Sejak saya mengikuti kegiatan Latihan Rohani Pemula (LRP) yang digagas oleh persekutuan doa dan spiritualitas St. Ignasius, saya begitu penasaran dengan sosok yang menjadi sumber inspirasi dari kongregasi pastor-pastor Jesuit. Ignacio de Loyola. Saya berkeyakinan bahwa, untuk dapat mengubah begitu banyak hidup orang-orang untuk dapat lebih mengenal dan dekat dengan Tuhan, sosok St. Ignasius ini, haruslah sosok yang luar biasa.
Saya akhirnya menemukan sedikit demi sedikit jawaban yang saya inginkan. Seya menemukan jawaban-jawaban serta petunjuk ketika saya memutuskan untuk ikut serta dalam rangkaian kegiatan Caminar Con Inigo (Berjalan bersama Inigo) yang juga digagas oleh kelompok yang sama. Saya dituntun untuk menemukan apa yang saya butuhkan, dan apa yang sungguh menjadi pertanyaan yang selama ini masih bertahan tanpa jawaban.
Sebelum mengikuti rangkaian kegiatan yang diberi nama, Caminar Con Inigo, saya diminta untuk melakukan asessment awal yang bertujuan untuk melihat alasan atau motivasi dibalik keikutertaan saya dalam kegiatan ini. Untuk pertanyaan mengenai, “Apa yang mendorong dan menggerakkan saya mengikuti kegiatan ini?,” saya menulis sebagia berikut:
Sejak saya mengikuti LRP ke-6, saya masih meninggalkan satu pertanyaan dalam diri, yang masih terus menghantui saya sampai saat ini, dan belum juga dapat saya selesaikan. Belum tuntas.
Pada suatu waktu, kesadaran bahwa saya sudah tua atau berumur membuat saya takut dan khawatir. Pada usia seperti ini, “Apa yang sudah saya lakukan?” dan “Apa yang harus saya lakukan untuk menjalani hidup ini?”. Lalu, “Apa yang Tuhan inginkan dari saya ? Apa yang Tuhan inginkan, agar dapat saya lakukan untuk hidup saya ini?”
Saya masih terus bertanya, “Apa yang dapat saya lakukan untuk sisa hidup saya ini ?” “Apakah saya harus dan/atau diminta untuk mengambil jalan radikal dengan membaktikan seluruh hidup saya padaNya?”
Saya memerlukan jawaban. Meskipun memang saya sadari bahwa, jawaban itu sudah ada di sana, tapi saya masih belum memiliki keberanian untuk mengambil keputusan. Saya masih menunggu petunjuk lebih lanjut, dan menyelidiki kehendak Tuhan dalam diri saya, adalah apa yang sungguh sangat saya inginkan dapat saya peroleh dalam perjalanan rohani, Caminar Con Inigo ini.
…
Membaca ulang apa yang sudah saya tulis ini. Memunculkan efek terkejut, juga geli. Saya bisa menulis hal-hal klise seperti ini ya?. Saya hampir tidak percaya!
Melalui tulisan ini, saya menunjukkan bahwa selama ini saya menyimpan dambaan seperti yang sudah saya tuliskan di sini. Dambaan atau keinginan. Sebuah respon dari keinginan untuk menjalani hidp yang sungguh gila ini!. Menemukan arti dibalik semua kejadian yang saya alami. Mencari jawaban atas “apa,” Mengapa,” dan “Kenapa.” Terlebih lagi adalah pertanyaan, why me, God!
Baca juga: Distres Spiritual
Harapan. Ya, ada harapan juga dalam tulisan yang saya lahirkan ini, dan juga dambaan yang bentuk atau yang wujudnya saya susun ini, yaitu sebuah keinginan untuk melanjutkan dan menjalankan hidup ini sampai selesai. Sampai usai. Sesuai dengan yang Sang Pencipta inginkan. Apakah benar Sang Pencipta memang menginginkna saya melakukan ini? Itu?
…
Sosok menarik Inigo of Loyola
“…Sabda Allah, Putera Allah yang Tunggal,
ajarilah agar aku memiliki kemurahan hati sejati, agar aku melayani Engkau sepantasnya,
agar aku memberi tanpa menghitung biaya,
agar aku berjuang tanpa memperhatikan luka,
agar aku bekerja tanpa mencari istirahat,
agar aku mengorbankan diri tanpa memikirkan imbalan, asalkan aku tahu bahwa aku melakukan kehendak-Mu “
St. Ignasius Loyola
Dalam program Caminar con Inigo, peserta kegiatan diminta untuk menonton film yang merupakan biografi dari sosok Inigo atau yang kemudian dikenal sebagai St. Ignasius Loyola. Kegiatan ini, disebut sebagai kegiatan refleksi atau berkontemplasi menggunakan film. Saya, tentu saja sangat familiar dengan kegiatan ini. Hanya saja, cara melakukan kegiatan kontemplasi ini agak berbeda, karena dijalankan dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan refleksi yang sengaja disusun untuk dapat menarik esensi atau pesan yang disampaikan dalam film.
Pengantar atau yang merupakan doa sebelum memulai perjalanan bersama Inigo membuat saya tidak mampu berkata-kata. Sulit bagi saya untuk dapat mengucapkan atau bahkan mendoakan apa yang tertulis di sini. Sebuah pertanyaan lahir dari saya, orang seperti apa, atau pengalaman seperti apa yang membuat seorang yang awalnya bernama Inigo, berubah menjadi seorang yang bernama St. Ignasius. Transformasi seperti apa yang terjadi dalam diri seorang Inigo?.
Rasa penasaran menguasai saya, dan tanpa sadar, sosok Inigo sudah masuk ke dalam hati saya, dan Ia menarik saya untuk lebih dekat dengan Tuhan dengan caranya yang mengesankan.
Inigo adalah sosok yang dapat saya gambarkan sebagai seseorang dengan hati seperti batu. Keras. Ia adalah seseorang yang keras kepala, dan keras kepalanya itu kemungkinan lahir dari pengaruh keras ayahnya dan pengalaman menyedihkan karena kehilangan seorang sosok Ibu sejak usianya masih kecil.
Warisan keluarganya, berupa teknik bertarung, mental juang untuk bertahan dalam tekanan adalah hal-hal dasar, yang sangat membantu Inigo pada masa-masa hidupnya kemudian.
Inigo, adalah seorang individu sama seperti individu lainnya. Ia adalah manusia pada umumnya, dan label “pendosa” lekat pada masa mudanya. Label ini berubah karena berbagai kejadian yang Ia alami. Peristiwa kekalahan dan juga kecacatannya, menjadi titik balik dalam hidupnya.
Saya sempat berpikir bahwa, karena tekanan hidup yang Ia alami, Inigo mengalami keadaan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) dan halusinasi. Dugaan saya, Inigo pun mungkin mengalami Skizophrenia. Ini tentu saja dugaan yang sangat subjektif dari pihak saya. Dugaan ini, juga saya perlukan untuk dapat memahami sosok Inigo dan belajar darinya.
Inigo memiliki sesuatu yang sangat menarik, yang dapat disebut sebagai kemampuan untuk membentuk “mental image” dan menggunakannya sebagai bahan belajar. Dalam suatu waktu, untuk dapat belajar cara mengayunkan pedang dengan baik, Inigo menciptakan mental image (berupa khayalan) untuk sosok musuh, dan belajar mengayunkan pedang dengan cara ini. Cara ini sepertinya berhasil untuk mencapai tujuannya, yaitu agar mahir bermain pedang. Kemampuan ini pun menjadi kemampuan penting yang juga Ia ajarkan kepada saudara dan saudari dalam kongregasinya, untuk dapat melatih serta mempertajam kemampuan rohani mereka.
Dalam kegiatan LRP dan Caminar con Inigo, saya belajar menggunakan mental image ini dan menciptakan sosok Tuhan dalam pikiran. Sosok Tuhan, yang kemudian saya ajak untuk berdiskusi tentang permasalahan dalam hidup, melahirkan rasa nyaman dan ringan. Ini adalah teknik yang baik, dan menyenangkan untuk dilakukan. Membantu tentu saja.
Inigo, dalam perjalanan hidupnya mengakui mendengar dua suara yang jelas terbentuk dan berbentuk tegas dalam kepalanya. Ia memberi label suara ini sebagai Roh jahat dan Roh baik. Dalam catatannya, Ia bahkan dapat dengan jelas membedakan karakteristik dari dua suara yang muncul ini, dan membentuk konsep “Pembedaan roh” kemudian. Ini adalah hal menarik bagi saya. Saya mengerti.
Pengalaman dramatis ketika Inigo berhasil melawan roh jahat dan menguatkan suara Roh baik dalam dirinya, menjadi tanda nyata yang disebut sebagai “anugerah.” Tanda bahwa Inigo adalah sungguh hadir dan berproses dengan tuntunan Tuhan.
Lebih lanjut, sosok Inigo dan perjalanan hidupnya, dapat disimpulkan dalam tiga kata, Sinner-Soldier-Saint. Ada perjalanan dan ada kisah di sana. Ujian demi ujian adalah cara untuk menunjukkan mana yang benar-benar dari Tuhan dan mana yang bukan. Pemenang yang berhasil melalui ujian ini adalah sesuatu yang benar-benar murni dan “tahan uji.”
Sungguh, Inigo dan perjalanannya. Saya terkesan.

Ego vs Kerendahan Hati
Saya adalah seorang perawat, dan saya merasa bahwa hal spiritualitas itu adalah hal wajib yang harus dimiliki, dan kemudian dijadikan kekuatan oleh seorang perawat. Salah satu bagian yang nyata dari spiritualitas adalah harapan, dan harapan adalah hal utama yang dibawa oleh seorang perawat dalam kerja dan karyanya.
Perjalanan dengan Inigo membuka banyak pintu kesadaran dalam diri, dan tentu saja ini menjadi hal-hal yang sungguh saya syukuri. Langkah pertama untuk mengenali gerak batin, menantang pancaindera untuk melihat dengan lebih jeli dan lebih teliti, menemukan jejak-jejak penyertaan dan kasih Tuhan dalam hidup ini. Bersama dengan upaya untuk mempertajam pancaindera untuk mengenali gerak batin, lahir pula bersamanya rasa syukur, karena menemukan fakta bahwa, ternyata besar sekali penyertaan dan cinta Tuhan.
Diskresi keledai, membantu saya untuk melihat jeratan-jeratan yang ternyata tanpa saya sadari menjadi penghalang optimalnya hubungan antara saya dengan diri saya sendiri, orang lain, alam dan Tuhan sendiri. Menyadari sumber rasa marah dan kecewa yang dalam, dan lalu melihat bagaimana Tuhan membelokkan hidup saya, sungguh adalah sebuah peristiwa rohani yang menyentuh.
Belajar mendengarkan. Ya, saya dan banyak peserta lainnya diminta untuk membuka diri dan mulai mendengarkan. Mulai dari masa lalu, sampai pada masa saat ini. Melihat titik-titik mana yang masih sulit untuk disembuhkan. Pergulatan. Rasa marah, kesal, kekecewaan yang tak pernah bisa sembuh. Luka-luka yang saya paksa untuk tutupi. Derita yang nampaknya tak berujung. Lalu, menelisik dengan jelas bagaimana Tuhan hadir pada saat-saat seperti ini.
Rencana Tuhan adalah rencana yang lebih baik. Dalam keadaan sulit untuk menerima setiap alasan akibat kegagalan dan kekalahan, bersandar pada alasan “rencana Tuhan lebih baik dari rencanaku” adalah alasan yang cukup membantu untuk move on. Pada titik ini, saya pun melihat bahwa sungguh “Ego is the enemy.” Kekerasan hati, yang kemudian diikuti oleh kesombongan diri. Ah, saya malu melihat kenyataan bahwa saya ini adalah seorang pembual besar yang tidak tahu malu. Kesombongan menutupi rahmat baik untuk dapat lebih dekat dengan Tuhan. Syukur karena saya menyadarinya pada saat ini. Jika terlambat, rugi rasanya!
Baca juga: Ego is the Enemy
Melalui setiap perjalanan dalam Caminar con Inigo yang singkat ini, saya belajar untuk merendahkan hati, dan membiarkan Tuhan masuk dan mengambil alih. Saya memberikan ruang lebih banyak padaNya, dan duduk berdampingan denganNya dalam hening. Ya, keheningan.
Pada akhir pertemuan, saya bertemu dengan seorang peserta yang sungguh menyentuh saya. Ia membagikan kepada kami tentang keheningan. Tuhan ada dalam keheningan. Demikian pernyataan awal pembicaraannya. Respon saya, terkejut. Sudah lama saya mengenal konsep tentang Tuhan ada dalam keheningan. Tapi, ini baru pertama kalinya saya merasa sangat tersentuh mendengar orang lain mengatakannya.
Tuhan ada dalam ketiadaan. Dalam kehampaan dan bahkan dalam kesendirian. Jika saja kita dapat lebih dalam melihat bahwa tidak pernah sedetik pun kita ditinggalkanNya seorang diri. Pada saat itu, muncullah perasaan dicintai, dan respon untuk dapat memberikan kembali apa yang menjadi buah-buah perjalanan ini.
Caminar con Inigo, sungguh perjalanan yang luar biasa.
Penutup
Dalam evaluasi mengenai kegiatan Caminar con Inigo, saya menuliskan hal ini,
Saya menemukan dan memperoleh banyak rahmat yang sebelumnya tidak pernah saya pikirkan akan saya dapatkan. Berjalan bersama Inigo mengantarkan saya pada keadaan hening dan tenang untuk menyelesaikan tantangan dalam hidup ini, terlebih adalah ketika saya mampu menemukan Tuhan dalam setiap perjalanan yang saya tapaki. Melalui Inigo, saya juga dapat mengenal diri saya sendiri lebih dalam, dan menemukan bahwa ego saya ternyata lebih besar dari keberadaan Tuhan sendiri. Ego saya, yang menjadi alasan mengapa sulit sekali bagi saya untuk memasukkan Tuhan dalam setiap keputusan yang saya ambil. Perjalanan bersama Inigo membuat saya lebih rendah hati, dan sungguh menundukkan seluruh ego saya kepada Tuhan. Melalui jalan ini, saya membiarkan Tuhan masuk dan mengambil alih. Ketika Tuhan masuk dan mengambil alih hidup ini, atau ketika saya membiarkan Tuhan masuk dan hadir, saya merasakan ketenangan dan kedamaian; kecemasan saya berkurang dan saya menjadi lebih jernih dalam melihat segala dilema dan permasalahan yang saya hadapi. Keinginan dan bahkan kebebasan saya untuk melakukan apa yang saya inginkan sudah bukan soal atau masalah bagi saya, yang ada dan tinggal adalah hanya keinginan untuk tinggal dan hadir terus menerus bersama Tuhan. Saya pun secara otomatis menyerahkan diri saya padaNya, bahkan menyerahkan kendali atas hidup saya ini padaNya. Semua ini adalah rahmat dan anugerah yang sungguh hal yang saya syukuri berkat perjalanan dan peziarahan bersama Inigo.
Maria Frani Ayu
Saya tidak percaya bahwa saya pernah menulis hal seperti ini. Saya tidak tahu, roh apa yang masuk dalam diri saya pada saat itu, tapi kalau dilihat dari apa tertulis di sana, ini mungkin adalah pekerjaan roh baik.
Atas semua perjalanan ini, saya bersyukur dan berterima kasih. Perjalanan ini masih panjang, tapi saya antusias dengan setiap prosesnya. Terpujilah Tuhan, dan sungguh Tuhan itu baik. Sungguh amat baik.
Informasi lebih lanjut mengenai kegiatan Latihan Rohani Pemula (LRP) dan Caminar con Inigo (CCI) dapat dilihat melalui akun instagram @latihanrohanipemula.








Satu pemikiran pada “Caminar Con Inigo”