30.


Hari itu, sembilan oktober tahun 2021. Setelah makan siang, saya memutuskan untuk beristirahat sejenak di kantin. Hari itu adalah akhir pekan, tidak banyak orang yang berlalu-lalang. Banyak pekerja yang memutuskan untuk beristirahat atau berkumpul bersama keluarga mereka. Sedangkan yang tersisa adalah mereka yang memang memiliki jadwal bekerja pada saat itu, atau yang memang sengaja mengambil jadwal libur. Saya? saya tidak menggolongkan diri ke dalam kelompok mana pun. Saya memiliki jadwal bekerja sendiri, dan jadwal tersebut adalah setiap waktu.

Pekerjaan saya, membuat saya harus pintar-pintar mengatur waktu untuk beristirahat. Untuk alasan ini pula, saya memilih hari itu, hari sabtu untuk mengistirahatkan diri di sela-sela jam makan siang. Pada saat itu, ide biasanya mengalir dengan lancar, dan tangan saya tidak berhenti untuk memindahkan apa yang saya pikirkan atau rasakan ke dalam kertas.

Pikiran saya, terisi dengan perasaan hopeless. Itu adalah pikiran dan juga perasaan yang muncul ke permukaan, yang juga menguasai pada saat saya menuliskan tulisan ini.

Saya merasa seperti Hawa, sesaat setelah Ia memakan buah pengetahuan. Menyadari ketidaktahuannya, lalu merasa hampa pada saat itu juga. Menyadari bahwa Ia sudah melakukan kesalahan, dan ingin segera menutupi diri karena kesadarannya membuatnya “malu. ”

Saya melihat ke sekeliling, dan pada saat itu kesadaran itu mendatangi saya. Kesadaran bahwa saya tidak bisa melakukan “apa-apa”, sedangkan saya harus melakukan “apa-apa” untuk dapat bertahan dan menyokong orang lain. Saya merasa rapuh dan tidak berdaya. Saya merasa tidak mampu menjalani jalan yang sudah saya pilih pada saat ini. Saya bahkan merasa takut untuk menapaki menit demi menit ke depan. Keragu-raguan itu datang, seperti petir di langit yang berawan.

Saya merasa putus asa, untuk yang kesekian kalinya.

Masih dalam mode reflektif yang sama, pikiran saya kemudian membawa saya pada kemungkinan-kemungkinan lain, yang saya tuliskan dan bagikan di sini. Semoga mereka yang pernah mengalami permasalahan yang sama, dapat memberi saya saran dan nasihat. Semoga mereka yang juga mengalami perjalanan yang sama, dapat belajar dari tulisan receh ini.

Photo by Eric Smart on Pexels.com

10 Oktober dan Naruto.

Dalam sebuah kisah manga terkenal berjudul, Naruto. Tokoh utama yang bernama Naruto Uzumaki lahir pada tanggal ini, 10 Oktober pada tahun yang tidak diketahui (dan sengaja tidak ditulis oleh pengarang manga ini). Kelahirannya dramatis! Tidak hanya menghebohkan, tapi juga menorehkan luka. Pada saat Naruto lahir, banyak jiwa yang harus mengakhiri masa pengembaraannya di dunia manga. Termasuk kedua orang tuanya, yaitu Minato Namikaze dan Kushina Uzumaki. Naruto sendiri adalah nama yang diberikan oleh kedua orang tuanya, karena terinspirasi deri tokoh protagonist novel karangan Jiraiya (Guru Minato dan Kushina). Jiraya selanjutnya menjadi Godfather untuk Naruto, yang pada masa selanjutnya menjadi guru untuk Naruto.

Pada malam kelahiran Naruto, serangan musuh bertopeng yang bernama Tobi membuat semua orang di Desa Konoha kewalahan. Rubah ekor sembilan, atau yang diberi nama Kurama, yang selama ini tersegel di dalam tubuh Kushina berhasil keluar dan mengamuk. Untuk menyelamatkan banyak orang, Minato kemudian harus mengorbankan diri untuk menyegel Kurama dalam diri Naruto yang baru saja lahir. Naasnya, bukan hanya Minato yang harus mengorbankan dirinya, Kushina pun harus mengorbankan diri demi menyelamatkan putera pertama mereka tersebut. Akhirnya, hari lahir Naruto adalah juga hari kematian bagi kedua orang tuanya. Pada hari itu juga, Naruto harus menyandang status sebagai anak yatim piatu.

Kamu bisa membaca kisah hidup Naruto, dari tulisan Borutowiki dengan judul “Naruto Uzumaki.”

Adegan kelahiran dan juga kematian orang tua Naruto ini, adalah adegan yang paling menyentuh saya. Cinta kedua orang tua, nampak jelas sekali tergambar dalam adegan ini. Ketika membaca dan kemudian menonton manga ini, saya sengaja menyempatkan diri untuk merenungkan kisah perjuangan, yang pastinya membuat saya menitikkan air mata.

Saya sungguh belajar banyak dari manga Naruto. Saya tumbuh dalam bayang-bayang manga ini. Pergumulan hidup Naruto, adalah pelajaran berharga, yang tidak saya peroleh di sekolah. Syukurnya, pada saat itu, anime Naruto disiarkan di salah satu televisi swasta, dan saya cukup beruntung untuk dapat menyaksikan anime ini. Sampai saat ini pun, Anime Naruto masih menjadi favorit saya. Pada sela-sela waktu luang, saya akan menyempatkan diri untuk “belajar lagi” tentang pengalaman hidup, dari Anime yang sangat-sangat berkesan ini.

Kisah Naruto ini, memberi saya ide yang menarik tentang misteri kelahiran seorang individu. Saya memilih percaya bahwa, masing-masing individu yang lahir ke dunia ini, lahir dengan cara yang ajaib, dan dalam genggaman mereka tertulis kebebasan untuk menentukan nasip mereka sendiri. Kebebasan itu, ikut berkontribusi terhadap pembangunan dunia dan alam semesta ini.

Bagaimana denganmu?

Photo by Maisa Borges on Pexels.com

10 Oktober dan Hari Kesehatan Jiwa sedunia.

Setiap tanggal 10 Oktober, seluruh dunia diajak untuk merayakan dan ikut berkampanye tentang pentingnya kesehatan mental. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO), dalam website mereka mengkampanyekan “Mental health care for all: Let’s make it a reality”, dan kembali menekankan pentingnya kepedulian dan kepekaan terhadap tanda dan gejala perlunya pelayanan kesehatan mental diberikan kepada individu atau komunitas.

WHO masih menekankan pentingnya, perhatian pada dua masalah utama, yaitu depresi dan kejadian bunuh diri. Kedua masalah ini memang masih menjadi momok, yang nampaknya tidak akan pernah selesai. Depresi, saat ini menjadi masalah yang akan terus membayang-bayangi pertumbuhan manusia, dan bahkan menjadi hantu yang siap dengan segala kejutannya.

Untuk memahami mengenai kampanye, dan juga pesan yang ditawarkan oleh WHO. Saya rasa, akan lebih baik jika teman-teman menyaksikan video Johann Hari mengenai “This could be why you’re depressed or anxious.” Video ini memberikan salah satu solusi untuk dapat memahami, dan juga menawarkan penyembuhan pada mereka yang mengalami depresi dan cemas. Dua masalah, yang juga menjadi topik utama yang harus kembali kita dalami pada perayaan hari kesehatan jiwa dunia pada saat ini.

Selain WHO, World Federation for Mental Health (WFMH) juga mengeluarkan slogan kampanye, yang menjadi slogan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat di Indonesia. Slogan yang diumumkan oleh Presiden WFMH adalah “Mental Health in an Unequal World.”

Pertama kali mendengar slogan ini, saya harus berpikir berulang kali untuk memahami makna dan pesan yang terkandung didalamnya. Saya masih tidak mengerti mengapa, frase “Unequal world” menjadi hal yang diangkat dalam tema perayaan pada tahun ini. Saya sering berpikir bahwa, perhatian pada “perbedaan” hanya akan mengurangi nilai “persamaan. ” Ketika kita sedang berjuang untuk melampaui perbedaan, mengapa kita malah harus melihat kembali dunia dengan menempatkan dinding-dinding perbedaan. Ya, meskipun bukan itu pesan dan makna yang dimaksudkan untuk perayaan pada hari ini.

Silakan merujuk pada tulisan yang berjudul “Mental Health in an Unequal World” untuk memahami lebih jauh mengenai makan dibalik slogan ini.  Lebih penting lagi, silakan unduh materi pembelajaran mengenai perayaan kesehatan jiwa sedunia pada tahun ini pada link “Mental Health in an Unequal World: Together we can make a difference.” Gratis!

Silakan juga untuk membaca WHO Comprehensive Mental Health Action Plan 2013-2021.

Setidaknya, ada beberapa hal penting yang bisa saya petik dari perayaan hari kesehatan jiwa sedunia, yang dirayakan pada tanggal 10 Oktober 2021 ini. Beberapa hal penting tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Pada negara maju (High-income countries), sebanyak 75% penduduknya yang mengalami depresi melaporkan tidak mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa yang adekuat. Sedangkan pada negara berkembang (low-and middle-income countries), lebih dari 75% penduduknya tidak mendapatkan pelayanan kesehatan mental yang mereka butuhkan. Fakta lainnya adalah, hingga saat ini, banyak pemerintahan di dunia, hanya menganggarkan 2% dari pembiayaan kesehatan negara mereka untuk program kesehatan jiwa penduduknya. Belum lagi, ada anggapan bahwa konsultasi untuk masalah kesehatan mental itu, masih dianggap “mahal” bagi banyak orang. Masih tersisa anggapan bahwa, hanya orang kaya saja yang dapat menerima layanan kesehatan jiwa/mental. Ini adalah fakta menarik yang terjadi pada dunia kita pada saat ini.
  2. Pandemi yang terjadi di dunia, sudah menyebabkan peningkatan keluhan psikologis yang angkanya terus meningkat setiap waktu. Kegiatan isolasi yang banyak dilakukan oleh individu, menyebabkan kemunculan masalah psikologis, dalam hal ini adalah masalah kesehatan jiwa (psikososial) seperti depresi dan kecemasan.
  3. Masalah depresi dan kecemasan menjadi masalah yang akan terus ada, dan mewarnai hidup masyarakat ke depan sampai pada masa-masa yang tidak tahu kapan akan berakhir. Masalah depresi dan kecemasan, akan mengawal dan berada berdampingan dengan usaha manusia untuk tumbuh, berkembang dan maju. Selain kedua masalah ini, stigma pun masih menjadi momok yang menekan hidup banyak orang.
  4. Penanganan masalah-masalah kesehatan mental, adalah penanganan yang harus direncanakan untuk masa waktu yang lama. Pada masa-masa ini, bersama pemerintah dan dunia, merencanakan untuk menciptakan dasar yang kuat untuk menciptakan ketahanan jiwa yang kuat bagi bangga dan negaranya. Investasi pada kesehatan mental, adalah investasi jangka panjang.
  5. Penanganan masalah-masalah kesehatan mental haruslah dilakukan secara bersama-sama, dan terorganisir. Kita harus satu Bahasa dalam menyelesaikan masalah-masalah kesehatan mental ini, dan tidak saling mengotak-ngotakkan. Berjalan bersama dan beriringan. Usaha untuk mewujudkan kesehatan mental untuk semua, juga adalah tugas dan tanggung jawab setiap orang. Bukan hanya tanggung jawab Psikiater, Psikolog atau Perawat Kesehatan Jiwa. No! Ini adalah tugas dan tanggung jawab bersama.
  6. Tujuan kita adalah, dimana pun kita berada, dunia ini menjadi tempat yang nyaman dan layak untuk ditinggali. 

Bagaimana pendapatmu tentang hal-hal ini?

Photo by Anna Shvets on Pexels.com

Harapan.

Setalah sehari sebelumnya saya dilanda oleh perasaan yang tidak nyaman dan mengganggu. Saya menenggelamkan diri pada pemikiran saya sendiri. Saya memilih untuk membuka komunikasi dengan Tuhan, Pencipta. Dalam doa sederhana, saya membuka diri pada keterbatasan dan ketidakmampuan yang saya miliki. Ego saya sebagai manusia menolak untuk memohon agar Tuhan mengangkat semua kerapuhan yang saya rasakan. Malah, saya meminta agar Tuhan mengirimkan saya tanda. Kesombongan menguasai hati saya, dan saya mulai berharap agar Tuhan mengirimkan saya tanda bahwa apapun yang saya lalui adalah memang adalah rencanaNya. Lalu, saya meminta agar Tuhan menguatkan tubuh yang rapuh ini, untuk dapat mengemban segala beban dan masalah saat ini, dan yang sudah menunggu saja dengan penuh rasa lapar.

Pada saat yang bersamaan, saya pun diliputi oleh kesadaran bahwa, saya ini bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa. Saya hanya manusia dengan segala kemanusiaannya. Apapun yang terjadi pada saya, memang harus terjadi pada saya. Semua ini adalah bagian dari kehidupan, dan ini adalah hidup. Inilah hidup.

Saya merasa tenang dengan kesadaran ini.

Setelah peristiwa ini, entah bagaimana tanda-tanda yang saya harapkan datang silih berganti. Iman saya mengatakan bahwa ini adalah jawaban yang saya minta. Masih ada harapan, dan Tuhan bekerja dalam diamNya. Saya tidak perlu mengkhawatirkan akan jadi seperti apa, dan bagaimana akhirnya nanti. Saya akhirnya memilih untuk kembali percaya, bahwa proses yang saya tempuh, itulah yang terpenting. Hasil akhir dari proses ini adalah bonus! Sungguh hanya adalah bonus. Hadiah sesungguhnya adalah hidup ini.

Saya menutup tulisan ini dengan memeluk diri saya sendiri, dan mengucapkan terima kasih atas kesediaan dan kesetiaan untuk menjalani hidup ini dengan baik. Sampai pada titik ini. Saya bersyukur atas segala peristiwa ketidakberuntungan, kemalangan, ketidakadilan dan bahkan kegagalan. Melalui peristiwa-peristiwa inilah saya dapat menimba begitu banyak pelajaran kebaikan.

Saya memang bukan Naruto, tapi apapun yang sudah dialami oleh tokoh anime ini dapat saya pelajari, dan gunakan untuk kehidupan saya sehari-hari. Misi saya dalam hidup, menjalankan peran saya sebaik mungkin sebagai perawat kesehatan jiwa, semoga menjadi panggilan yang menyembuhkan bagi dunia. Selamat ulang tahun, Ayu.

Sincerely, Ayu.

Iklan

Satu pemikiran pada “30.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s