Meskipun sudah sering berselancar di dunia maya, saya masih membatasi diri untuk menyelam jauh pada konten-konten hiburan yang bertemakan “Boy Love” atau yang lebih dikenal dengan BL.
Beberapa tahun yang lalu, tepatnya tahun 2017, sebuah film yang disutradarai oleh Luca Guadgnino dengan judul “Call Me by Your Name” sempat menjadi perbincangan hangat di kalangan komunitas LGBTQ+ dan banyak orang lainnya. Film ini diangkat dari sebuah novel yang ditulis oleh seorang penulis berbakat, Andre Aciman dengan judul yang sama.

Call Me by Your Name adalah sebuah film yang bertema BL, mengisahkan keterikatan dan hubungan yang dijalin oleh dua orang anak laki-laki. Keduanya harus berkonflik dengan keadaan atau situasi yang berada di lingkungan tempat tinggal mereka, termasuk keluarga dan budaya, untuk bisa “bersama.” Keadaan atau situasi ini seperti dinding yang menghalangi keinginan mereka untuk menjalin kasih. Kisah keduanya menarik perhatian dari begitu banyak orang yang peduli dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh komunitas LGBTQ+ di dunia.
Sejak saat kemunculan film ini, dan begitu banyaknya diskusi online yang dilakukan oleh banyak orang, saya pun sempat ikut membaca beberapa catatan menarik mengenai film ini. Tapi memang, membaca sambil lalu saja.
Lebih lanjut, rapper yang berasal dari Amerika Serikat, Lil Nas X menerbitkan lagunya dengan judul yang juga terinspirasi dari novel dan film yang sama. Lagu tersebut berjudul “Montero (Call me by your name).” Arti dari lagu milik Lil Nas X ini dapat dilihat pada tulisan Insider dengan judul “Lil Nas X revealed the meaning behind “Montero (Call me by your name)” in a new Youtube Video” Music video milik Lil Nas ini menjadi perdebatan yang luar biasa di dunia maya! Beberapa kali warta berita dari Amerika sana merilis headlines dengan topik yang sama membicarakan mengenai lagu ini (dan tidak ketinggalan kontroversinya).
Lalu kemudian, beberapa hari yang lalu salah satu sahabat saya yang saat ini bekerja sebagai perawat di Inggris mengirimkan saya sebuah rekomendasi drama series yang seperti katanya “menarik” untuk ditonton. Saya pun penasaran, dan langsung membuka link yang Ia kirimkan. Link yang ia kirimkan adalah link untuk drama dengan judul “2gether: The Series (Thai TV series).” Seperti yang sudah saya duga, sahabat saya ini mengirimkan saya drama dengan tema yang sama, BL.
Reaksi saya adalah ter-ke-jut.
Saya seharusnya tidak begitu terkejut, mengingat beberapa tahun yang lalu ketika kami bertemu untuk pertama kalinya di Filipina, Ia dengan sangat terbukanya memperkenalkan diri sebagai seorang “Gay.” Waktu itu, saya tidak bisa menahan reaksi terkejut dan tidak percaya. Itu adalah pertama kalinya saya menemukan seorang dengan terbuka dan terang-terangan mengakui orientasi seksualnya. Saat itu, sahabat saya ini nampaknya sangat mengerti dengan respon terkejutnya saya, apalagi ia tahu bahwa saya berasal dari negara yang masih belum benar-benar terbuka dengan hal-hal seperti ini. Sejak pertemuan pertama tersebut, Ia dengan baik hatinya menuntun saya untuk menerima hal-hal yang waktu itu saya kategorikan “asing.” Lama tidak bersua dan bahkan tidak bertukar kabar, ia ternyata masih ingat dengan reaksi aneh saya ini.
“2gether” adalah sebuah drama yang berasal dari Thailand. Hasil penelusuran saya dari beberapa situs web mengantarkan saya pada kesimpulan bahwa saya sungguh tidak tahu menahu dengan drama ini. Saya tidak tahu bahwa drama ini ternyata sempat menjadi trending di beberapa negara, termasuk Indonesia. Drama ini berhasil menghibur banyak orang selama masa-masa pandemi. I mean, whattt! (Kemana saja saya selama ini?).
Rumah berita besar di tanah air seperti CNN Indonesia bahkan pernah menerbitkan synopsis dari drama series ini. Silakan berkunjung dan membaca selengkapnya tulisan tersebut dengan judul “Sinopsis 2gether, Pacar Bohongan Demi Singkirkan Fan.”
Selanjutnya, berkat sahabat saya, saya pun menonton setiap episode dari drama ini. Reaksi saya ketika menonton drama ini bisa ditebak, saya sudah seperti cacing kepanasan yang hampir setiap scene dalam drama ini teriak-teriak tidak jelas. Saya menyadari dengan sungguh bahwa saya masih saja merasa “asing’ dan masih sangat tidak nyaman dengan cerita yang terkandung dalam drama yang saya tonton ini.
Drama ini, selain memberikan saya begitu banyak catatan yang harus saya renungkan, juga mengantarkan saya untuk menjadi seorang fans bagi Vachirawit Chivaaree atau yang lebih dikenal sebagai Bright Vachirawit/Bright (Saya langsung jatuh cinta ketika melihat melihat matanya. Meskipun Ia ternyata sempat membuat kontroversi yang luar biasa selevel internasional). Beberapa hal yang saya pelajari, dan juga yang sempat saya renungkan dan catat, akan saya bagikan dalam tulisan receh ini.
Tulisan ini adalah tulisan yang sifatnya sangat personal, dan lahir dari pemikiran dan refleksi saya sendiri. Ketika menulis mengenai topik ini, tidak ada pihak-pihak tertentu yang terasosiasi dengan saya, dan saya tidak mewakili siapapun ketika menulis dan menerbitkan tulisan ini. Tulisan ini ditujukan sebagai bahan diskusi dan syukur-syukur untuk tujuan edukasi.
Terima kasih kepada sahabat saya, Lanawati, yang sudah menjadi teman diskusi untuk membangun tulisan ini.
…

Dunia Saat Ini
Drama series 2gether, membuat saya belajar untuk memahami dan mengenali dunia tempat saya tinggal saat ini. Selain dunia yang sehari-hari saya sadari, dan saya jalani, ternyata ada dunia lain. Dunia ini adalah dunia LGBTQ+, khususnya dunia “G.” Dunia, yang didalamnya ada manusia sebagai pemain peran utamanya.
Negara-negara seperti Thailand dan Filipina sudah sangat terbuka dengan diskusi dan bahkan “hubungan” yang dijalin dalam komunitas LGBTQ+. Sedangkan untuk negara kita, kita masih mengupayakan diskusi yang terus menerus mengenai topik ini. Sampai saat ini.
Saya sendiri, beberapa kali pernah menangani kasus-kasus yang terjadi karena status LGBTQ+ yang dialami oleh beberapa orang. Meskipun saya juga masih dalam status giat “belajar untuk memahami” dunia yang masih cukup asing bagi saya sendiri.
Ya, alih-alih menolak atau memasang dinding tinggi-tinggi untuk memutuskan jalan menuju dunia LGBTQ+, saya lebih memilih jalan untuk “memahami.” Alasan saya adalah karena saya bukan satu-satunya manusia yang hidup dan berada di dunia ini. Saya tinggal di dunia yang terdiri dari dunia-dunia mini lainnya, dan adalah sebuah kehormatan bagi saya untuk dapat mengenal dan mempelajari dunia-dunia baru ini.
(Ketika membaca tulisan ini, saya merasa seperti Alien yang bukan berasal dari planet Bumi).
Dukungan Sosial yang Luar Biasa!
Satu hal lagi, yang membuat saya sungguh merasa aneh tapi juga luar biasa adalah dukungan sosial yang menakjubkan dari sahabat dan bahkan keluarga dari dua pemain utama dalam drama series #2gether. Dukungan dari sahabat dan keluarga dalam drama ini memang di-setting demikian oleh pembuat naskah. Tapi tidak hanya itu, dukungan ini pun adalah harapan yang merupakan bagian dari pesan yang sengaja disematkan dalam drama series ini.
Dukungan sosial adalah dukungan yang sangat penting, dan sungguh diharapkan oleh komunitas LGBTQ+. Dukungan ini yang banyak dilaporkan “kurang” dan hampir tidak ada, dan menjadi salah satu sumber masalah yang mengganggu. Dukungan yang dipertontonkan dalam drama ini adalah dukungan yang dapat saya katakan “ideal” bagi sahabat-sahabat yang membutuhkan. Dukungan ini adalah dukungan yang sungguh ingin diwujudkan dalam dunia nyata.
Soal “Batasan normal”
Merefleksikan respon saya yang bagaimana begitu ketika menonton drama series ini, saya menyadari mengenai hal-hal seputar “batasan-batasan” normal dan tidak normal dalam kehidupan kita sehari-hari. Soal normal dan tidak normal adalah memang hal yang sudah menjadi makanan saya sehari-hari, dan dunia LGBTQ+ ini juga seharusnya menjadi bagiannya.
Konsep dan pengertian mengenai normal atau batasan normal yang saya miliki, tertantang karena drama ini. Saya mempertanyakan kembali pertanyaan-pertanyaan ini, “Apakah normal bagi saya?, ” “Apakah normal bagi masyarakat dan komunitas saya?.”
Sepanjang drama ini, saya terus mempertanyakan diri saya sendiri. Banyak jawaban yang lahir dari kepala saya, meskipun belum sepenuhnya “bulat” menyetujui jawaban pastinya. Sama seperti definisi normal dan tidak normal dalam dunia “gangguan kejiwaan”, saya pun berpendapat bahwa ukuran “normal” sangat tergantung dan bergantung oleh banyak faktor. Atau dapat dikatakan sebagai “tergantung ukuran yang dipakai untuk mengukur” keadaan, situasi atau objek.
Sama halnya dengan hal-hal berhubungan dengan BL, ukuran ke-normalan-nya sangat tergantung dengan situasi dan keadaan. Melihat beberapa berita dan catatan-catatan dari internet, saya dapat menyimpulkan bahwa negara asal drama ini begitu sangat terbuka menyambut konsep BL ini. Keluarga dari aktor-aktor yang bermain dalam drama ini dengan sangat terbuka mendukung karir anggota keluarganya yang bermain di drama ini. Belum lagi dukungan dari para fans yang sudah mencapai level “internasional.” It’s huge!
Kalau saya membawa ide dan konsep mengenai hal yang sama ke rumah saya, mungkin reaksinya akan sangat berbeda. Penolakan mungkin adalah respon dan reaksi yang akan banyak muncul. Tapi, sebelum sampai ke titik “menolak,” saya menawarkan konsep “diskusi” dengan tujuan untuk “memahami.” Sungguh tawaran yang gila, tapi masih saya kategorikan manusiawi.
Jalan untuk Memahami
Jalan untuk dengan suka rela memahami dunia BL ini sungguh luar biasa menantang. Saya harus melepaskan label atau ukuran yang selama ini saya miliki, dan benar-benar menjadi orang baru yang ingin belajar dan memahami.
Saya menyadari hal ini ketika saya berusaha memahami perasaan Sarawat terhadap Tine (dua pemain dalam drama 2gether). Ketika saya memasang standar hukum ketertarikan antara pria dan wanita, sulit sekali bagi saya untuk dapat menerima hubungan diantara keduanya (Saya adalah Tine pada masa awal-awal ketika Green mengejar-ngejarnya).
Namun, hal ini tidak berlangsung lama karena saya belajar untuk melepaskan standar atau label yang saya miliki, dan membiarkan diri saya menjadi orang baru di dunia yang baru. Ternyata, tidak sesulit yang saya bayangkan. Kesimpulan saya adalah, manusia adalah manusia dengan segala unsur-unsurnya. Siapapun dia, “hormonal”-nya ada di sana dan memberikan aksi-reaksi.
Hal lain yang saya sadari adalah, dunia BL ini pun masih terus berjuang untuk mendapatkan “penerimaan” dari banyak kalangan. Tidak semua orang dengan tangan terbuka “menerima” dan “mengakui” apalagi “mendukung.” Sebagai manusia, kita memang masih memegang status sebagai makhluk yang memiliki sifat aneh yaitu “mengasingkan” apa yang kita anggap tidak normal, tidak biasa atau yang tidak dapat kita terima.
Melalui drama series ini pun, saya belajar untuk memahami intensi sahabat saya ketika ia membagikan link drama ini. Saya tahu ceritanya, dan bahkan alasan mengapa Ia harus hijrah dari Filipina ke Inggris. Sebuah keputusan yang juga salah satunya dikarenakan dunia yang masih belum menerima sepenuhnya keadaannya. Ia pernah berkata kepada saya bahwa, ia merasa belum menjadi orang yang bebas, yang dapat mempergunakan kebebasannya dengan baik. Ketika menulis tulisan ini, saya pun ikut mendoakannya. Semoga, dan sungguh semoga Ia dapat menemukan apa yang selama ini Ia cari.
…

Bagi Saya,..
Lingkungan saya yang tak jua luas ini, memiliki dan terdiri dari sahabat-sahabat yang merupakan bagian dari komunitas LGBTQ+. Meskipun saya sudah cukup lama dan terbiasa hidup di lingkungan mereka, tetapi masih saja ada rasa “asing”. Selain karena alasan “jarang” membicarakan masalah yang tergolong pribadi atau private, selama ini, saya pun mencoba untuk bersikap professional dengan mereka. Sejauh ini, saya rasa kami masih baik-baik saja.
Beberapa kali, saya pun sempat menjadi tempat konsultasi para sahabat ini. Tentu saja, sebuah kebanggaan bagi saya pribadi. Tapi sekali lagi, I keep it professionally! Not the other way around. Kekurangan dari sikap yang professional ini adalah, saya tidak melibatkan diri secara personal dengan isu-isu ini. Kepekaan saya kadang tidak cukup untuk bisa memahami kehidupan dan pilihan hidup mereka.
Ketika menulis tulisan ini, saya mencapai kesadaran untuk “memahami” lebih dalam lagi jalan dan pilihan hidup sahabat-sahabat saya ini. Tugas saya adalah untuk “memahami.” Lalu, saya ingin menolong mereka untuk mencapai hidup semaksimal dan seutuh yang mereka cita-citakan. Ini mungkin adalah bentuk rasa terima kasih dan syukur karena mereka sudi melibatkan saya dalam perjalanan hidup mereka. Mereka membuat saya bersyukur atas hidup yang luar biasa di planet bumi ini.
Hal-hal yang saya sadari, yang juga adalah bagian dari refleksi saya setiap harinya adalah bekal yang cukup untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dan yang seharusnya untuk pasien-pasien saya.
Baca juga: Membicarakan tentang Sexual Care dan Seksualitas.
…
Well, untuk saat ini, tulisan receh ini saya cukupkan sampai di sini dulu. Bagaimana menurut pendapat teman-teman sekalian?
Good luck!
Next, menulis apa lagi ya?
…
Saya harap, kamu senang dan dapat menemukan apa yang kamu cari ketika berkunjung ke blog ini. Kami juga bisa membantu saya untuk terus menulis dan berkarya, dengan bermurah hati mengunjungi link Saweria #mariafraniayu. Kemurahan hatimu akan sangat membantu saya tetap konsisten menulis dan berbagi dengan banyak orang.
Sudah tahu tentang dunia BL krn dulu rekan2 keranjingan cerita BL. Saya sendiri tidak memahami knp mrk menyukainya.
Membahas ini sangat sensitif, bagi banyak pihak…karena setiap orang punya pilihan serta pedoman hidup yg berbeda2 yg menjadi cara memandang tema ini.
Intinya mari memahami juga batasan masing2..bila saya membatasi diri pada titik tertentu, tegas, berkata jangan tarik saya kesana, bukan berarti tdk berpikiran terbuka, hanya pedoman hidup yg jadi landasan kita berbeda..itu perlu dihormati juga, kadang banyak yg mengaku berpikiran terbuka tdk mau mengerti itu…
SukaDisukai oleh 1 orang
Setuju dengan hal ini, Mbak. Saling menghormati pilihan masing-masing itu juga berarti tahu batasan mana yang “boleh” dan mana yang “tidak boleh.”
Isu ini memang sangat sensitif, dan kalau tidak diperlakukan dengan sebaik-bainya akan menyebabkan ketersinggungan di mana-mana.
Semangat, Mbak!
SukaSuka
Aku malah ga tau kalau ada nama “alternatif”nya boylove. Kalau disini namanya ya gay aja haha.
Kalau disini, Denmark salah satu negara pertama yang mengesahkan civil partnership sesama jenis, dan pernikahan di tahun 2000 an, apalagi sekarang bisa menikah di gereja dst. Buat aku, selama tidak mempengaruhi kehidupan aku, sih aku ngga ada alasan untuk menentang ya. Ngapain? Wong aku ngga dirugikan dalam hal apapun. Lagian mereka bahagia bersama, apa hak kita untuk ngejudge?
Buat aku manis aja sih pasangan kek gini, apalagi klo gandengan tangan di jalan, dan gandengan ini buat mereka hal yang sangat big deal sekali, karena mereka takut banget kalau diteriakin, diludahin bahkan sampe ditonjok orang hanya gara2 gandengan dengan pasangan sesama jenis. Sedih ga sih? Sementara buat kita yang cis / heteroseksual, ga berpikir dua kali soal gandengan dengan pasangan kita.
Ya sekali lagi untungnya Denmark terbuka soal ini.
SukaDisukai oleh 1 orang
Hi, Kak.
Terima kasih sudah mampir dan berbagi kisah. Istilah BL (Boylove) nampaknya sangat familiar ditelinga pencinta dunia hiburan, bisa jadi dalam bentuk cerita atau film/movie. Istilah ini memang seperti “label” untuk memberi beda dengan jenis cerita seputar LGBTQ+ lainnya. Simple-nya sih, Gay aja haaa.
Wah, terima kasih atas cerita dari Denmark ya, Kak. Setiap negera memang memiliki ceritanya masing-masing.
Sangat setuju dengan pendapat kakak, “selama tidak mempengaruhi kehidupan aku, sih aku ngga ada alasan untuk menentang ya.”, dan benar banget, gandengan tangan itu sungguh sesuatu yang “big deal” banget! Waktu di FIlipina, aku melihat kalau banyak diantara pasangan ini yang senang bergandengan tangan atau hanya sekedar merangkul.
Drama yang menjadi inspirasi tulisan ini berasal dari Thailand, dan kondisinya memang buat shock karena jauh sekali dengan kondisi di negara kita. Tapi, menarik banget untuk dijadikan pelajaran dan refleksi. Ternyata, memang ada dunia yang seperti ini.
SukaSuka