Ketika kamu ingin tahu banyak hal tentang hidup, baca buku ini! (Sebuah catatan tentang buku “What I know for sure” karya Oprah Winfrey)


Seperti kebanyakan nasip buku-buku yang saya lahap sebelumnya, buku “What I know for Sure” buah tangan Oprah Winfrey ini secara tidak sengaja saya temukan ketika iseng-iseng mencari bahan bacaan bagus di internet. Semakin ke sini, saya semakin yakin bahwa menemukan buku bagus untuk dilahap itu  seperti bermain, “jodoh-jodohan”. Kalau jodoh, akan menemukan buku yang bagus, kalau tidak maka akan berakhir pada menemukan buku yang tidak pernah luput untuk dikonsumsi.

Kesan pertama ketika menemukan buku ini adalah, “Wow, bukunya tipis! Saya akan bisa menyelesaikan buku ini dalam waktu yang singkat!”. Antusias dan sangat yakin dapat menyelesaikan buku ini sampai selesai dalam waktu yang sangat-sangat singkat. Tapi, setelah menyelesaikan tulisan ini saya sadar bahwa saya hampir menyelesaikan satu bulan untuk membaca dan mendalami isi buku ini. Miris. Tapi, ini tentu saja bukan pertanda yang buruk. Ini adalah pertanda baik yang menunjukkan bahwa buku ini benar-benar berkualitas dan layak untuk diberikan waktu untuk menyantapnya sampai habis.

Benar, buku ini adalah buku yang saya golongkan ke dalam buku yang powerful dan memiliki kekuatan untuk mengubah pribadi seseorang. Buku ini membuat saya berpikir, dan banyak kali harus menyusun kembali apapun yang saya percayai selama ini. Kalau dipikir-pikir, kebanyakan buku yang saya konsumsi memang memiliki kekuatan yang serupa. Sesuai dengan keinginan saya. Saya ingin menjadikan buku sebagai sarana untuk menjadikan diri saya menjadi pribadi yang lebih baik lagi.  

Buku ini menariknya terdiri atas delapan bab. Delapan sendiri adalah angka yang merupakan symbol dari “terus menerus tanpa putus” atau infinity. Saya yakin bahwa penulis memang secara sengaja memutuskan untuk mengisi buku ini hanya dengan delapan bab, dan menunjukkan pesan bahwa apapun yang ditulis di dalam buku ini adalah “sebuah proses yang akan berjalan terus menerus selama hidup manusia; selama hidup pembacanya”. Menarik.

Sebelumnya, saya memang secara sengaja menyinggung mengenai buku ini di tulisan saya yang berjudul “Wanita Berkemeja Biru, Taman dan Pikiran-pikirannya” (Bagi yang belum sempat membaca tulisan ini, yuk silakan dibaca).Memang, ketika saya menulis tentang tokoh wanita berkemeja biru dalam tulisan, saya pun sedang membaca (kembali) setiap lembar dari buku karya Oprah Winfrey ini.

Buku ini menjadi sangat terkenal, saya rasa bukan hanya karena isinya, tapi juga karena siapa yang menulisnya. Oprah Winfrey, legenda pertelevisian Amerika Serikat dan juga adalah seorang pewawancara yang ulung. Memang sudah lama saya penasaran dengan isi pikirannya, terutama “Bagaimana ia bisa memikirkan hal demikian?”, “Bagaimana ia bisa mewawancarai seseorang sampai seseorang tersebut tidak merasa sedang di wawancarai?”. Saya mengerti bahwa keterampilan untuk mewawancara ini lahir dari kemampuan untuk mengenal diri sendiri secara dalam dan benar. Ketika saya membaca buku ini, sedikit-banyak pertanyaan saya tentang Oprah Winfrey dapat terjawab. Parahnya, saya bahkan mengidentifikasi diri sendiri sebagai pemilik jiwa yang sama sepertinya. Sama dalam level mellow.

Buku ini ditulis dengan gaya bercerita yang ringan, dan sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Tidak semua bagian/bab dalam buku ini yang akan saya tuliskan di sini. Saya hanya menuliskan beberapa hal yang saya anggap penting dan menarik secara personal. Lainnya, silakan untuk membaca secara langsung dari buku ini.

Buku ini terdiri atas delapan bagian. Mereka adalah, joy, resilience, connection, gratitude, possibility, awe, clarity, dan power. Untuk saat ini, saya akan menulis tentang power, resilience dan connection.

Power.

Power atau kekuatan adalah bagian terakhir dari buku ini. Saya memiliki alasan khusus mengapa saya memilih bagian ini untuk menjadi bagian yang ingin saya bagikan. Pada saat menulis tulisan ini, saya sedang dilanda keadaan lelah yang hebat. Saya bahkan tidak mengerti mengapa saya bisa se-lelah ini.

Saya mungkin saja menyangkal rasa lelah yang saya rasakan. Saya mungkin tidak percaya bahwa saya merasakan kelelahan karena apapun yang saya kerjakan atau yang saya kerjakan selama ini, atau sepanjang hari ini. Ketika saya pulang ke rumah, saya kerap bertanya seperti ini, “Apa yang sudah saya kerjakan? Mengapa saya bisa selelah ini?.” Lalu, saya dihadapkan pada jawaban seperti ini, “Tidak. Kamu tidak melakukan apa-apa hari ini, dan tidak ada yang membuatmu pantas untuk merasakan rasa lelah.”.

Power, dalam buku ini membuat saya bertanya, “Apa yang membuat seseorang menjadi kuat untuk menjalani hari-harinya?”, “Apa yang membuat seseorang dapat bertahan, meskipun dihantam oleh berbagai masalah-masalah yang berat?”. Saya sangat berharap agar tulisan dalam bab ini dapat membantu saya menemukan jawaban dari rasa penasaran saya ini.

“Kekuatan” yang dideskripsikan dalam bab ini, berbeda dari yang saya harapkan. Tidak khusus atau menjurus pada satu definisi saja. Pembaca, atau saya di sini harus menemukan definisi saya sendiri dan diajak untuk mencari definisi “kekuatan bagi saya sendiri”.

Saya sangat berharap dapat menulis buku se-powerful ini kelak!

Kekuatan terletak pada pendidikan, atau pendidikan adalah kekuatan. Saya tidak tahu denganmu para pembaca yang budiman, tapi saya masih belum bisa mencerna dengan benar istilah yang mengatakan bahwa “Pendidikan adalah kekuatan” atau “Education is power!”. Dalam pengalaman hidup saya, pendidikan memang adalah kekuatan, adalah kesempatan, adalah hal yang bisa dibanggakan, tapi pendidikan juga adalah beban. Ketika kamu muncul sebagai orang yang “bisa” dan “paham”, kamu diberi tanggung jawab langsung untuk mengerjakan apa yang kamu pikir dapat kamu pahami dan kamu kuasai. Saya sendiri sering kali berakhir dengan keadaan seperti ini. Saya kadang sering berakhir pada keadaan dipaksa untuk mengerjakan atau menyelesaikan tugas diluar kehendak dan bahkan kemampuan saya. Pada saat saya tidak bisa menolak, maka inilah yang saya kerjakan, saya akan menganggap bahwa apapun yang ada di hadapan saya adalah “kesempatan untuk belajar”. Begitulah cara saya bertahan. Begitulah cara saya untuk mengakali ketidakmampuan saya, dan menerima dengan tabah apapun yang dilemparkan ke hadapan muka saya.

Kekuatan, identik dengan energi yang besar. Hal pertama yang mungkin bisa kita pikirkan adalah, kekuatan “otot”. Semakin besar otot, maka semakin besarlah kekuatan tersebut. Tapi, kekuatan itu bukanlah soal otot saja. Kekuatan itu adalah energi, dan itu juga adalah kemampuan untuk melihat dan menemukan energi yang dapat “mengubah” sesuatu menjadi sesuatu. Kekuatan itu bahkan dapat ditemukan pada keadaan lemah, tidak beruntung dan menyakitkan.

Pada saat saya membaca mengenai, “menarik kekuatan dari keadaan yang lemah, tidak beruntung dan menyakitkan”, jujur saja saya langsung terpikir oleh sosok Sang Guru yang 2000an tahun silam menyerahkan kemuliaannya pada manusia. Kekuatan itu tidak dapat diukur dari status, atau jabatan. Kekuatan itu adalah pilihan.

Saya ingat cerita Victor Frankl pada saat ia berada di camp pengungsian pada masa perang dunia II. Pada saat itu, dalam segela keterbatasannya, ia belajar untuk memiliki dan menarik kekuatan dari keadaan yang sangat tidak menguntungkan tersebut. Ia belajar untuk melihat bahwa kekuatan itu juga adalah kemampuan manusia untuk membuat pilihan untuk hidupnya sendiri. Kekuatan itu bahkan dapat hadir pada saat yang sangat tidak diduga-duga, dan bahkan pada keadaan yang paling malang sekalipun.

Ketika kita dihadapkan pada keadaan ketika ada orang yang menindas dan membuat kita menderita, kita mungkin dapat berpikir seperti ini, “Ow, orang ini tidak memiliki kekuatan sama sekali. Hal inilah yang mendorongnya untuk mencari pengakuan, atau bahkan kekuatan dari orang yang lain yang ia anggap lemah”. Pada orang-orang ini, rasa “kasihan” itu perlu diletakkan. Mereka mungkin berpikir bahwa mereka memiliki kuasa atau bahkan kekuatan untuk “menindas” atau mengerdilkan orang lain. Tapi, jauh ke dalam sana, mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki apa-apa, bahkan tidak memiliki kekuatan untuk memilih apa yang terbaik untuk diri mereka sendiri. Mereka hanya mengikuti mode “autopilot” yang sudah dirancang oleh nenek moyangnya dari zaman manusia purba dahulu kala. Otomatis merespon.

Lalu, ketika kita berada dalam keadaan powerless atau bahkan merasa tidak memiliki kekuatan sama sekali, “Apa yang harus kita lakukan?”. Do your best! Lakukan yang terbaik yang bisa kamu lakukan untuk melangkah maju dan tidak berhenti.

Resilience.

Masalah-masalah hidup datang silih berganti. Selama manusia hidup, masalah akan ada dan hadir. Masalah itu sebaiknya tidak disingkirkan, tapi dihadapi dan diakali. Lalu dipelajari. Manusia bertumbuh dan bertahan di dunia ini dengan menjalani proses yang tiada akhir dari penemuan masalah, memecahkan masalah dan belajar darinya.

Buku ini kembali mengingatkan saya akan cara pandang yang berbeda ketika berhadapan dengan masalah, dan saya pun berproses untuk melaluinya. Seperti pada hari itu.

Pagi itu, pada sela-sela pekerjaan saya. Saya berpikir akan diri saya sendiri. Saya melihat diri saya sebagai pribadi yang sangat menyedihkan dengan segala masalah yang belum saya selesaikan. Kesadaran ini datang bersamaan dengan pemikiran saya akan “membiarkan semuanya berproses” sebagaimana mestinya. Saya tertekan, tapi saya pun berusaha untuk membuat diri saya kuat menahan semua dan bahkan apapun yang terjadi pada saya. Ini adalah yang saya sebut menyedihkan.

Kenal apa itu burnout syndrome?. Belum lama ini saya mendedikasikan sedikit waktu saya untuk menggali tentang burnout syndrome, dan menyakinkan diri saya, bahwa ya!, Saya sepertinya sudah terlalu lama berada dalam keadaan ini.

Catatan yang ditulis oleh Christina Maslach and Michael P. Leiter (2016) tentang “Understanding the Burnout experience: recent research and its implications for psychiatry” membuat saya semakin yakin dengan apa yang saya rasakan pada saat ini. Tubuh saya, diri saya sendiri berada dalam keadaan distress yang cukup lama, dan parahnya adalah tanpa perhatian!. Artikel ini mengenalkan saya akan konsep “engagement”, dan bagaimana saya dalam melihat ke dalam diri, bahwa saya adalah orang yang semakin jauh dari pekerjaan saya. Saya semakin jauh dengan pekerjaan saya, dan lingkungan pekerjaan saya ‘suck’!.

Penelitian yang dilakukan oleh Dall’Ora, Ball, Reinius dan Griffiths (2020) tentang “Burnout in Nursing: A theoretical review” menguatkan apa yang saya rasakan pada saat ini. Keadaan seperti pekerjaan yang banyak (high workload), jumlah staff yang terbatas (Low Staffing levels), jam kerja yang panjang (Long shifts), dan kontrol yang rendah (Low control) akan semakin memperburuk apapun yang saya kerjakan atau apapun yang saya temukan. (Artikel ini sangat menarik untuk saya gali karena, dalam website jurnal-nya, terdapat review reports yang membuat artikel ini semakin menakjubkan! Saya bermimpi untuk dapat melibatkan diri saya dalam proses penerbitkan artikel yang sangat menarik seperti ini)

Ketika saya berada dalam keadaan stress berat, saya kadang menjadi lebih sensitif dan menilai sekeliling saya dengan penuh kepekaan. Saya menilai orang-orang di sekeliling saya, dan selanjutnya membandingkan keadaan dalam diri saya. Hal ini pun terjadi pada pagi itu. Ketika saya mendengarkan teman saya berkeluh kesah tentang masalah yang ia hadapi, muncul kesadaran seperti ini, kita memang hanya perlu didengarkan. Itu saja.

Lebih lanjut, Alkadash, Bo, Besher, Almaari dan Al-Absy (2020) menulis sesuatu yang menarik dengan judul “Conceptual Framework on Job Burnout of the Employees and Its Correlative Factors in China During Covid-19”. Meskipun artikel ini dicetak dengan judul yang ada “typo”-nya, tapi artikel ini sangatlah menarik untuk dibaca. Terutama pada bagian “kesimpulan”. Untuk dapat menghadapi masalah yang saya miliki, saya mungkin bisa fokus pada beberapa hal penting seperti, 1) memahami diri saya sendiri, dan menempatkan diri saya pada tempat yang baik tanpa melupakan apa tujuan saya, 2) meningkatkan kemampuan koping personal, dan yang terakhir adalah 3) Memiliki “balance mind”. Balance mind ini adalah sesuatu yang sangat menarik, karena untuk mencapai balance mind, saya harus bisa menyeimbangkan antara “Body, Family, Work and Thought”. Saya sangat mendorong pembaca blog ini untuk mampir dan membaca artikel yang bersangkutan. Menarik.

Buku ini membawa saya untuk melihat kembali pada kekuatan dari dalam diri saya sendiri,

“You must be fearless enough to give yourself the love you did not received.”. Banyak kali masalah lahir dan timbul karena satu masalah ini, kurang cinta untuk diri kita sendiri. Kita memberikan banyak cinta pada orang lain, tapi mengabaikan cinta untuk diri sendiri. Sekali lagi, menyedihkan.

Untuk alasan inilah mengapa memberikan waktu untuk diri sendiri, untuk membuka diri untuk mencintai diri sendiri, adalah cara yang sangat ampuh dan sangat dianjurkan untuk memulai proses penyelesaikan masalah.

Selanjutnya adalah, “You just stand!”, jangan diam saja, berdiri dan melangkah lagi! Tidak ada hal lain yang dapat dilakukan selain itu, berdiri dan melangkah lagi. Hadapi setiap masalah dengan penuh semangat, terutama untuk dapat belajar dari setiap prosesnya.

Terakhir, dan yang terpenting adalah ini, berpikir bahwa “Apa pelajaran yang ditunjukkan kepada saya melalui proses atau keadaan ini?”. Temukan, “Blessing in disguise” dari semua proses jatuh bangun yang tidak ada habisnya ini.

Connection.

Connection atau hubungan, atau koneksi yang terjalin antara satu orang dengan orang lain, atau satu individu dengan individu yang lain adalah hal yang sangat menarik dan tidak putus-putus saya jelaskan dalam blog ini. Koneksi yang dijelaskan dalam buku ini, memberikan pesan yang sama. Jalin hubungan dengan dirimu sendiri, itu hukum yang pertama. Jika jalinan yang kamu jalani dengan dirimu sendiri kuat, maka hubunganmu dengan orang lain pun akan kuat dan baik.

Hubungan yang kamu jalin dengan orang lain dapat berarti dua hal. Pertama mendukungmu menjalankan kehidupanmu sehari-hari, dan yang kedua adalah menjatuhkanmu dan membuatmu menjadi buruk. Hubungan yang dijalin dengan orang lain, dapat menyelamatkan mereka yang menderita dan kesepian. Tapi, hubungan ini pun dapat merusak dan menghancurkan individu yang sama. Untuk alasan inilah, maka gunakan dengan sebaik-baiknya anugerah hubungan ini.

Koneksi itu terjalin dalam banyak bentuk, seperti persahabatan, persaudaraan atau bahkan hubungan percintaan. Hal terpenting yang perlu dipahami di sini adalah, tidak perlu mencari cinta atau (kebanyakan adalah pengakuan) hubungan dengan atau satu individu saja. Buku ini menegaskan,

“Love is all around, it’s possible to love and be loved, no matter when you are.”

Koneksi dan hubungan dengan orang lain atau bahkan individu lain itu dapat ditemukan dari banyak sekali sumber. Cinta itu ada di mana-mana. Hal yang kita butuhkan adalah waktu untuk melihat ke dalam, ke sekeliling kita dan menemukan cinta di sana.

Terakhir, cinta itu adalah bukti keberadaan Sang Pencipta. Jika kita menemukan cinta, pada saat itulah kita akan bertemu dan menemukan Tuhan.

Kesimpulan.

Apapun yang tertulis dalam buku ini sifatnya sangatnya “mudah” untuk diucapkan. Tapi, pada kenyataannya tidak demikian. Oleh karena itu mengapa masing-masing orang diserahkan pilihan dan juga kesempatan untuk menyesuaikan diri, sesuai dengan “nyamannya”.

Buku ini memberi saya pesan yang sama, “Menjadikan manusia sebagai makhluk ilahi”. Keberadaan saya sebagai manusia pada saat ini belumlah cukup. Saya perlu dan nampaknya harus meningkatkan keterampilan saya untuk hidup di dunia ini. Saya harus terus menyesuaikan diri agar dapat ‘fit’ dengan keadaan dunia pada saat ini. Bertahan dan hidup.

Pesan sponsor.

Buku apa lagi yang harus saya baca? Tuliskan jawabanmu di kolom komentar.

As always, salam hangat dari saya.

Iklan

Satu pemikiran pada “Ketika kamu ingin tahu banyak hal tentang hidup, baca buku ini! (Sebuah catatan tentang buku “What I know for sure” karya Oprah Winfrey)

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s