(Review Buku): Toxic Relationsh*it, karya Diana Mayorita


“Semua masalah dalam hidup kita, bermuara pada satu titik. Hubungan kita dengan orang lain” kata seorang sahabat kepada saya pada suatu sore.

Perkataan ini sederhana, tapi sangat dalam maknanya. Saya jadi teringat dengan salah satu catatan yang ditulis oleh Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga dalam buku mereka “The Courage to be Dislaked”. Sama! Keduanya berpendapat bahwa salah satu sumber penderitaan manusia adalah hubungannya dengan orang lain.

Pernyataan yang dikeluarkan oleh sahabat saya di atas lahir dari dialog kami tentang “relationship” dan bagaimana interpersonal relationship dapat memberi efek bagi pribadi yang menjalin hubungan ini, dan bahkan pada mereka yang melakukan kontak (atau interaksi) dengan mereka yang menjalin hubungan.

Semacam virus, itulah penyebaran “efek”dari hubungan interpersonal yang dijalin oleh dua orang insan. Efek ini bisa positif, bisa negatif. Bisa juga tidak memberi efek apa-apa atau keadaan sebelum dan sesudah sama saja.

Melihat kebelakang, saya ternyata sudah memiliki banyak tulisan yang didedikasikan untuk mengupas soal relasi atau hubungan (especially, interpersonal relationship). Terutama hubungan antara laki-laki dan perempuan. Saya sangat senang menggali topik ini dan menimba banyak pelajaran darinya. Sebut saja tulisan mengenai, “#Dear Ayu: Cinta, Pria dan Wanita”.

Membicarakan mengenai relasi atau hubungan yang terjalin antara satu individu dan individu lainnya, saya pun menemukan buku yang sangat cocok untuk dilahap oleh mereka yang sangat menyukai topik ini. Buku yang saya maksud ditulis oleh seorang psikolog, Mbak Diana Mayorita. Buku ini berjudul “Toxic relationsh*it: Bagaimana sindrom gadis baik menjebakmu dalam hubungan tidak baik”.

Judul buku ini sangatlah menarik! Setelah pertama kali membaca judulnya dari iklan buku di Instagram, saya langsung mengingatnya dan segera membelinya. Saya tahu bahwa saya sudah melakukan investasi yang sangat baik dengan membeli buku ini.

Melalui buku ini, saya belajar beberapa hal yang penting. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

Berbangga dengan luka-luka yang kita miliki.

Sebagai Individu, sebagai seorang manusia, kita adalah sosok yang penuh luka. Luka-luka ini kita peroleh sepanjang hidup kita, dan bukan hanya kita saja yang memiliki luka ini, tapi semua orang. Semua orang memiliki lukanya masing-masing. Luka-luka ini pula yang menjadikan kita sebagai manusia. So, jangan merasa terbebani dengan luka-luka ini. Terima dan jadikan sebagai bagian dari kita. Lalu, gunakan luka-luka ini sebagai sarana untuk membantu dan menyembuhkan orang lain.

Pola asuh, sumber luka-luka batin yang sulit pulih.

Luka-luka yang saya sebutkan sebelumnya, kebanyakan adalah luka-luka yang terbentuk sejak kita lahir ke dunia. Masa-masa awal kita di dunia- kontak kita dengan orang tua atau pengasuh menentukan keberlangsungan hidup kita selanjutnya. Interaksi dan juga respon yang kita peroleh selama pertumbuhan kita, terutama selama masa-masa bayi kita menentukan bentuk hubungan yang kita jalin dengan orang lain pada saat ini.

Saya kembali merefleksikan masa-masa awal pertumbuhan saya ketika saya membaca buku ini. Komentar seperti, “Hum…pantas saja!” kerap mewarnai bibir saya. Saya jamin kamu pun akan mengeluarkan komentar yang sama.

Toxic Relationship, demikian kita mengartikannya.

“Toxic Relationship” itu, tidak hanya sebatas hubungan antara sepasang kekasih saja. Tapi juga bisa berarti hubungan antar teman, hubungan dalam pekerjaan (bos-karyawan) bahkan bisa berarti hubungan dengan orang tua. Menyadari dan memahami adalah dua hal yang bisa dilakukan sebagai langkah awal untuk mengidentifikasi apakah hubungan yang kita jalin bersifat “toxic” atau tidak.

Buku ini bisa dijadikan sebagai salah satu alat bantu untuk mengidentifikasi apakah hubungan yang kita jalin berada dalam keadaan baik-baik saja, atau tidak. Jika merasa tidak cukup, silakan konsultasikan masalah hubunganmu dengan mereka yang memiliki wewenang dan keahlian (Buat janji untuk bertemu Mbak Yori di tempat praktiknya dah hee).

Sisi lain dari masalah.

Setiap masalah selalu memberikan kita pelajaran. Pelajaran ini semoga menjadi perhatian utama kita, bukan saja hanya berfokus pada kerugian dari masalah yang ditimbulkan.

Masalah, selalu datang seperti dua permukaan koin.

“Dibalik masalah, selalu tersimpan cara dan kunci untuk menyelesaikan masalah”

Kita hanya perlu merubah sedikit perspektif kita, mencari dan menggunakan solusi, dan bergerak. Kalau kita memilih untuk diam dan tidak melakukan apapun, saya tidak bisa menjamin bahwa masalah itu akan selesai atau mendapatkan penyelesaiannya. Meskipun kata orang, “diam pun adalah sebuah keputusan dan tindakan”, tapi tetap saja, jika ingin segera terbebas dari masalah, bergeraklah ke arah penyelesaian masalah. Titik.

Buku ini sudah memuat beberapa cara yang bisa kita coba secara mandiri (dan bersama-sama) untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah kita, terutama masalah yang berhubungan dengan hubungan kita dengan orang lain. Baca dan coba praktikkan.

Menolak untuk “hanya diam saja.”

Ketika menyadari ada masalah, ada yang “tidak pada tempatnya”, tidak baik jika hanya didiamkan saja. Masalah besar yang tidak terkendali biasanya muncul dari masalah-masalah kecil yang sengaja disimpan, ditutup-tutupi dan dibiarkan. Segera usahakan untuk mencari pertolongan, dan jangan berhenti sampai kita benar-benar terbebas dari masalah. Beranikan diri untuk mengambil langkah menuju pembebasan dari masalah, dan nikmati setiap prosesnya. Jika sudah sampai akhir, dan kita akhirnya bisa bernafas lega, jangan lupa untuk membagikan pengalaman kita pada orang lain. Siapa tahu, pengalaman kita dapat menjadi sarana pemulihan bagi orang lain. Who knows!

Hukum pertama, jatuh cintalah pada dirimu sendiri.

Kita bisa saja mencintai orang lain, tapi kita juga jangan sampai lupa bahwa sebelum mencintai orang lain kita pun harus terlebih dahulu mencintai diri kita sendiri.

Cinta itu seharusnya membuatmu bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik, dan bertumbuh untuk mencapai potensi tertinggi dirimu sebagai pribadi, bukan sebaliknya. Jika cinta membuatmu bertumbuh sebaliknya, segera lepaskan dan relakan. Hidupmu kelewat berharga jika hanya dibuang percuma untuk orang yang tidak layak menerimanya.

Pernyataan yang dilemparkan oleh sahabat saya, yang merupakan pembuka tulisan ini, mungkin ada benarnya. Tapi, hubungan atau relasi dengan orang itu pun dapat bekerja sebaliknya.

Buku ini, secara sekilas memberi saya insight bahwa relasi atau hubungan dengan orang lain mungkin bisa menjadi sumber kesengsaraan dan masalah hidup. Tapi, bisa juga menjadi sumber kebahagiaan dan juga keberuntungan. Sekarang, tinggal kita yang memutuskan. Hubungan seperti apakah, dan dengan siapakah kita ingin menjalaninya?. The choice is yours to make.  

Saya sungguh belajar banyak dari buku ini. Bahkan, beberapa bagian dari buku ini menyajikan informasi yang sejalan dengan praktik saya sebagai perawat. Saya senang membaca buku ini sambil merenungkan beberapa pertemuan saya dengan pasien. Asuhan keperawatan yang saya saya ambil untuk menangani kasus pasien sudah sejalan dengan apa yang ditulis di sini. Senang rasanya.

Buku ini sangat saya rekomendasikan kepada siapapun yang sedang menjalin hubungan dengan siapapun. Bahkan untuk mereka yang sedang tidak menjalin hubungan dengan siapapun. Buku ini akan menjadi investasi yang sangat baik untuk siapapun yang membacanya. Tidak lupa, saya pun sangat merekomendasikan para calon perawat, dan bahkan para sejawat perawat untuk membaca buku ini. Buku ini memberikan fondasi yang bagus untuk belajar mengenai relasi (interpersonal relatioship) dan teori-teori yang menginspirasinya.

Bagi teman-teman sekalian yang ingin membaca buku ini, silakan untuk memesan melalui toko-toko buku online langganan kalian. Mumpung masih promo! Saya memesan buku ini melalui toko buku reseller, Umah Buku. Kalian bisa langsung melakukan pemesanan dengan mengontak instagram mereka, @umahbuku.

Selamat membaca, dan salam hangat dari saya.

11 pemikiran pada “(Review Buku): Toxic Relationsh*it, karya Diana Mayorita

  1. “Pola asuh, sumber luka-luka batin yang sulit pulih.”
    Setuju dengan ini sih. Saya menyadari setelah jadi ibu, bahwa pola asuh itu akan terbawa hingga dewasa. Sayangnya saya pun terkadang tanpa sadar menerapkan pola asuh yang lama. Semoga ke depannya, setelah ada buku-buku parenting, bisa memberi opsi lebih baik untuk para orang tua saat mengasuh anak mereka.

    Disukai oleh 1 orang

  2. Benar, Mbak. Akhir-akhir ini pun saya merenungkan mengenai hal ini, soal ‘pola asuh’. Saya melihat kembali ke belakang, apa yang dilakukan oleh kedua orang tua saya, terhadap saya ternyata sangat mempengaruhi perilaku dan apa yang saya lakukan pada saat ini.

    Semangat ya Mbak! saya yakin Mbak adalah Ibu yang baik dan selalu mengusahakan yang terbaik untuk keluarga, terlebih anak.

    Disukai oleh 1 orang

  3. wah terima kasih doa baiknya untuk saya. Terlepas gimana pola asuh kita dulu, memaafkan masa lalu semoga bisa proses penyembuhan. Relate lagi dengan poin 1 nih “Berbangga dengan luka-luka yang kita miliki.” thank you untuk review menarik ini

    Disukai oleh 1 orang

  4. wah terima kasih doa baiknya untuk saya. Terlepas gimana pola asuh kita dulu, memaafkan masa lalu semoga bisa proses penyembuhan. Relate lagi dengan poin 1 nih “Berbangga dengan luka-luka yang kita miliki.” thank you untuk review menarik ini

    Disukai oleh 2 orang

  5. Aku sering liat kover buku itu berseliweran di beranda instagramku. Sempet tertarik ingin beli. Namun belum juga beli, mungkin dalam waktu dekat akan beli buat kuhadiahkan ke teman dekatku.

    Ngomongin soal pola asuh. Aku jadi teringat sama beberapa video di youtube yang ngebahas soal inner child. Aku merasa kegagapanku saat ini menghadapi dunia adalah bentuk terikat dengan rentetan-rentetan masa kecilku. Yang artinya berkaitan erat dengan pola asuh orang tuaku saat aku masih kanak-kanak.

    Aku juga bersyukur atas keterbukaan sumber belajar di zaman ini yang sangat jelas akan berdampak positif bagi kita yang nantinya juga akan menjadi seorang figur pengasuh, terutama bagi anak kita sendiri.

    Mantap!!! Semangat membaca, Mbak!

    Disukai oleh 1 orang

  6. Wah, insight yang sangat menarik ini Mas.
    Keren!

    Ia, buku ini kembali menegaskan bahwa pola asuh orang tua atau kehidupan masa kecil kita, sangat mempengaruhi perkembangan sikap dan perilaku kita pada saat ini. Semuanya sangat bisa diprediksi dari interaksi yang kita lakukan pada masa kecil. Ini juga sangat sesuai dengan teori perkembangan menurut para psikologi perkembangan itu.

    Saya setuju dengan ini. Kita menyiapkan diri, sungguh menyiapkan diri untuk menjadi sosok yang layak dan pantas untuk keturunan kita kelak. Atau anak-anak yang akan kita rawat dan kita jaga kelak. Ini tugas dan tanggung jawab yang berat, tapi seperti yang Mas tuliskan, “Keterbukaan sumber belajar di zaman ini” akan banyak membantu kita mewujudkan apa yang kita cita-citakan. Semoga.

    Semangat juga untukmu, Mas!

    Disukai oleh 1 orang

  7. Wah, banyak banget buku psikologi yang mau saya rekomendasikan. But, ada satu buku yang sangat menarik, yang pada saat ini sedang saya selesaikan juga. Judulnya, “The courage be be disliked (Berani Tidak Disukai)” karya, Ichiro Kishimi. Buku ini tidak melulu soal psikologi, tapi juga filsafat. Saya sangat menikmati membaca buku ini setiap bab-nya. Semoga suka juga.

    Saya memiliki edisi dalam bahasa inggrisnya, kalau edisi bahasa Indonesia, kalau tidak salah ada di Google Book.

    Suka

Tinggalkan komentar