Belajar bersama Ublik sepertinya bukan hal yang baru lagi. Beberapa kali menyaksikan postingan di Instagram Ublik mengenai kegiatan aktif yang dilakukan oleh mereka, saya sungguh tertarik untuk terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan yang digagas oleh Ublik. Saya belajar banyak, dan menurut saya Ublik berhasil menarik minat anak-anak muda untuk belajar, berkreasi dan melakukan sesuatu yang baik untuk komunitas dan lingkungan di sekitarnya.
Pada kesempatan yang sungguh langka dan sangat menyenangkan ini, saya ikut serta dalam kegiatan belajar bersama yang dilakukan secara online. Kegiatan belajar ini menggunakan metode belajar online melalui aplikasi Whatsapp.
Kegiatan belajar dilakukan di group sahabat Ublik yang dikelola oleh pihak manajemen Ublik. Saya senang karena group ini, sejauh yang saya rasakan hanya digunakan untuk menyebarkan informasi seputar kegiatan Ublik, dan kegiatan belajar-mengajar. Bagi saya, ini adalah sesuatu yang sangat baik.
Setelah mengikuti kegiatan, rasanya tidak nyaman kalau tidak memberikan sedikit catatan terkait dengan kegiatan belajar ini. Catatan ini saya harap dapat dipergunakan untuk kebaikan bersama, untuk membangun bersama dan untuk menjadi lebih baik bersama-sama. Apa yang saya tulis di sini, adalah personal opinion, pure hanya pendapat saya sendiri dan pribadi. Jadi, bias untuk pendapat ini sungguh besar.
Baiklah, berikut saya bagikan beberapa catatan saya mengenai kegiatan belajar ini. Detilnya saya paparkan sebagai berikut:
Narasumber yang seorang perawat kesehatan jiwa. Ublik tidak pernah mengecewakan untuk memilih narasumber atau pengajar kelas online. Termasuk untuk kegiatan belajar yang saya ikuti kali ini.
Secara personal, alasan terkuat saya mengikuti seri belajar Ublik kali ini adalah narasumbernya. Saya sungguh sangat senang dan antusias mengikuti kegiatan yang diadakan oleh teman-teman sesama perawat, terutama perawat kesehatan jiwa. Narasumber yang membawa materi belajar pada saat itu kebetulan memang adalah seorang perawat yang mengambil program Master Keperawatan dengan konsentrasi (spesialisasi) keperawatan jiwa di Universitas Padjadjaran, mbak Amrina Resyada.
Sebagai sesama perawat, sangat wajar bagi saya untuk memberikan semangat, dorongan dan dukungan bagi sesama sejawat perawat. Bagi saya, teman-teman sejawat perawat ini begitu sangat berharga, terutama karena kami sama-sama memiliki visi dan misi kurang lebih sama dalam mengoptimalisasi pelayanan kesehatan dan keperawatan jiwa kepada mereka yang membutuhkan.
Lanjut, dalam kegiatan belajar bersama, saya menikmati kegiatan berbagi pengalaman dan saya mengapresiasi kebaikan narasumber untuk memberikan kesempatan bagi audience untuk membagikan pengalamannya seputar bullying/cyberbullying atau seputar topik yang dibahas. Saya rasa salah satu bentuk metode belajar orang dewasa pada saat ini adalah dengan menghubungkan materi yang dipelajari dengan kenyataan hidup (pengalaman nyata) yang dirasakan, dialami oleh orang-orang dewasa ini.
Pada kesempatan belajar saat itu, saya sedikit membagikan pengalaman saya mengenai bullying/cyberbullying (Beberapa kata dan kalimat sudah saya edit/perbaiki untuk kepentingan penerbitan di artikel blog ini).
Saya ingin bercerita sedikit mengenai pengalaman saya. Saya tidak tahu apakah ini termasuk tindakan bullying/cyberbullying atau bagaimana. Jika melihat materi, kasus ini mungkin bisa digolongkan ke dalam flaming (mungkin yaaa).
Ceritanya begini, beberapa tahun lalu, saya pernah ikut terlibat dalam kegiatan diskusi terbuka dengan menggunakan satu media sosia (Facebook)l. Diskusi terjadi antara saya dan satu sahabat saya. Diskusi kami cukup intens karena kami mendiskusikan sesuatu yang sangat sensitive, sangat berhubungan dengan Suka, Ras dan Agama. Saya berusaha untuk menjaga agar diskusi berjalan dengan aman dan professional, tapi mungkin karena kebebasan dalam menggunakan media sosial pada saat itu belum ada batasan hukum seperti saat ini (dalam hal ini UU ITE), sahabat saya waktu itu melontarkan kata-kata yang tergolong kasar dan bagi banyak orang sangat-sangat menghina. Diskusi kami membuat saya dan dia harus berada dalam dua pandangan yang berbeda. Intinya, kami berbeda pendapat dan masing-masing dari kami saling mempertahankan pendapat kami masing-masing. Sayangnya, sahabat saya ini terlalu keras, sampai mengeluarkan kata-kata kasar dan menyakitkan hanya untuk meyakinkan saya mengenai pendapatnya.
Saya merasakan sakit hati, jelas. Saya juga merasakan marah, kesal dan sangat ingin membalas. Saya pun ingin agar Ia merasakan rasa sakit yang saat itu saya rasakan. Belum lagi, karena diskusi dilakukan secara terbuka, maka banyak orang-orang lain yang ikut nimbrung dan memberikan komentar yang semakin panas dan menyakitkan. Menyakitkan karena banyak kali menyerang pribadi, bukan menyerang pendapat atau opini dengan memberikan pendapat tandingan.
Untungnya saya tidak sampai jatuh menjadi depresi karena masalah ini. Saya berusaha seprofesional mungkin meladeni diskusi online yang sifatnya seperti sangat tidak menguntungkan pihak saya. Saya beberapa kali di-teror oleh orang-orang yang tidak saya kenal. Tapi, saya coba menghadapinya dengan biasa-biasa saja. Pada akhirnya, saya bosan dan diskusi menjadi tidak menarik lagi. Berangsur-angsur diskusi pun hilang dan untungnya tidak berlanjut lagi sampai sekarang.
Hal yang saya sadari waktu itu, saya begitu sangat terdorong untuk melakukan serangan balasan. Saya benar-benar merasakan emosi untuk melakukan serangan balik kepada sahabat saya waktu itu.Saya tidak bisa mengabaikan emosi ini, karena jujur saya emosi ini membuat saya sakit kepala juga. Saya pun melakukan serangan balasan dengan memberikan komentar yang saya rasa lebih berbobot. Saya menikmati respon dari para pembaca komentar kami waktu itu, terutama beberapa komentar yang sangat setuju dengan pendapat saya.
Saya rasa, waktu itu saya sudah melakukan tindakan bully-victim, ya?
Demikian pengalaman yang saya bagikan kepada teman-teman belajar lainnya, bagaimana pendapat teman-teman pembaca sekalian?
Slide presentasi yang sudah cukup lengkap. Sebelum peserta diskusi/belajar mengikuti kegiatan belajar, kami dibagikan file yang berisi materi belajar. Saya senang menerima file mengenai slide presentasi yang sudah memuat informasi cukup mengenai latar belakang masalah (topik: Bullying, cyberbullying) yang disertai dengan data-data/statistic, pengenalan tentang definisi, jenis, bahkan faktor pemicu terjadinya bullying.
(Secara personal, saya sangat tertarik mendalami tentang faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya bullying. Sayang memang dalam materi ini, tidak ada sumber yang cukup untuk menjelaskan tentang faktor pemuci terjadinya bullying).
Saya semakin antusias mendalami tentang jenis-jenis cyberbullying dan tempat di mana bullying paling banyak terjadi. Mengenai tempat terjadinya bullying, selain di sekolah, online bullying (Cyberbullying) adalah tempat yang paling banyak menghasilkan kasus-kasus bullying.
Diskusi yang hidup. Saya sungguh mengapresiasi Ublik untuk mengkoordinir kegiatan diskusi dengan menggunakan media online seperti WA. Saya bisa merasakan komunikasi dua arah yang terjadi antara narasumber dan peserta belajar, ada pertanyaan-ada jawaban-ada pertanyaan-ada jawaban dan terus demikian. Aktivitas ini selanjutnya menghasilkan pelajaran-pelajaran yang berharga bagi mereka yang ikut serta dalam kegiatan belajar atau mereka yang memutuskan menjadi silent reader. Intinya, semua belajar dengan menyenangkan!.
Secara umum, kegiatan belajar online ini sungguh menarik. Tapi, tentu saja ada beberapa catatan yang saya buat sebagai bahan pelajaran. Beberapa hal yang menurut saya perlu untuk dikoreksi dan ditingkatkan lagi untuk kegiatan belajar online ini adalah sebagai berikut:
Tidak ada batasan tentang materi yang ingin dibahas. Saya menyayangkan tidak adanya batasan materi yang akan dibahas. Vital sekali soal ini, terutama karena topik bahasan terkesan sangat luas. Saya prihatin dengan pembicara/narasumber nantinya, karena teman-teman yang ikut kegiatan belajar pastinya memiliki persepsi, pandangan dan pengalaman yang berbeda-beda. Batasan topik yang diberikan oleh narasumber atau moderator akan sangat membantu keduanya mengontrol diskusi yang dibagikan.
Kegiatan belajar mengajar/berbagai informasi menggunakan applikasi WhatsApp sungguh sangat menarik, tapi untuk saat ini, saya rasa kita harus move on dan mengganti aplikasi untuk kegiatan belajar kita. Selama ini saya sudah mencoba beberapa metode belajar menarik berbasis online, saya bahkan pernah melakukan sedikit riset tindakan kelas yang berhubungan dengan proses belajar-mengajar online ini.
Sejauh ini, kesimpulan saya adalah, proses belajar mengajar yang bersifat interaktif, cepat dan menggunakan media audio-visual adalah metode dan tindakan belajar-mengajar yang tepat digunakan untuk proses belajar-mengajar berbasis media online. Jika hanya berbentuk percakapan di aplikasi seperti WhatsApp, saya rasa sungguh tidak optimal.
Sumber informasi yang jelas. Kembali, ini mungkin adalah karena kebiasaan saya sendiri. Selama ini saya banyak ditegur, dikritik karena sumber informasi yang saya gunakan untuk menyatakan pendapat atau membagikan sesuatu. Belajar dari pengalaman ini, saya sungguh mendorong siapapun untuk menuliskan dengan jelas sumber informasi apapun yang digunakan untuk kegiatan menganalisa atau mengkritisi suatu informasi. Saya sungguh ingin terhindar dari jabakan informasi palsu, atau hoax yang kemungkinan besar dapat menjatuhkan saya pada lobang kebodohan-kebodohan lainnya.
Nah, dalam slide presentasi yang dibagikan oleh narasumber, saya tidak menemukan adanya sumber informasi/rujukan yang jelas. Mengapa sumber/daftar sumber ini berarti?, jawabannya karena slide presentasi atau materi yang digunakan akan kembali dipelajari, dikritisi dan dianalisa oleh mereka yang mau belajar. Tidak cukup jika hanya belajar sesuatu dari satu perspektif saja, mengingat metode belajar kita yang berbeda-beda, saya sungguh berharap agar narasumber dapat memberikan atau membagikan daftar rujukan/sumber untuk kepentingan belajar lanjutan.
Tidak ada lembar evaluasi untuk proses kegiatan belajar-mengajar. Mengenai poin ini, kembali, ini mengenai kebiasaan. Pada tempat saya bekerja, evaluasi kegiatan itu adalah sesuatu yang sangat penting. Setiap kegiatan yang berlangsung, minimal menjalani dua kali evaluasi, entah itu dipertengahan kegiatan atau di akhir kegiatan. Biasanya, evaluasi verbal dilakukan pada pertengahan kegiatan, dan evaluasi formal yang bersifat lisan dilakukan pada bagian akhir kegiatan. Tujuan evaluasi adalah agar kegiatan yang dilakukan pada saat ini (atau yang telah lalu) dapat memberikan kualitas dan kepuasan bagi siapapun yang ikut serta di dalamnya.
Memang, melakukan evaluasi itu sungguh tidak nyaman, apalagi mendapat evaluasi dari orang lain. Tapi, banyak orang yang mengatakan pada saya untuk melihat hal ‘positif’ dibalik kegiatan evaluasi yang dilakukan, yaitu perkembangan untuk menjadi lebih baik. Saya kadang menggunakan pemikiran ini untuk berhadapan dengan kritik-kritik rekan kerja, kostumer yang kadang cukup pedas di hati.
Saya melihat bahwa penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar ini kurang kegiatan ‘evaluasi’nya, padahal seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya. Kegiatan evaluasi ini sungguh sangat penting.
…
Demikian beberapa catatan yang bisa saya kumpulkan untuk kegiatan belajar bersama Ublik. Saya mendorong teman-teman yang membaca tulisan ini untuk ikut serta, bergabung bersama para Sahabat Ublik untuk saling belajar dan membangun bersama. Saya yakin, kita akan mendapatkan banyak pelajaran yang sangat kita perlukan.
Bagi teman-teman yang berminat bergabung untuk belajar bersama, silakan mengunjungi beranda Ublik.idatau langsung kirimkan mereka pesan.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan salam dari saya.