Semuanya (Akan) Baik-baik Saja


Cinta, itulah namanya. Ia tidak bertanya lebih jauh kepada orang tuanya, alasan mengapa ia diberi nama demikian. Alasannya sudah sangat jelas. Ia adalah perwujudan cinta dari kedua orang tuanya, yang saat ini, sudah berpisah.

Ia benci namanya, tapi ia pun tidak dapat mengganti namanya begitu saja. Terlalu banyak dokumen yang sudah lahir dengan nama ini, dan proses mengganti nama itu harus melibatkan pengadilan. Ia sangat menghindari pengadilan, terutama sejak ia harus direpotkan dengan proses perceraian kedua orang tuanya beberapa tahun yang sudah lewat.

Cinta mengambil smartphone miliknya, dan mengetik cepat,

“Sudah di mana?”

Pesan ini ditujukan kepada Kevin, seorang petugas kantoran yang ia temui beberapa waktu yang lalu di klinik rumah sakit. Hari ini keduanya berjanji untuk bertemu.

Kevin mungkin hanya alasan untuk keluar dan bertemu orang-orang saat ini. Pandemi yang entah kapan dapat berakhir ini menyisakan pengalaman tidak nyaman untuk Cinta. Ia benci berada di kerumunan, dan menolak untuk bertemu orang-orang secara langsung. Terakhir, karena berkumpul dengan beberapa temannya dari ruang rawat yang sama, mereka harus berakhir dengan karantina hampir satu bulan. Cinta tidak ingin mengulang lagi pengalaman yang tidak nyaman itu, rasa bosan dan kesendirian yang ia rasakan terlalu sesak.

Pada masa-masa penuh kesendirian itu, ia bertemu dengan Kevin. Ia pria yang menyenangkan, dan sangat bersemangat dengan apapun yang ia lakukan. Sejak pertemuan pertama mereka di rumah sakit, keduanya aktif bertukar cerita melalui aplikasi WhatsApp. Cinta yang awalnya sangat tidak antusias, lalu berlanjut dan menikmati setiap pembicaraan receh dari keduanya.

Cinta melihat sesuatu dalam diri Kevin. Ya, Kevin mengingatkannya pada sosok yang berjalan-jalan dalam pikirannya saat ini. Ia tidak pernah menceritakan hal ini pada Kevin, dan ia membiarkan rasa bersalah ini mewarnai perjalanannya dengan Kevin. Cinta menyimpan berharapan, ia tidak terlena dengan rasa bahagia yang ia rasakan bersama Kevin.

Mobil yang membawanya menuju rumah makan tempat keduanya berjanji bertemu berjalan dengan santai. Rupanya ada sedikit kemacetan di depan.

“Macet dikit, Cil lah..” kata supir.

“Ngih…” jawab Cinta singkat. Ia tidak mempermasalahkan macet, bahkan dalam hati kecilnya ia berharap agar mobil dapat bergerak dengan lambat. Ia ingin menikmati masa-masa menyenangkan di belakang kemudi, dan menyaksikan kesibukan di tengah kota Banjarmasin.

Cinta membuka handphonenya, dan ada balasan pesan dari Kevin di sana. Ia mengabaikannya, dan membuka menu music. Ia lalu memutar sebuah lagu dengan lirik yang ia senandungkan,

All that I know is that I still care I’m looking for reasons to call and say

Baby I, can’t forget about the time

You’ve been away with my heart that you might get it over you

So baby lie, and tell me one more time

Do you still feel the same, that you did that day do you?

Hear my cry

Hear my cry

Lyric from: Taeyeon “Fine” Full Original Demo-Shaylen

Lagu ini entah kenapa menggambarkan apa yang ia rasakan. Bukan pada Kevin, tapi pada orang lain yang sedari tadi berjalan-jalan di kepalanya. Buruknya, ia tidak merasa bersalah dengan apapun yang ia rasakan.

Cinta tidak pernah meminta maaf atas apapun yang ia rasakan. Baginya, apapun yang ia rasakan adalah valid!, dan pada saat ini, apapun yang ia rasakan menunjukkan sesuatu yang harus segera ia perhatikan. Ia rindu, dan juga bersalah pada suatu waktu. Kombinasi perasaan yang tidak mudah untuk dimengerti. Tapi sangat tidak ingin dijelaskan oleh Cinta. Ia berhenti untuk menjelaskan apapun yang ia rasakan sejak lama. Baginya, ia tidak sedang membela diri dengan siapapun saat ini. Apa yang ia rasakan nyata, dan biarlah demikian. Ia berhenti di sana.

“Sudah sampai, Cil” kata Paman supir.

“Terima kasih, Paman” kata Cinta sambil membuka pintu mobil dan keluar dari sana.

Udara panas kota Banjarmasin menyambutnya Cinta dengan sangat lapang, tidak dengan Cinta. Cinta berjalan menuju rumah makan. Sebelum masuk rumah makan, ia mencuci tangan, mengganti masker yang dikenakannya dengan yang baru dan memastikan ia melipat masker yang ia gunakan dengan baik dan memasukkannya ke kantong plastic merah yang ia bawa dalam tasnya.

Ia melihat wajahnya di cermin, dan kantong matanya indah menghias matanya. Ia sudah lama tidak menggunakan make up untuk menyamarkan kantong mata-nya ini. Sejak pandemi, ia belajar untuk menerima dirinya apa adanya, dan berhenti menggunakan make up. Ia menutup semuanya dengan masker, dan hanya membiarkan matanya terbuka untuk dunia.

Cinta bergegas menuju ke depan resepsionis,

“Meja pesanan, Kevin” katanya.

“Oh ia, meja nomor 24. Silakan, kami antar” kata resepsionis dengan ramah. Cinta lalu mengikuti seorang pramusaji yang mengirimkan sinyal bahwa ia akan mengarahkan Cinta menuju ke meja pesanannya.

Cinta berjalan tepat di belakang pramusaja ini sambil memandang ke sekeliling rumah makan. Tidak banyak orang, dan rasa lega langsung lahir dalam hatinya. Kevin memang memesan rumah makan sesuai dengan yang ia harapkan. Pikirannya tertuju pada percakapannya dengan Kevin beberapa waktu yang lalu,

“Mau makan di rumah makan mana?” tanya Kevin.

“Hum..apa saja, tapi yang tidak banyak orang” jawab Cinta.

“Hum..kalau tidak banyak orang, artinya makananya tidak enak dong ha..” Jawab Kevin selanjutnya.

Kevin memang belum lama dikenalnya, tapi seperti yang ia pikirkan sebelumnya, ada sesuatu pada Kevin. Sesuatu itu membuat Cinta berani untuk memberi kesempatan untuk berteman dengan Kevin. Ia tidak berharap apa-apa, dan sangat berharap agar Kevin tidak mengharapkan apa-apa darinya. Ia menikmati pertemanan ini, dan ia menikmati semua yang ia rasakan pada saat ini. Tidak lebih, dan tidak kurang. Just perfect!

Tidak lama, Cinta akhirnya sampai di tempat duduknya.

“Mau pesan apa, Cil?” tanya pramusaji sambil menyodorkan menu.

“Hum..boleh pesan air mineral kemasan dan sebuah gelas? Saya sedang menunggu seseorang” jawab Cinta.

Pramusaji mengangguk dan berjalan menuju ke arah dapur. Mungkin.

Cinta memperbaiki tempat duduknya, dan mengambil hand sanitizer dari dalam tasnya. Ia menyemprotkan tangannya, dan beberapa di area meja. Ia mengambil tissue dan menyeka beberapa tempat yang di rasa perlu. Ini adalah new normal versi Cinta.

Cinta mengetikkan pesan yang ditujukan kepada Kevin dan membiarkannya demikian. Ia tidak peduli apakah Kevin akan datang tepat waktu atau tidak. Hari ini, adalah hari untuk dirinya sendiri, dan ia ingin menikmati setiap detiknya.

Cinta sudah memutuskan, kalaupun Kevin tidak datang hari ini, ia akan makan sendiri seperti biasanya. Sepuluh menit lagi, ia akan memesan makanan. Begitu katanya dalam hati.

Balasan pesan masuk ke smartphone-nya, dan senyum tipis terbentuk di wajahnya.

Cinta melihat kearah luar rumah makan. Rumah makan ini dipenuhi oleh tanaman-tanaman hijau yang menyenangkan hati. Sekali lagi Cinta berterima kasih atas rumah makan yang dipilih Kevin. Cinta membutuhkan suasana seperti ini, dipenuhi oleh tanaman dan, ketenangan.

Cinta mencintai ketenangan, dan sangat menghargainya. Tempat ia tinggal, dan hidup adalah definisi yang jauh dari ketenangan. Itu alasan utamanya. Kedua adalah dengan ketenangan, Cinta dapat berpikir dengan jernih dan menjadi dirinya sendiri. Dirinya yang pendiam, dan gelap. Ia tidak menunjukkan hal ini pada orang lain, kecuali satu orang. Orang yang berjalan-jalan dalam pikirannya, masa yang lalu yang mengikatnya, dan penyesalan yang menguasainya sampai detik ini.

Lalu, hujan turun. Hujan ini datang tanpa diduga, mengingat baru beberapa menit yang lalu hari sangatlah panas.

Cinta membenci hujan. Cinta membenci ingatan yang datang dalam pikirannya ketika hujan turun. Ia, dan sosok yang berjalan-jalan dalam pikirannya.

Beberapa tahun yang lalu, ketika hujan turun ia bertemu dengan seseorang di parkiran kendaraan di rumah sakit. Ia masih sangat muda waktu itu, baru saja lulus dari sekolah keperawatan dan menjadi pengawai baru. Saat itu hujan sangat lebat, dan Cinta baru sadar kalau ia meninggalkan jas hujannya di rumah. Ia menatap motor bututnya, bergantian dengan hujan lebat di depan matanya. Kakinya sudah basah, dan meskipun ia berusaha untuk menyelamatkan celana putihnya, tetap saja ia tidak bisa menghindari percikan air yang deras sekali saat itu.

Lalu, seseorang berjalan ke arahnya dari arah bangsal perawatan. Awalnya ia tidak mempedulikannya, tapi semakin ke sini, ia tidak bisa hanya diam saja tanpa memperhatikan. Orang yang berjalan ke arahnya berjalan dengan sangat perlahan ke arah parkiran kendaraan. Orang ini nampak menikmati hujan.

Ia menggunakan kemeja berkerah, kotak-kotak dan berwarna biru. Wajahnya nampak lelah, tapi ada sedikit senyum tipis di wajahnya. Senyum itu manis sekali. Cinta memperhatikan dan mengingat, tidak ada seseorang seperti itu yang pernah ditemuinya di rumah sakit. Ia perlu mengeceknya nanti.

“Hujannya lebat juga ya ?” Tanya sosok ini. Ia ternyata jauh lebih tinggi dari yang Cinta lihat.

“E…ia” jawab Cinta dengan terbata-bata. Itu adalah pertemuan pertama keduanya. Lalu hujan yang lebat dan semakin lebat itu menuliskan cerita yang sampai hari ini tidak dapat Cinta lupakan.

Cinta meningat pertemuan itu, dan itu adalah penyesalan pertamanya.

Pikiran Cinta kembali ke masa sekarang, hujan nampaknya sudah berhenti. Cinta sempat berpikir, apakah pada saat ini ada rubah jadi-jadian yang sedang menangis, seperti cerita “Fox rain”. Tapi, ia tangkis pemikiran demikian.

Ia membuka maskernya dan menyeruput air minum dari gelas sambil tetap memandang ke luar jendela. Ia melihat jam. Sebentar lagi.

Lalu, dari arah resepsionis sosok yang tidak asing menuju mejanya, itu Kevin.

Cinta tersenyum, dan Kevin membuka maskernya. Cinta dapat melihat lesung pipit yang tersembunyi dari dunia karena masker yang Kevin kenakan. Lesung pipit itu menghangatkan hati.

Cinta berpikir, ia mungkin akan baik-baik saja setelah ini. Ya, ia akan baik-baik saja.

….

PS.

Tulisan ini adalah sambungan dari tulisan yang berjudul, “Pandemi, Cinta dan Alat Pelindung Diri” yang saya tulis di Blog Ikatan Kata.

Catatan di balik layar:

Rasanya sudah sangat lama saya tidak menulis dan menerbitkan tulisan secara teratur di blog ini. Saya terlalu sibuk dengan urusan orang lain, dan saya melupakan hal terpenting yang harus saya urus juga, yaitu diri saya sendiri. Seperti banyak tulisan yang saya terbitkan, saya selalu menyelipkan pesan ini, “taking care of yourself” juga sama pentingnya dengan merawat orang lain. So, tulisan kali ini adalah persembahan dan juga permintaan maaf karena terlalu sering abai dengan diri saya sendiri.

Tulisan ini lahir dari lagu versi demo milik Taeyeon yang berjudul, “Fine”.

Saya adalah penikmat lagu-lagu milik Taeyeon, dan lagunya yang berjudul “Fine” masuk ke dalam list favourite dalam akun spotify saya. Tidak sengaja, sambil browsing di Youtube, saya menemukan lagu ini. Sesuai dengan yang saya harapkan, lagu ini membawa pesan yang menyentuh untuk saya. Pikiran saya lalu mengembara dalam fantasi-fantasi yang selanjutnya menggerakkan jari-jari ini untuk menulis sesuatu.

Ini memang bukan yang pertama kalinya, dan juga bukan yang terakhir. Lebih penting lagi, saya menikmatinya. Saya menikmati proses pertemuan dengan lagu ini, menikmati setiap nadanya dan bahkan proses melahirkan tulisan sederhana ini. Saya menyelipkan pesan, “Bagaimana kabarmu, para pembaca sekalian” dalam tulisan ini.

Sama seperti sebelumnya, dan selalu, saya selalu berharap yang terbaik untuk kalian semua. Mungkin bukan kebetulan kita bertemu dalam tulisan ini, dan saya sangat berharap kebahagiaan dan kesuksesan untuk semua.

Salam hangat dari saya.

Iklan

3 pemikiran pada “Semuanya (Akan) Baik-baik Saja

  1. 1. Tadinya saya bingung, kenapa Cinta dipanggil “Cil” oleh supir mobil (taxi daring) dan juga pramusaji restoran? Setelah membaca keterangan lokasi kota, ternyata Banjarmasin. Pasti panggilan ini adalah “Acil” (bibi/tante) dalam bahasa Banjar; memori otak saya langsung menuju bilik kota Banjarmasin yang pernah saya telusuri 4 tahun lalu 🙂

    2. Cerita tentang tokoh Cinta ini menurut saya seperti cerita fantasi penulis, dan mungkin saja Cinta adalah si penulis sendiri 🙂

    Jujur, saya belum membaca tulisan sebelumnya ” “Pandemi, Cinta dan Alat Pelindung Diri”

    Disukai oleh 1 orang

  2. Hi, Mas!
    1. Semoga pandemi ini bisa terkendali, jadi nanti bisa jalan-jalna ke Banjarmasin lagi. Aminnn. Ia, ini sengaja setting cerita di kota sendiri haa. Kearifan lokal maksudnya wkwkkw

    2. Ia, ini cerita fantasi yang saya buat sendiri. Wah, sayang sekali kalau mengecewakan, sayang sekali ini bukan saya haaa. Saya harap, di kehidupan lain itu saya haha

    Judul cerita, “Pandemi, Cinta dan Alat Pelindung Diri”, itu adalah cerita yang ditulis atas permintaan komunitas Ikatan kata. Setiap waktu, ada tantangan menulis, dan salah satu tantangan menulis waktu itu, ada hubungannya dengan berita yang kita baca di media. Tulisan ini adalah sisi lain dari cerita dengan judul yang sudah disebutkan ini haa. Klise banget! tapi, saya sudah sangat berusaha berimajinasi, dan boom! jadi! haa

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s