Pada hari itu, kau bertanya padaku dalam suara penuh tenang,
“Apa yang paling kau takutkan dalam hidup?”
Aku tidak memerlukan waktu yang lama untuk menjawab pertanyaan ini, karena bayangan demi bayangan menghantuiku hampir setiap malam.
“Ketika kau datang membawa seseorang padaku, lalu berkata ‘inilah dia’.”
Aku tidak dapat membayangkan keadaan seperti ini, dan hanya tidak dapat melepaskanmu. Just yet.
Kau tersenyum dengan senyum tipis yang menjadi khasmu. Selalu dengan segela misterinya. Senyum yang sejak pertama bertemu, ingin membuatku menjadi wanita paling egois di muka bumi karena hanya ingin memilikimu seorang diri. Tak ingin membaginya.
Kecemburuanku memuncak pada saat memikirkan kau bersama “yang lain”, dan aku hanya tak dapat berpikir jernih pada saat itu. Tapi senyummu, simpul yang penuh arti. Tanda tanya yang tak ingin ku pecahkan kodenya.
Sedalam inikah aku menginginkanmu? batinku. Berharap agar bisik-bisiknya tidak sampai terdengar telingamu. Atau tertangkap tajam matamu, yang seperti matahari membakarku sampai hangus segala rahasiaku.
“I know.” demikian jawabmu. Singkat dan menyebalkan!
Sesederhana itukah?
Kenangan akan saat itu membuatku tersadar akan dimana aku berpijak saat ini. Kata-katamu barusan membuatku kembali teringat dengan kerasnya kenyataan.
“Aku hanya tidak ingin berjuang. Untukmu. Untuk kita. Mengapa tidak kita hentikan saja semuanya disini?,” kata-katamu ini tidak hanya memberanguskan jiwaku. Tapi menjadikanku abu. Tertiup oleh udara dan menjadikannya tiada.
Bodoh! Bodoh sekali diri ini!
Pada laki-laki seperti dia ku gantungkan harapku. Ku serahkan begitu banyak tanda tanya. Akan masa yang akan datang, akan masa yang tak pernah tentu. Akan masa yang seperti ini saja.
“Nad, inilah dia.”
Bersama kata-kata ini, kau genggam tangan yang bukan lagi tanganku. Wajah yang tak mengerutkan senyum seperti hampaku. Bibir yang tak berkata-kata dalam diam, seperti diriku.
Aku rasa, inilah akhirnya.
Kau wujudkan ketakutanku. Kau menjadikannya nyata.
Butuh kekuatan seluruh sel dalam tubuhku untuk menahan jebolnya bendungan air mata ke pipiku. Kengerian dan rasa jijik membakar semua kenangan ketika hanya ada aku dan kau. Kita.
Tanpa dia.
Ku lihat betapa kencangnya kau genggam tangannya. Dengan mata yang terus saja tertunduk. Rendah.
Tak tersisa lagi senyum tipis manismu. Tak ada dirimu yang ku kagumi sejak pertama.
Dihadapkanku hanya seorang pria dengan segala ketakutannya. Dengan segala kemunafikannya. Dengan segala kebodohannya.
Bodoh! bodoh sekali kau!
Tanpa sedikit pun menjawab tanyamu, ku berjalan melalui kau, dan dia.
Ku letakkan semua yang pernah kita miliki bersama. Ku kembalikan semua bahagiaku bersamamu. Ku tarik semua kasihku yang tersisa padamu.
Kini, kita kembali ke titik awal. Kembali menjadi orang lain. Menjadi orang asing.
…
November 12. 2022. Cerita pendek ini lahir dan terinspirasi karena lagu Criimson-S.U.A.R.
“Kini, kita kembali ke titik awal. Kembali menjadi orang lain. Menjadi orang asing”. Langsung berasa sedih, getirnya sampai kemana-mana
SukaDisukai oleh 1 orang
Terima kasih, Kak.
SukaSuka
Salam literasi🙏
SukaDisukai oleh 1 orang
Salam literasi, Kak.
SukaSuka