Wanita berkemeja putih dan penyuka sepatu olahraga itu menari dengan lincahnya di keyboard komputernya. Punggungnya tegak, dan pandangan matanya tidak lepas sedetikpun dari layar di depannya. Ia sedang tenggelam dalam pembicaraan yang hening dan tidak egois. Ia bekerja.
Hari itu, setelah lepas semua kewajibannya, bersama kesunyiannya Ia berpikir.
“Bukan, bukan dia yang salah. Tidak ada yang salah. Semua yang terjadi hanyalah hasil dari keputusan yang sudah dibuat. Saat ini, saya hanya sedang berjalan di jalan yang sudah saya pilih. Saya memutuskan untuk melepaskan dia, dan saat ini saya pun berjalan sendirian.”
Ia melanjutkan,
“Saat ada dia, atau tanpa dia. Satu hal yang sangat saya sadari adalah ini, saya masih saja merasa kesepian. Bukan dia, tapi saya. Saya yang harus bekerja untuk mengobati luka yang saya miliki. Saya sendiri”.
Perdebatan demi perdebatan lahir dari keadaan yang sangat tidak dapat ia hindari. Rindu dan sepi. Tapi juga puas dan sangat bersemangat!
“Saya rindu” itu pesan terakhir yang ia tulis pada kekasihnya, yang sudah berubah menjadi mantan. Ingin sekali ia bergerak untuk menjamahnya, tapi rasa sepi dan luka menguasainya. Ia berbalik lagi.
“Saya rindu pada waktu ketika malam-malam itu tiba, dan tidak berganti dengan apapun juga. Saya rindu pada semua hal yang kami bicarakan, bahkan pada hal-hal kecil dan sepele”.
Keinginan untuk menghubungi lagi mantan kekasihnya terlalu menggebu-gebu. Dia hanya merasa “belum selesai” dengan semua yang ia rasakan. Perasaannya masih terus menerus berusaha untuk mengadakan kontak denagn seseorang yang seharusnya ia lepaskan. Ia biarkan pergi.
Pesan yang biasanya ia kirimkan, hanya berkisar antara “Hi” atau “Hello…” dan, ketika balasan tiba. Ia binggung harus menjawab apa dan seperti apa. Ia binggung dengan apa yang ia rasakan. Setelah balasan tiba, dan menanyakan balik “Apa kabarmu?” dia binggung harus memberi pesan balasan seperti apa lagi.
Ingin sekali ia menjawab, “Saya baik-baik saja”. Tapi, ia tidak sedang baik-baik saja. Ia ingin menjawab “Saya tidak sedang baik-baik saja”, tapi ia pun masih dalam keadaan baik-baik saja. Bahkan tanpa dia, semuanya baik-baik saja. Lalu, apa yang ia inginkan?
Wanita berkemeja biru itu menyandarkan punggungnya. Ia teringat akan residu pemikirannya sebelumnya.
“Jika ingin melemparkan kesalahan, maka kita sendirilah yang salah. Kita sendiri yang memutuskan, dan kita sendiri pula yang harus menanggung konsekuensinya”. Ia menghela nafas berat.
Ia menyadari satu hal, “Setelah semua ini, ia tidak benar-benar tahu apa yang ia inginkan” Ia sendiri binggung, dan karena hal ini, ia pun mengirimkan sinyal yang membingungkan pada orang lain. Ia menyakiti orang yang ia kasihi, dan yang mengasihinya dengan tulus. She is the villain here!
…
Alasan ia dan kekasihnya berpisah pun satu, karena keduanya ingin fokus pada diri sendiri terlebih dahulu. Tiada yang lain. Jika keduanya sudah selesai, baru saat itu keduanya akan saling mencari (lagi). Sedih juga memikirkan tentang hal ini. Ia berhenti pada dirinya, dan ia mendapati bahwa ia bukannya menemukan dirinya, ia malah kehilangan dirinya sendiri. Keadaan ini bukannya membuatnya baik, tapi malah menjadi buruk.
Ia berdiri dan memilih untuk berjalan-jalan dalam ruang kerjanya.
“Mengapa hal seperti ini terjadi?” Ia dan pikiran-pikirannya itu lagi. Tidak ada yang lebih setia bagi dirinya selain dirinya sendiri, dan pikiran-pikirannya.
Rindu, itu adalah perasaan yang secara konsisten lahir dan hadir dalam beberapa waktu ini. Proses melepaskan ini sungguh tidak nyaman, dan menyakitkan. Ia masih belum terbiasa.
Sembari memikirkan tentang hal ini, sayup-sayup terdengar lagu Miley Cyrus yang berjudul “Angles like you”. Wanita ini duduk dan mendalami makna lagu ini.
“I know that you’re wrong for me
Gonna wish we never met on the day I leave
I brought you down to your knees
‘Cause they say that misery loves company
It’s not your fault I ruin everything
And it’s not your fault I can’t be what you need
Baby, angels like you can’t fly down hell with me
I’m everything they said I would be…”
Apa yang terjadi pada Miley Cyrus, terutama kisah cintanya adalah apa yang terjadi pada wanita ini. Wanita ini tidak tahu apa yang benar-benar ia inginkan, dan ia pun tidak benar-benar menerima cinta dari orang-orang yang sangat mencintainya. Ia saat ini menaggung akibatnya, dan ia pun terlalu naif untuk meminta kembali.
Ia lalu berpikir, jika keduanya tidak mampu menjalani perjalanan ini, bagaimana keduanya bisa membangun dunia bersama? Segala hal yang simple, menjadi sangat complicated dan ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan?
Ia ingin sekali membicarakan hal ini dengan mantan kekasihnya, tapi jika hanya melalui udara saja tidak ada yang dapat diselesaikan. Ingin sekali wanita ini menangis di hadapan sosok itu, tapi apa yang bisa ia lakukan ?Air matanya sudah kering.
Ia ingat percakapan mereka, dan ia bergerak menuju ke sana. Ia mengatakan bahwa antara pekerjaan dan dirinya harusnya dilepaskan, dan dipisahkan. Tapi, ia tidak dapat melakukan hal itu. Hatinya ada dalam pekerjaannya dan dalam cintanya. Bagaimana mungkin ia dapat melepaskan atau memisahkan keduanya? Ia tidak mungkin melakukan hal seperti ini. Sungguh.
Wanita berkemeja putih itu lalu mengambil handphone-nya dan membuka kotak pesan. Pesan yang sudah ia kirim sejak kemarin tidak mendapatkan balasan.
Begini tulisnya,
“Hi, kalau ada waktu, please noticed me. Saya mau menelpon” singkat.
Pesan itu sederhana, tapi ia membutuhkan waktu lebih dari sehari untuk berani mengirimnya. Pesan singkat itu adalah hasil dari pertarungan dalam pikirannya yang nampak tiada akhirnya.
Pesan itu, tidak mendapatkan balasannya. Ia ditinggalkan dengan tanda bahwa pesan tersebut sudah dibaca dan dibiarkan begitu saja.
Ia meletakkan lagi handphone-nya, dan kembali menatap layar lagi. Ia sudah melakukan apa yang harus ia lakukan, dan sekarang ia ingin melanjutkan hidupnya. Ia kembali berpikir bahwa ia tidak memiliki waktu lebih untuk mengerjakan hal yang ada di depannya saat ini. Itu lebih penting.
Ia kembali ke titik itu lagi.
…
Pesan yang ia kirimkan, dan balasan yang tidak datang-datang sudah menjadi masa lalu.
Sore tadi, ketika ia memutuskan untuk membaca buku sambil berjalan mengelilingi taman di depan kantornya. Ia menemukan bahwa hidupnya sangatlah lepas dan bebas. Ia beruntung.
Lalu, ketika ia kembali lagi ke rumahnya. Ia merasakan kesendirian itu masih menguasai hatinya. Ia yang penuh dengan rasa rindu. Itulah dia.
Ia kembali ke titik itu lagi, tapi kini tidak dengan tangan kosong. Ia kembali dengan dirinya, dirinya seutuhnya.
…
Catatan di balik layar:
Tulisan ini adalah tulisan yang memang sengaja saya buat sebagai bahan latihan. Saya menyadari bahwa selama ini, saya sedikit mengalami kesulitan untuk menulis sesuatu yang bertema “romansa”. So, berbekal “nekat”, saya pun mencoba menulis sesuatu yang berada di luar ruang nyaman saya.
Tulisan ini, adalah tulisan berseri, yang merupakan lanjutan dari tulisan-tulisan yang berjudul “Seorang Wanita dan Kisah Sejumput Rindu”, “Tujuh Belas Februari”, dan “Kedai Kopi dan Pikiran tentang Melepas Pergi”. Tulisan-tulisan ini memiliki tema yang sama, yaitu tentang “melepas pergi”. Tidak ada hal khusus dibalik pemilihan tema ini. Hanya saja, memang soal “melepas pergi” adalah hal yang saya kira akan menjadi insight yang berkesan untuk orang-orang. Setidaknya pada saya.
Tidak lupa, tulisan ini pun lahir dari tulisan yang dibuat oleh Holly Riordan, dari blog Thought Catalog, “Don’t get into a relationship from the wrong reasons”.Lalu, tidak ketinggalan Miley Cyrus, dengan lagunya“Angles like you”.
Semoga kalian menikmati tulisan-tulisan ini. As always, salam hangat dari saya.
Satu pemikiran pada “Wanita Berkemeja Putih dan Pikiran-pikirannya”