Saya duduk di depan layar pagi ini. Beberapa jam lagi, saya akan memberikan seminar nasional kepada peserta, yang saya tidak tahu dari mana dan bahkan berapa jumlahnya. Jangan ditanya lagi tentang rasa cemas ini. Sudah sejak hitung mundur tujuh hari yang lalu, saya merasakan gejala psikosomatik, yang terakumulasi dengan masalah pencernaan. Saya mengalami diare! Jangan ditanya juga berapa jumlah denyut jantung ini, karena sungguh tidak normal.
Dalam keadaan seperti ini, sebuah kesadaran menghampiri saya, yaitu kesadaran bahwa saya dapat menimba ilmu dan belajar sesuatu dengan baik pada level kecemasan ini. Level kecemasan, yang saya anggap sebagai level “cemas sedang.”
Saya menggunakan kesempatan ini untuk berada pada posisi tenang dan hening. Hanya ada saya dan ruang kosong di sekeliling saya. Pikiran kosong, dalam “my safety bubble” yang melindungi saya dari pengaruh-pengaruh stressor yang mengganggu. Saya menemukan diri saya.
Dalam keadaan yang tidak menentu, dan sungguh tidak dapat dikendalikan, menemukan pegangan pada sesuatu seperti diri sendiri dan seperangkatnya adalah kunci untuk bertahan. Saya bersyukur karena dapat melakukan hal ini.
Saya kemudian duduk mengamati. Saya melihat reaksi-reaksi yang muncul dan timbul karena respon terhadap peristiwa luar biasa, seminar yang akan dilangsungkan beberapa jam lagi. Detik jarum jam membuat saya tidak tenang. Reaksinya membuat sistem pencernaan saya bereaksi dengan sangat tidak nyaman.
Saya mengamati dan masih saja mengamati. Tidak berhenti.
Saya kemudian membuka beberapa artikel untuk dibaca. Ini adalah tindakan pengalihan yang luar biasa. Saya melihat diri saya, yang dapat menyerap lebih baik pelajaran pada masa-masa seperti ini. Tapi, pikiran saya mulai menunjukkan tanda-tanda tidak terkendali.
Pikiran saya meloncat pada pikiran tentang materi atau bahan yang akan saya berikan kepada mereka yang sudah membayar untuk dapat hadir pada seminar ini. Lahir pula pertanyaan-pertanyaan yang menggerogoti kepercayaan diri.
Apakah bahan yang sudah saya siapkan ini cukup? Bagaimana kalau mereka bertanya, dan saya tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada saya? Apa yang akan saya lakukan, dan apa yang dapat saya usahakan? Bagaimana kalau saya mempermalukan penyelenggara acara, bahkan sekolah? Bagaimana dan bagaimana…?
Fortune teller mind pattern! Sebuah tanda merah yang harus segera saya waspadai.
Apa yang dapat saya lakukan untuk dapat menghadapi masalah atau keadaan seperti ini?
Bodo amat!
Kata “Bodo amat” menguasai pikiran saya, dan mengubah semuanya menjadi sesuatu yang berbeda.
Bodo amat dengan apapun yang akan terjadi nanti. Bodo amat dengan jawaban yang akan saya lontarkan nanti. Bodo amat dengan reputasi dan sebagainya.
Toh, saya sudah melakukan hal yang lebih memalukan dari semuanya, yaitu membagikan hidup saya dengan sangat terbuka dalam setiap tulisan-tulsian yang saya terbitkan di blog. Ini jauh memalukan! Saya sudah menelanjangi diri saya di depan mata dunia, pada lebih dari 225 ribu pembaca yang sudah mampir ke blog pribadi ini.
So, bodo amat!
Lalu, setelah pikiran tentang bodo amat ini menguasai. Lahir pula perasaan “percaya pada diri sendiri.” Come one, saya tidak lahir kemarin sore. Saya sudah menjalani apa yang saya lakukan ini bertahun-tahun. Bukan hanya hitungan hari.Lalu, apa yang saya susun, tuliskan dan bagikan nanti adalah pengalaman hidup. Sesuatu yang sudah saya jalani. Saya hanya menceritakannya kembali.
Mari lihat apa yang akan terjadi nanti!
Mengikuti pula dalam sudut-sudut hati ini, rasa penasaran. Ya, timbul rasa penasaran akan apa yang akan terjadi nanti. Nafsu untuk belajar dan menjelajah pengalaman baru mendorong saya untuk bertahan dan melanjutkan.
Saya mulai merasakan diri yang perlahan keluar dari safety bubble ini, dan memberikan waktu untuk diri saya sendiri. Waktu untuk dapat mengumpulkan energi dan melangkah maju.
Saya sungguh merasakan bahwa rasa cemas, membuat diri saya berada dalam keadaan ketidakberdayaan. Saya lelah. Tapi, meskipun demikian, saya dapat belajar sesuatu dari pengalaman atau peristiwa ini.
Saya merasakan tenang dan nyaman. Tujuan saya pun tercapai.
Saya kembali ke dunia nyata. Melihat kesekeliling, melihat pohon-pohon dan rumah-rumah penduduk yang ada sejauh saya memandang. Saya pun memandang sekeliling tempat saya berada, kamar tidur, yang menjadi tempat nyaman saya. Saya menyadari bahwa hari ini adalah hari istirahat, dan tempat tidur adalah sungguh tempat yang nyaman untuk menghabiskan hari.
Musik dari Album DPR Ian, “Moodswings In To Order (MITO)” berputar dan menemami saya menjalani proses ini, selangkah demi selangkah sampai pada titik ini.
Lahir pula rasa syukur, sungguh adalah rasa syukur yang membuat saya merasakan kelegaan. Ringan.
Ya, langkah saya ringan dan saya pun melanjutkan hidup untuk hari ini.
Saya tidak lagi mempermasalahkan tentang seminar yang akan saya kerjakan hari ini, atau beberapa jam ke depan. Saya sudah siap, dan saya sudah memiliki cukup persiapan untuk melaksanakan kegiatan ini. Saya pun ingin berproses bersama kehidupan, dan menjalani jalan ini dalam harmoni-nya.
Pada saat seperti ini, saya pun merasakan keberadaan Tuhan. Ia hadir sejak awal saya merasakan perasaan yang tidak nyaman, sampai pada saat ini, titik ini. Saya merasa sungguh sangat terberkati. Terpujilah Tuhan.
Pada akhirnya, perjalanan panjang ini berakhir pada hal ini, menemukan Tuhan. Saya diarahkan dan dibimbing untuk dapat merasakan dengan semua indera, dan juga sensori, untuk dapat melihat dan merasakan keberadaan Tuhan dalam setiap tapak demi tapak hidup ini.
Atas semua pengalaman, perjalanan dan proses ini. Saya bersyukur. Sungguh, Tuhan sungguh amat baik dan sangat baik. Terpujilah Tuhan.
Banjarmasin, beberapa jam sebelum seminar di Rumah Sakit Jiwa dilaksanakan. Sabtu, 6 Agustus 2022.
Catatan yang menarik
SukaDisukai oleh 1 orang
Terima kasih Kak
SukaSuka