Surabaya


Pada saat itu,
kota Surabaya tidak seperti terakhir kali aku mengunjunginya.

Dingin, mendung dan abu-abu. Asing.

Namun,
bertemankan gerimis dan udara dingin pada mendung hari itu, ku kumandangkan simponi yang sudah lama kusimpan.
Ku keluarkan nada-nada yang mewakili perasaan abu-abu yang tersembunyi dalam relung hati.

Rindu.

Kopi coklat hangat yang tinggal digelasku pada sore itu, menolak perubahan cuaca yang tidak biasa di kota yang terkenal penuh nyala api. Membakar.

Hangat cangkir kopiku saat itu, ber-angan untuk menyulut hari yang mendung dan menggantinya dengan sinar matahari terik, si pemusnah segala.

Bersama hangat cangkir kopi saat itu, ku sembunyikan belati untuk menikam rinduku,

inginku, menggantinya dengan kenyataan manis-kecut.

Memusnahkannya sampai tak bersisa dari muka bumi ini.

Anganku,

membawa kita bersama dalam keterasingan. Dalam ketidaktahuan.
Lalu, bersama iringan simponi selamat datang,

kita saling mengucapkan kata “Hi” dan “Hello.”

Memulai kembali,
bersama kita yang baru. Murni, dan bukan siapa-siapa.

Suci,
tanpa apa-apa dan ada apanya.

Desember 02. 2022.

Iklan

2 pemikiran pada “Surabaya

  1. Wah, mantap Kak. Kemarin baru saja dari sini, dan menikmati kota Surabaya yang mendung berawan dan becek karena hujan…hummm..rasanya sungguh berbeda.

    Masih sangat terbiasa dengan Surabaya yang tetap panas dan lengket meskipun bulan Desember wkwkwk.

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s