hanya sekeder temuan, tapi adalah simbol. Simbol kekuatan manusia yang luar biasa.

Pada zaman dahulu dan bahkan berlanjut sampai sekarang, hanya Homo Sapiens dan keturunannya yang mampu dan sanggup membuat api (Saya tidak tahu kalau ada makhluk hidup lain yang mampu dan bisa membuat api). Api juga adalah sebuah kekuatan yang ditakuti oleh makhluk hidup yang lain. Hewan-hewan sangat takut dengan api, terutama melihat/mengalami kerugian yang akan ditimbulkannya ketika api tidak bisa dikendalikan. Lalu, yang tersisa adalah hanya Homo Sapiens dan keturunannya yang mampu mengendalikan kekuatan api. Bayangkan memiliki kemampuan yang luar biasa seperti ini, bukan hanya menciptakan (atau membuat) api, tapi juga menggunakan dan mengendalikannya.

Saya kemudian ingat dengan kejadian yang baru-baru ini terjadi di Australia, kebakaran hutan yang masif. Kebakaran yang terjadi banyak disebut media sebagai kebakaran hutan yang paling menyeramkan. Masih terekam kuat dalam ingatan saya mengenai gambar satelit yang dikirimkan, dibagikan oleh NASA dari luar angkasa. Gambar titik api yang begitu besar dan luas, sangat mengerikan!. Pada berita-berita yang berseliweran di media, kita dapat melihat bagaimana hewan-hewan menjadi korban. Hewan-hewan yang tidak mampu menyelamatkan diri, mati dan berubah menjadi debu. Menyisakan banyak luka di mana-mana. Sekali lagi, Api dan kekuatannya untuk menghancurkan. Api pula adalah simbol kekuatan manusia.

Keterbatasan daya ingat. Homo Sapiens menyadari sejak awal bahwa ingatan mereka tidak lah bertahan lama. Mereka mampu mengingat beberapa kejadian penting dan kejadian yang lain dan lainnya, tapi kemudian entah bagaimana melupakan hal-hal tersebut keesokan harinya. Mungkin pada saat itulah Homo Sapiens menemukan kata ‘lupa’. Lupa adalah kata yang paling sering digunakan pada saat ini. Sebagai contoh, ketika diminta untuk mengerjakan pekerjaan A dan B oleh atasan, lalu karena terlalu sibuk dengan pekerjaan yang lainnya, kita kemudian berdalih, “Maaf, Saya lupa. Saya benar-benar lupa.”

Ya, lupa dan keterbatasan daya ingat Homo Sapiens dan keturunannya memang sudah ada sejak zaman dahulu kala. Bukan Homo Sapiens kalau Ia tidak menggunakan kemampuan kognitifnya dan berusaha mengatasi keterbatasan tersebut. Ketika Homo Sapiens bergerak dan berusaha untuk memecahkan masalah, pada saat itulah Ia menciptakan sejarah. Homo Sapiens lalu mulai menciptakan cara untuk menyimpan informasi, gambar dan apapun yang menurutnya penting dalam bentuk tulisan, gambar. Pada saat itulah muncul apa yang dikenal sebagai ‘writing system’ dan ‘storage system’. Luar biasa !

Semakin ke sini, saya semakin mengagumi kemampuan manusia yang sungguh luar biasa. Hampir tidak ada yang tidak bisa dilakukan oleh manusia. Apapun yang diinginkan, dibayangkan dan diharapkan manusia, cepat atau lambat akan datang, terbentuk, terwujud dan hadir untuk manusia yang memintanya. Alam semesta mungkin terlalu memanjakan manusia sebagai makhluk hidup di dunia ini.

Okay, lanjut mengenai writing system dan storage system. Ketika manusia sudah mulai menetap, lalu membantuk komunitas, manusia juga jumlahnya semakin banyak dengan kebebasan yang sebebas-bebasnya, mulailah muncul masalah. Masalah-masalah ini menyebabkan kerugian, kerusakan dan ketidaknyamanan di antara manusia-manusia lainnya. Pada saat itu, entah bagaimana timbul kesadaran untuk mengontrol dan secara bersama-sama bekerja untuk mencapai banyak hal yang lainnya dalam imaginasi dan keinginan manusia. Dua kata penting yang ada di sini, ‘kontrol’ dan ‘kerjasama’. Kekuatan dua kata ini sangat luar biasa dan sejarah membuktikan bahwa berkat kedua kata ini, manusia hidup, bertahan sampai sekarang.

Manusia kemudian menggunakan kemampuan writing system ini untuk ‘mengendalikan’ manusia-manusia lainnya. Belum cukup dengan imagine order yang sudah diciptakan, manusia pun mengendalikan manusia lain dengan sistem yang Ia ciptakan. Konsep pemikiran seperti ini sangat menarik untuk dipelajari dan dipahami.

Harari memberikan bukti sistem kontrol dan mengontrol ini dengan bukti-bukti tulis yang sampai saat ini terus menerus kita pelajari dalam pendidikan sejarah di sekolah, prasasti dan tulisan-tulisan lainnya. Rata-rata, selain silsilah raja, tulisan-tulisan yang ditinggalkan berupa ‘aturan’, ‘larangan’ untuk boleh dan tidak boleh melakukan tindakan atau perilaku A, B, C dan lain sebagainya. Menarik, sungguh menarik!

Kebebasan yang semakin terikat dan manusia yang direngut kemanusiaannya. Harari dalam bukunya memaparkan banyak hal mengenai perkembangan dunia saat ini dan bagaimana perkembangan ini semakin mengikat kebebasan manusia, dan selanjutnya merengut ‘kemanusiaan’ manusia itu sendiri.

Bukti yang ditunjukkan Harari adalah perkembangan teknologi informasi yang semakin menyudutkan hak individu akan privasinya. Pada zaman dahulu, Homo Sapiens melakukan apapun yang Ia inginkan, bebas dan tidak terikat. Tapi, semakin ke sini, kebebasan itu semakin diikat dengan alasan “kenyamanan dan kebaikan bersama (komunitas)” dan individu tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti.

Bukti lainnya adalah soal peraturan-peraturan, hukum dan masih banyak lagi. Semua ini mengandung sifat abstrak dan memiliki kekuatan yang mampu membelenggu manusia. Manusia seakan direngut kemanusiaannya dan secara paksa mengubah manusia jauh menjadi makhluk yang berbeda (dan lebih bermartabat) (Saya sudah pernah menuliskan soal ini pada tulisan-tulisan saya sebelumnya).

Kebudayaan asli terancam punah dan ini adalah kenyataan. Sebagai orang yang tinggal di (termasuk pedalaman) pulau Kalimantan, saya merasakan (dengan sangat) ancaman dan desakan modernisasi yang membuat kebudayaan asli terdesak ke dalam (menuju kearah kepunahan). Banyak sekali tradisi dan kebudayaan yang sudah tidak asli lagi, sudah mulai menghilang dan tidak dilakukan lagi.

Harari bahkan dengan sangat berani menyatakan bahwa sangat sulit untuk mencari dan bahkan menemukan kebudayaan asli pada saat ini. Semua kebudayaan bersifat ‘campuran’, yang dalam artian tercampur dengan kebudayaan-kebudayaan yang lainnya (dan meninggalkan sifat-sifat kebudayaan aslinya).

Contoh paling sederhana adalah bahasa Daerah. Pada saat ini, bahasa Daerah semakin hari semakin kehilangan kosakata aslinya. Kata-kata dalam bahasa Daerah sudah mulai digantikan dengan bahasa Nasional (bahasa Indonesia). Belum lagi saat ini, banyak anak-anak muda yang lebih memilih tidak menggunakan bahasa Daerah dan menggantinya dengan bahasa lain (misalkan bahasa Gaul).

Sedikit iklan, Saya sudah cukup lama memperhatikan dan mengikuti kegiatan di organisasi yang mengangkat nilai-nilai kebersaman dan kesukuan seperti Ranuwelum Foundation. Kegiatan sosial mereka membuat saya tersadar akan bahaya terancamnya kehilangan budaya lokal asli, persis seperti yang disampaikan oleh Harari.

Menyadari akan hal yang sudah saya jelaskan sebelumnya, saya merasa sangat tidak bijak untuk mencari kambing hitam. Tidak ada yang layak untuk dipersalahkan. Sejak zaman Homo Sapiens dulu, kebudayaan memang sudah berangsur-angsur kehilangan keasliannya dan berubah berkat modernisas/globalisasi. Aktor di balik modernisasi/globalisasi, siapa lagi kalau bukan manusia. Perubahan itu pun terjadi karena manusia. So, mau bagaimana lagi.

Sejarah sangat bisa dimanipulasi. So, gunakan akal pikiran yang sehat dan berpikirlah kriris. Ketika saya duduk di bangku SMA, guru sejarah saya mengatakan bahwa sejarah adalah ilmu yang paling banyak dimanipulasi. Lebih lanjut, guru saya mengatakan bahwa belajar sejarah itu hampir sia-sia, karena nyaris sulit menemukan kebenaran di dalamnya. Bayangkan saja guru sejarahmu mengatakan hal demikian. Sebagai murid, saya sontak memutuskan untuk tidak mau belajar sejarah lagi saat itu. Lama waktu yang harus saya lewati untuk merubah cara berpikir ini, dan mulai belajar sejarah lagi dengan pikiran terbuka dan hati yang lapang. Saya menyesalkan guru SMA saya waktu itu yang tidak mengajarkan saya soal “berpikir kritis/ menyelami informasi sampai sedalam-dalamnya” dalam menerima informasi apapun yang dipaparkan kepada saya.

Harari, dalam bukunya terus secara konsisten mengingatkan pembacanya untuk menilai informasi bahkan catatan sejarah dengan menggunakan akal sehat dan penggalian informasi yang mendalam. Ini tentu sangat penting, agar pembaca dan kita sekalian tidak jatuh pada pemahaman yang salah dan merugikan. Sayang, kalau sampai hal tersebut terjadi.

Uang itu berkuasa melebihi (bahkan) (institusi) agama (religion). Saya tahu bahwa Harari memang sangatlah frontal membuka tabir-tabir sejarah yang mungkin banyak penulis tidak berani melakukannya. Kenyataan ini terlihat jelas pada tulisan-tulisannya dari lembaran pertama. Harari hanya mengajak agar pembacanya menggunakan pemikiran yang terbuka untuk menyikapi informasi yang Ia tawarkan. Tidak terkecuali topik soal uang dan agama.

Harari melihat agama sebagai sebuah institusi besar yang berfungsi untuk mengendalikan perilaku brutal manusia. Agama (dan institusinya) tidak pernah luput dari penyimpangan dan tindakan salah, dan Harari begitu ngotot dengan keyakinan ini. Ia ingin agar pembaca tidak mendewakan orang-orang yang bergerak dalam membangun institusi seperti agama, karena jika institusi ini dibangun hanya oleh manusia, maka tidak pernah luputlah dari penyimpangan, kesalahan dan masih banyak lagi yang lainnya. Agama, dibangun atas ‘ambisi’ dan keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Ambisi adalah sesuatu yang sangat berbahaya jika tidak diletakkan dan digunakan pada tempatnya.

Pandangan Harari seperti ini memang sangat ekstem. Bisa-bisa Ia terkena pasal penodaan agama jika Ia berada di negara kita, Indonesia. Tapi, pemikiran seperti ini bebas untuk dapat dipelajari, dipahami oleh kita sekalian, termasuk saya. Saya tertarik dengan memikirkan alasan dibalik pemikiran seperti ini. Bagaimana denganmu ?

Uang adalah satu-satunya alat barter yang bisa berfungsi dengan baik (dan sudah terbukti). Harari mulai memaparkan tentang uang dan fungsinya dengan mengutip kisah barter yang dilakukan oleh banyak manusia pada zaman awal. Tapi, barter tentu bukanlah metode yang efektif untuk menjalankan fungsi pasar. Cukup lama waktu yang harus ditempuh manusia agar menemukan metode yang tepat untuk menjalankan proses ‘dagang’ seperti sekarang. Pada akhirnya, manusia sendiri yang menemukan metode pembayaran dengan menggunakan ‘uang’.

Uang, bekerja dengan mengaktifkan sistem ‘kepercayaan’ manusia. Manusia percaya dan yakin bahwa uang adalah satu-satunya metode yang paling efektif untuk dapat digunakan untuk melakukan tukar menukar barang. Uang itu memiliki nilai dan nilainya berharga.

Dewasa ini, orang-orang mulai mengganti uang dengan menggunakan metode lain. Salah satu yang paling kontroversial adalah penggunaan Bitcoin. Metode investasi dengan menggunakan Bitcoin tidak menggunakan ‘uang’ secara normal seperti yang kita gunakan pada saat ini. Bitcoin menggunakan sistem enskripsi rumit dan diklaim lebih baik dibandingkan sistem uang kita pada saat ini. Perkembangan yang luar biasa ini membuat saya menyadari besarnya potensi yang dimiliki oleh manusia pada masa-masa sekarang ini. Potensi ini memberi harapan baik, tapi juga menakutkan.

Lebih lanjut mengenai tulisan ini, dapat ditemukan di Bagian IV.

Bersambung ke bagian IV.

Iklan

10 pemikiran pada ““Dari Mana Manusia Berasal ?” (Bagian III)

  1. Artikel yang menarik mbak,
    memang dalam sejarah dunia, manusia adalah satu-satunya makhluk yang mampu mengendalikan api.
    api dapat menerangi manusia di gelap nya hari, mampu menghalau binatang buas dan mampu menjadikan daging hasil buruan lebih layak ketika dimakan.

    namun api juga menjadi musibah bagi keberadaann umat manusia, kita menggunakan nya untuk saling melukai atau bahkan membunuh satu sama lainnya.

    api persis legenda kotak pandora.

    Btw, Nice post mbak 😀

    Disukai oleh 1 orang

  2. Terima kasih ya, Mas.

    Sangat setuju! sebagai keturunan Homo Sapiens, saya merasa ikut bertanggung jawab atas penyalahgunaan kekuatan yang luar biasa ini (Api).
    Saya hanya berharap agar saya bisa bijak menggunakan kekuatan ini, dan mendidik generasi dibawah saya untuk belajar banyak dari kesalahan pendahulunya.

    Menulis rangkaian tulisan ini membuat saya banyak tersadar akan kekuatan ‘perusak’ yang dimiliki manusia. Kita membangun, menciptakan dan berinovasi di mana-mana, tapi kita pun kontributor paling atas dalam kegiatan merusak dan menghancurkan. Ironis!

    Disukai oleh 1 orang

  3. bener mbak, Api yang dulunya kit pakai untuk melindungi kita, justru sekarang berabalik arah menyerang kita..
    kedepannya perlu kebijaksanaan dalam penggunaan nya.
    nice post mbak 😀

    Suka

  4. “Sejarah ditulis oleh pemenang.”

    Entah siapa yang bener. Saya lupa siapa yang nulis kata mutiara diatas.

    Sebagai contoh perang dunia 2. Yang menanglah yang nentuin sejarah.

    Disukai oleh 1 orang

  5. Wah, ini tepat sekali Mas. Saya setuju.
    Kalau dilihat lebih jauh lagi, memang adalah kenyataanya bahwa sejarah ditulis oleh mereka yang menang (menang perang terutama).

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s