Perawat dan kegiatan merawat yang katanya “biasa-biasa saja”


Saya pernah mendapatkan pertanyaan sekaligus pernyataan seperti ini,

“Kenapa jadi perawat? Bukankah kegiatan merawat itu tidak perlu sampai di’pelajari’, apalagi sampai tingkat perguruan tinggi. Kegiatan merawat itu alami, sudah ada di dalam DNA manusia. Tidak perlu sampai membuang-buang uang untuk belajar menjadi perawat.”

It’s harsh! Yes, I knew it. Tapi, apa yang dinyatakan oleh orang ini adalah kenyataan dan tidak sepenuhnya salah. Ini adalah pernyataan dari banyak orang diluar sana, dan ini adalah kenyataan.

Pernyataan dari the first founder of nursing as profession, Florence Nightingale mengatakan hal seperti ini,

“Nursing is putting the patient in the best condition for nature to act.” (Perawatan adalah menempatkan pasien dalam kondisi terbaik agar alam dapat bertindak/mengambil alih)

Florence Nightingale

Pernyataan di atas jika hanya dilihat sekilas saja, dapat mengandung arti bahwa kegiatan perawatan/merawat yang dilakukan oleh perawat itu sebenarnya tidak ada, atau perawat sebenarnya tidak melakukan apa-apa terhadap pasiennya. Toh pada akhirnya, nature will act (Alam yang akan mengambil alih untuk proses kesembuhan). 

Berat bukan? Yeap!

Untuk itulah mengapa saya sangat tergerak untuk menulis sedikit mengenai perawat dan praktif professional yang dikerjakannya. Saya menuliskan ini sambil memanfaatkan moment pentingnya profesi ini ditengah badai pandemic pada saat ini. Harapan saya, bagi mereka yang membaca tulisan ini, tidak takut untuk memilih perawat sebagai jurusan dan juga profesi. Itu saja.

Kegiatan merawat yang dilakukan oleh perawat itu…

Jika ada yang berpendapat bahwa kegiatan merawat adalah kegiatan yang bisa dilakukan oleh orang-orang tanpa perlu belajar secara khusus, maka tidak ada yang dapat saya lakukan untuk itu. Saya mungkin hanya bisa menawarkan apa yang dipelajari oleh seorang perawat selama Ia menjalankan masa pendidikannya yang sangat-sangat menantang selama periode waktu tertentu.

Saya tidak akan menggunakan pendapat Nightingale yang sudah berusia lebih dari 100 tahun itu. Tapi, saya akan menggunakan pendapat yang lebih anyar, yang baru-baru ini dikelaurkan oleh salah satu organisasi keperawatan di Amerika pada tahun 2010. Dalam definisinya, kegiatan merawat yang dilakukan oleh seorang perawat itu adalah,

“Nursing is the protection, promotion, and optimization of health and abilities, prevention of illness and injury, alleviation of suffering through the diagnosis and treatment of human response, and advocacy in the care of individuals, families, communities, and populations.”

(Keperawatan adalah perlindungan, promosi, dan optimalisasi kesehatan dan kemampuan, pencegahan penyakit dan cedera, pengentasan penderitaan melalui diagnosis dan perawatan respons manusia, dan advokasi dalam perawatan individu, keluarga, komunitas, dan populasi)

Melihat definisi ini, saya berharap agar teman-teman sekalian melihat bahwa kegiatan merawat yang dilakukan oleh perawat itu sama sekali tidak sederhana. Ada banyak hal yang harus dipelajari dan tidak sembarang dilakukan. Kata pertama dari definisi tersebut adalah “protection (Perlindungan)”. Untuk mampu melindungi orang lain, seseorang harus dapat terlebih dahulu melindungi dirinya sendiri. Ia tidak akan dapat melindungi orang lain jika Ia tidak dalam keadaan sehat dan selamat. Kata ini mengandung arti bahwa seorang calon perawat atau perawat harus memastikan bahwa dirinya sehat, sejahtera dan selamat sebelum Ia siap melindungi pasiennya. Kata ‘perlindungan’ ini juga dapat berarti pengorbanan. Meskipun dalam keadaan yang tidak menguntungkan, perawat harus siap untuk mendahulukan kepentingan dan keselamatan pasiennya.

Kata demi kata selanjutnya adalah bagian dari tugas-tugas perawat lainnya yang juga berarti bahwa perawat tidak hanya bertugas untuk merawat individu saja, tetapi juga merawat keluarga, komunitas dan populasi (masyarakat pada umumnya) bahkan suatu bangsa.

Merawat itu, melampaui segala batas perbedaan

Pada saat ini, selain masalah pandemic covid-19, kita juga berhadapan dengan berita mengenai racisms yang terjadi di Amerika Serikat sana. Saya ikut menyaksikan dan memperhatikan perkembangan yang terjadi melalui berita. Ketika melihat banyak demonstran di jalanan, saya hanya bisa berpikir bahwa kasus covid-19 pasti akan memuncak di sana.

Masalah rasism ternyata merebak sampai ke sekolah keperawatan. Saya mengikuti salah seorang doctor keperawatan, yang juga adalah perawat anastesi bernama Aisha Allen DNP, CRNA. Dalam salah satu postingannya, Ia menyebutkan bahwa selama masa-masa pendidikannya di college of nursing-Duke University, Ia mengalami perlakuan yang tidak adil (racism) dari salah seorang pengajar (professor) di tempatnya belajar. Apa yang menjadi masalahnya ini ternyata tidak hanya dialami oleh dirinya sendiri, setelah catatan yang Ia tulis di Instagram tersebut beredar, banyak yang menceritakan pengalaman yang tidak jauh berbeda. Saya terkejut!

Masalah racism memang banyak dilaporkan terjadi di sekolah di Amerika sana, tapi saya hampir tidak percaya kalau masalah itu pun terjadi sampai level sekolah keperawatan yang mendidik perawat-perawat. Salah satu nilai yang diajarkan kepada perawat, yang ada kaitannya dengan kegiatannya merawat adalah ‘merawat tanpa batas perbedaan’. Seorang perawat disumpah untuk tidak membeda-bedakan siapapun yang Ia rawat. Perbedaaan yang dimaksud adalah termasuk suku, agama, ras, bahkan warna kulit. Sekolah keperawatan sebagai tempat mendidik perawat-perawat ini, wajib memiliki, mengaplikasikan dan menanamkan nilai ini dengan sebaik-baiknya tanpa pandang bulu. Tapi, kembali lagi. Sulit!

Perawat Indonesia, yang pada saat ini sedang bekerja, secara khusus mereka yang bekerja untuk merawat pasien yang terinfeksi covid-19 juga memiliki nilai yang sama. Mereka yang sedang merawat tidak membeda-bedakan siapa pasien yang mereka rawat. Inilah nilai kemanusiaan dan nilai luhur seorang perawat. Jika ada yang menemukan seorang perawat Indonesia melakukan perawatan dengan terkesan membeda-bedakan, segera laporkan ke badan etik keperawatan. Tindakan seperti ini sudah melanggar kode etik praktik perawat dan perawat yang bersangkutan bisa dikenai sanksi.

Merawat dengan menggunakan prinsip Caput, Cor and Carpal

Menjadi perawat itu artinya bersedia untuk menggunakan seluruh potensi diri untuk dapat membantu orang lain. Keegoisan seharusnya memang tidak tumbuh di dalam tubuh perawat. Idealnya demikian. Saya masih ingat perkataan salah satu dosen saya dulu mengenai pekerjaan seorang perawat, kurang lebih Ia mengatakan seperti ini,

“Perawat itu bekerja dengan menggunakan kepalanya dengan baik, hati yang lembut dan memiliki tangan yang tangkas dan siap untuk menolong”

Sampai saat ini, kalimat ini masih terus saya simpan dalam hati. Ini adalah idealnya seorang perawat bagi saya, dan syukurnya sampai saat ini, saya menemukan banyak sekali perawat-perawat seperti ini. Saya bahkan sangat bersyukur dapat bekerja bersama mereka. Meskipun kadang, saya yang selalu memberatkan pekerjaan mereka secara sengaja.

Perawat itu menggunakan Caput (Kepala)-nya untuk berpikir dengan sebaik mungkin. Ia menggunakan kepalanya untuk mencari solusi masalah yang terbaik untuk membantu pasiennya. Caput di sini, bukan hanya kemampuan berpikir secara logic saja, tapi juga berpikir secara bijaksana untuk dapat menangani pasiennya.

Cor (jantung) dalam hal ini diinterpretasikan sebagai perasaan, empati. Perawat bekerja dengan kasih, dengan kelembuhan dan dengan keramahan kepada sesamanya. Tapi, memang kadang kebaikan hati perawat ini dinilai secara sepihak oleh orang lain. Saya sering mendengar bahwa ada perawat yang ‘jutek’. Saya tidak terlalu mempermasalahkan mengenai hal ini, karena ‘jutek’ yang dimaksud pasti sangat subjektif. Kita cenderung menilai orang hanya sepihak, itu yang saya pahami. Saya banyak menemukan kasus perawat ‘jutek’ yang ternyata tidak ‘jutek’ seperti yang dimaksud. Perawat-perawat ini menunjukkan kebaikan hatinya dengan cara yang sangat berbeda. Ia mungkin nampak keras, tapi lihat bagaimana Ia merawat dan bekerja, Ia mengkomunikasikan kebaikan hatinya dengan cara yang lain. So, never judge a book by its cover!

Carpal (tangan) di sini diartikan sebagai keterampilan dan ketangkasan dari anggota gerak. Seorang perawat memiliki image tidak bisa diam di tempat. Ini benar. Seorang perawat akan berjalan dan mengunjungi pasiennya di ruangan. Ia tidak akan membuat pasiennya kesepian atau menderita sendirian. Ia akan segera membantu ketika melihat orang yang kesulitan, idealnya demikian.

Menguasai ketika prinsip ini bukanlah hal yang mudah. Tidak semua orang mampu dan sanggup melakukannya. Untuk itulah mengapa pendidikan keperawatan itu penting, dan masa-masa belajar selama empat-lima tahun itu penting. Dalam masa-masa itu, prinsip-prinsip ini dipelajari secara mendalam.

Kesimpulan

Kesembuhan seorang pasien itu tidak dapat dipungkiri terletak di tangan pasien itu sendiri. Perawat adalah salah satu dari sekian banyak faktor yang membantu mencapai tujuan kesembuhan ini. Perawat menggiring pasien, memegang tangannya untuk mencapai tujuan kesembuhan dan juga kesejahteraan. Peran perawat mungkin nampak dan terkesan tidak ada, tapi memang seperti itulah cara kerjanya. Perawat membantu, dan yang bersinar atau yang nanti akan menikmati hasilnya adalah pasien dan mereka yang berada di sekeliling pasien. Sejak dahulu, fungsi dan peran perawat itu memang tercatat demikian. Mereka menjalankan roda pelayanan dengan berpegang pada prinsip pelayanan dan asas-asas dasar kehidupan, hasilnya adalah kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan bagi semua. Apa yang dilakukan oleh perawat ini adalah bagian dari tugas dan perannya dalam memperjuangkan kesehatan dan keselamatan pasien.

Cek juga…

Teman-teman bisa menengok dan membaca buku-buku yang menginspirasi tulisan ini, dengan daftar sebagai berikut:

Lewis’s Medical-Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical Problems. Eleventh Edition, terbitan 2019, yang disusun oleh Harding, Kwong, Roberts, Hagler and Reinisch. Beberapa waktu yang lalu, salah satu bos saya meminta saya untuk buku ini. Berkat koneksi sana dan sini, akhirnya buku ini berhasil saya peroleh. Buku ini memiliki lebih dari 6000 halaman dan memuat semua hal-hal fundamental dalam Ilmu Keperawatan. Setelah mendapatkan buku ini, saya tidak ingin diam saja atau menempatkannya pada sudut kamar saja, dari bentuknya saja sudah sangat menarik perhatian. Halaman-halaman pertama buku ini membawa saya pada memori masa lalu ketika saya masih menempuh Pendidikan sarjana. Saya ingat hari-hari penuh tantangan untuk mengingat hampir semua komponen dalam buku sejenis seperti ini. Membaca kembali buku ini membuat saya teringat masa lalu, dan me-refresh pemahaman-pemahaman saya akan ilmu keperawatan yang pastinya sudah usang sekarang. Great book! Sangat saya rekomendasikan bagi teman-teman perawat atau calon perawat sekalian yang ingin belajar intens mengenai ilmu keperawatan. Ehm, buku ini juga membuat saya menyadari kalau professor-profesor ilmu keperawatan itu memiliki ciri khas wajah dan ekspresi yang sama. Saya tidak tahu dengan yang lain, tapi saya melihatnya dengan sedikit ‘creepy’.

Merespon permasalahan yang merebak di Amerika serikat sana, yang juga ternyata mencapai negeri kita tercinta, dalam buku yang sama, terdapat sumber bacaan yang sangat menarik untuk dicermati. Pada Bab II buku ini, yang ditulis khusus oleh Andrew Scanlon berjudul “Health Equality and Competent Care”, tertulis panduan dan rasional yang harus diambil oleh perawat ketika berhadapan dengan ‘perbedaan’ yang ada di lingkungan sekitarnya. Yeap, seorang calon perawat diajarkan sampai pada titik ini dalam merawat pasien. Perawat merawat manusia, dan antara manusia satu dan manusia yang lainnya, tidak ada yang sama. Terlebih lagi karena kesehatan itu adalah hak semua orang dan memiliki nilai universal.

Semoga tulisan ini bermanfaat, salam hangat dari saya.

22 pemikiran pada “Perawat dan kegiatan merawat yang katanya “biasa-biasa saja”

  1. Dulu waktu aku KKN, kebetulan sekelompok sama anak keperawatan. Mgkn saking seringnya diledekin, mereka udah langsung nyebut kalau jurusan keperawatan itu kyk gadianggep di fakultas kedokteran. Padahal kita-kita ga ada yang nanya/nyinggung sama sekali. Mgkn sejak kuliah pun emg udh sering dpt omongan gaenak ya dari org orang? Padahal kan ya perawat tuh penting bgt. Kalau misal opnam dirumah sakit pun yang ngurusin apa apa perawatnya dulu gaksih?

    Suka

  2. Terima kasih sudah mampir dan memberikan komentar, kak.

    Terima kasih juga sudah berpikir hal baik seperti ini. Ya, untuk perawat ruang operasi, mereka perlu skill khusus yang berbeda dari perawat ruangan biasa atau spesialisasi lain. Belajarnya susah itu.

    Disukai oleh 1 orang

  3. Hi, Mbak Nad. Jadi terharu banget dapat komentar darimu seperti ini. Rasanya bagaimana begitu.

    Saya rasa, anggapan dari perawat sendiri tentang profesinya/pekerjaannya juga perlu diperbaiki di sini. Terlalu sering mendapatkan label seperti itu, malah jadi meng-identifikasi diri sendiri seperti anggapan tersebut (malah menjadi seperti yang mereka anggap/percaya). Ini saya rasa tidak benar/tidak tepat. Apalagi seperti yang Mbak Nad bilang, peran atau tugas mereka itu penting dan bahkan vital.

    Kalau soal hubungan dengan profesi lain, saya menyarankan untuk banyak-banyak melakukan kolaborasi/kerja bersama. Terutama jika ada hubungannya dengan perawatan pasien. Kerja tim begitulah, dan menekan ego masing-masing demi kelancaran kerja tim. Ia ngak sih?

    Suka

  4. Hi, Kak.
    Saya pernah mendengarkan pernyataan yang sama. Tanpa perawat, sulit menyebutkan rumah sakit sebagai ‘rumah sakit’. Profesi perawat itu sangat perlu dan penting.

    Suka

  5. Salam kenal kak. Terharu..
    Semoga stigma masyarakat yang menganggap perawat itu pekerjaan yg gampang bisa berubah karena kenyataannya ga segampang itu kan. Jujur saja dengan datangnya wabah covid 19 setidak bisa membuka mata masyarakat bahwa yg langsung merawat mereka adalah perawat bkn yg lain.

    Disukai oleh 1 orang

  6. Hi, Kak septi. Terima kasih sudah mampir dan meninggalkan komentar.

    Ia, semoga banyak masyarakat dapat melihat ketulusan yang kita usahakan. Semangat untuk merawat, Kak.

    Disukai oleh 1 orang

  7. Iya bener mba, perlu diperbaiki juga, at least biar kalau ada yang nyinyir ke mereka, mereka ga akan makin berkecil hati, dan malah bisa ngasih tau ke orang orang betapa pentingnya peran perawat.

    Aku suka heran banget deh sama orang orang yang suka belittle peran suatu kerjaan, padahal sama sama pentingnya dan sama sama saling melengkapi 😦

    Betuuuul bangeet mbaa 😀

    Disukai oleh 1 orang

  8. Setuju banget, Mbak. Saya percaya bahwa penghargaan terhadap sebuah pekerjaan itu dimulai dari diri si pekerja itu sendiri. Kalau yang punya kerjaan tidak bisa menghargai pekerjaannya, bagaimana Ia bisa menuntut orang lain untuk menghargai pekerjaannya dan apa yang dikerjakannya.

    Betul. Kalau kita lihat lagi, tidak ada yang namanya pekerjaan yang tidak penting. Semuanya saling melengkapi dan itu baik.

    Muantapp Mbak, salam dari saya.

    Suka

  9. Mengingat bahwa menyuntik itu butuh latihan sekaligus pengetahuan, saya masih percaya bahwa nursing perlu dipelajari sampai jenjang pendidikan tinggi 🙂

    Disukai oleh 1 orang

  10. Terima kasih, Bang Ical.
    Kabarnya, menyuntik itu bukan merupakan bagian dari pekerjaan perawat yang original wkwkwk.

    Tapi, sekarang menyuntik itu adalah bagian penting dari kompetensi perawat yang sangat vital. Perawat yang tidak bisa atau tidak tahu menyuntik malah sering dibilang bukan perawat.

    Disukai oleh 1 orang

  11. Siapa sih yang bilang itu? Gregetan bacanya.

    Menjadi perswat tidak mudah. Kalaupun iya hsrusmya semua pasien membawa perawatnya sendiri dari rumah.

    Tingkat kesulitan merswat memang berbeda tergantung penyakit, kondisi pasien dan lama perawatan.

    Ayu tak perlu dengerin omongan itu. Kakakku juga profesinya perawat. Beberapa teman semasa SMA juga ada yang jadi perawat. Profesi ini sama pentingnya dengan profesi lain.

    Disukai oleh 1 orang

  12. hahaha, santai saja Kak.
    Ayu sering mendengar bercandaan seperti itu. Rasanya sekarang sudah sangat biasa hahaha.

    Betul, setiap profesi memiliki tantangan dan kesulitannya masing-masing. Andai saja kita semua bisa saling mengerti ya.

    Suka

  13. ‘Merawat tanpa batas perbedaan’, nice quote mba..
    Merawat itu sudah alamiahnya sebuah pekerjaan yang mulia. Apalagi kalau disikapi dengan keihlasan dan profesionalisme..
    Sehat dan sejahtera selalu perawat Indonesia..

    Disukai oleh 1 orang

  14. Aku juga sering mendengar pernyataan tersebut, bahwa perawat tidak memerlukan pembelajaran ke jenjang lebih tinggi. Profesi mereka seolah tidak tampak, tertutupi oleh bayang-bayang para dokter.

    Dari tulisan ini, aku menjadi lebih paham prinsip dan nilai-nilai mulia yang ditanamkan pada jiwa perawat.

    Salam hormat dariku, Kakak Perawat! Nice post!

    Disukai oleh 1 orang

  15. Hi, Mbak. Terima kasih banyak sudah membaca dan memberi apresiasi kepada profesi perawat. Senang sekali membaca komentar seperti ini.

    Masing-masing kita diberi kesempatan untuk melayani dan bekerja dengan cara kita masing-masing. Untuk para perawat, ini adalah cara mereka berkarya bagi dunia.

    Semangat berkarya untuk Mbak, semangat!!

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar