Konselor Terbaik itu Sudah Pergi.


Saat itu, pembekalan untuk Mahasiswa/i baru. Saya dan teman-teman diminta untuk menuliskan deskripsi diri dengan mengumpamakan diri kami sebagai tumbuhan. Saya, dengan segala kekerasan hati menulis “pohon bambu.”
Pertemuan itu ditutup dengan kegiatan hipnosis diri, yang membuat lebih dari separuh ruangan meneteskan air mata. Itu pertemuan pertama kami.

Pertemuan pertama itu menyisakan kesan yang baik. Pemandu acara kami tahu apa yang ia lakukan. Ia sudah berhasil merebut hati kami. Ia menumbuhkan kami harapan bahwa sekolah ini, dapat mengubah kami menjadi orang yang baik.

Beberapa tahun kemudian, pada saat acara Yudisium. Catatan-catatan pada pertemuan pertama kami ditampilkan kembali. Ekpresi tidak percaya menghiasi wajah kami. Kami mungkin sudah banyak lupa dengan diri kami yang dulu, sebelum kami dibina dan dibentuk di sekolah ini. Kami sudah jauh lebih baik, dan menjadi pribadi yang lebih baik dari yang kami harapkan.

Ruang kelas saat itu ramai. Kami bersiap untuk belajar mata ajar yang mendengarnya saja sudah membuat pusing. Farmakologi dalam Keperawatan (Pharmacology in Nursing). Beliau hadir dan mengajar kami selama satu semester.

Saya masih sangat ingat dengan topik mengenai metabolisme obat dalam tubuh. Bagaimana obat masuk ke dalam tubuh dan diproses sampai habis.

Proses. Itu yang ditekankan dalam pelajaran tersebut. Bahwa, segala sesuatu membutuhkan proses, dan tiada yang sia-sia. Bahwa proses membutuhkan kesabaran dan ketabahan. Bahwa proses adalah kunci untuk memahami hasil. Bahwa hasil adalah hanya sebuah bonus.

Itu pertemuan kami untuk kesekian kalinya, dan kami sudah menjadi sangat biasa dengan pertemuan-pertemuan lainnya.

Sore itu. Saya dan beberapa orang teman, memutuskan untuk bercerita mengenai apa yang kami risaukan. Pada saat itu, saya menyadari bahwa pembimbing atau counselor itu sungguh sangat penting.

Pada saat itu, lahir nasihat yang keluar seperti ini,

“Kalau tantangan semakin besar, maka doa pun harus lebih kuat didaraskan”

Ya, tantangan dan doa. Semakin dalam permasalahan yang kita lalui, maka doa pun harus semakin kuat mengimbangi masalah ini. Ini adalah nasihat terbaik yang saya dapatkan waktu masih pendidikan sarjana keperawatan waktu itu.

Ketika masalah tiba, dan beban semakin berat. Kita membutuhkan ruang tenang yang dalam, yang mempertahankan diri kita untuk dapat menghadapi dan menyelesaikan tantangan. Ketenangan itu hanya dapat ditemukan dalam doa.

Sampai saat ini, ketika saya berhadapan dengan masalah yang berat. Masalah yang tidak bisa saya selesaikan sendiri, saya kembali teringat dengan perkataan ini, “Berdoa. ” Saya mempraktikkannya dan kembali menemukan jalan saya untuk terus berjuang sampai akhir, sampai selesai. Benar-benar selesai.

Setiap kali saya pulang, pertanyaan ini selalu menyambut saya.

“Bagaimana, Maria?”

Pertanyaan ini ditujukan untuk melihat, sudah sampai mana proses yang saya jalani. Sudah sampai di mana pertumbuhan dan perkembangan saya.

Saya selalu mengeluh. Saya mengeluh karena keadaan, dan karena kondisi saya juga. Saya mengeluh karena rasa sakit yang saya alami, yang seakan menghimpit saya sampai saya tidak dapat bernapas. Saya terluka karena merasa berputar-putar di satu tempat saja. Tidak bisa lepas dan tidak bisa bebas.

Ketika pertanyaan itu diberikan kepada saya, saya diberi kesempatan untuk melihat kembali ke dalam diri. Melihat apa yang sudah saya lakukan, melihat apa yang sudah saya usahakan dan berserah kepada Tuhan. Saya diminta untuk menghargai setiap proses yang sudah saya jalani, yang mungkin sangat berbeda dengan kebanyakan orang, dan menyerahkan semua yang tidak bisa kontrol pada Tuhan. Ya, kepada Tuhan yang berkuasa jauh di atas saya sebagai manusia.

Sekarang, pertanyaan seperti ini tidak bisa saya dengar lagi. Suara lirih nan tegas itu sudah hilang bersama doa-doa kami sore itu.

Sejak Beliau pertama kali dikabarkan sakit, saya sudah tahu ceritanya. Tapi, saya hanyalah orang yang tidak bisa apa-apa. Bahkan, ketika beliau dirawat di rumah sakit, dan mendapatkan diagnosis dokter yang menyahat hati, saya sudah tahu. Saya tahu bahwa prognosis penyakit ini akan sangat buruk dan saya harus selalu bersiap-siap.

Saya kembali tidak dapat melakukan apa-apa. Saya dibatasi oleh peraturan yang tidak penting, dan lagi, kesibukan untuk mengurus urusan lainnya. Ini mungkin adalah penyesalan saya.

Terakhir, Beliau meminta nomor saya dan berkeinginan untuk berbicara. Saya sudah takut duluan, karena saat itu saya sungguh tidak siap dengan tambahan pekerjaan lain lagi. Ini juga adalah penyesalan yang akan menghantui saya seumur hidup.

Kini, Beliau sudah pergi, dan saya serta banyak orang lainnya dihantui oleh banyak penyesalan dan juga duka. Kami bertarung dengan diri sendiri untuk memaksa diri memahami kehendak Tuhan, yang katanya jauh lebih sempurna dibandingkan rencana dan rancangan kami.

Kami, dan keterikatan kami yang sangat fana ini. Keterikatan akan ikatan persaudaraan dan cinta kasih.

Selamat jalan, Suster. Selamat menempuh perjalanan menuju keabadian, dan bertemu dengan kekasih jiwamu. Terima kasih karena sudah meninggalkan banyak sekali warisan baik yang siap kami lanjutkan. Jadilah pendoa bagi kami dari Surga.

Warisan yang Beliau tinggalkan sangatlah banyak. Teladan hidup yang luar biasa, adalah pelajaran yang tidak akan pernah habis untuk direnungkan.

Suatu saat di dunia ini, Beliau pernah hidup dan tinggal. Beliau sudah menyentuh hati banyak orang, dan itu adalah kenangan yang tidak akan pernah bisa dilupakan. Kenangan, yang juga adalah warisan itu akan terus hidup di dalam diri setiap orang yang pernah tersentuh oleh kebesaran hati beliau.

Selamat jalan, Sr. Reli Lidia Senina, SPC. Seorang guru, konselor, dan sahabat bagi banyak orang.

Suster, doakan kami semua dari sana. Doakan kami untuk tidak pernah berhenti berdoa, bahkan dalam keadaan atau situasi yang paling sulit sekalipun. Doakan kami agar dapat melihat mutiara kasih Tuhan dari hal-hal yang kecil dan sederhana, dan bahwa tiada yang sia-sia di mata Tuhan.

Sampai berjumpa lagi, Suster.

Pemakaman Sr. Reli Lidia Senina, SPC. Banjarmasin, 22 September 2021 di Taman Makam St. Yosep Landasan Ulin Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Banjarmasin, 22 September 2021.

Taman Makan St. Yosep Landasan Ulin, Kalimantan Selatan.

Muridmu, Ayu.

4 pemikiran pada “Konselor Terbaik itu Sudah Pergi.

  1. Terima kasih banyak, Kak.

    Saya masih rajin belajar untuk meningkatkan keterampilan menulis, Kak. Tulisan saya juga kebanyakan berisi curhatan semua wkwkwk

    Suka

Tinggalkan komentar