Romo, Frater, Suster, Bapak, ibu dan rekan-rekan sekalian. Saya, Maria Frani Ayu Andari Dias, atau juga yang dikenal sebagai, Ayu.
Saya tercatat sebagai umat stasi St. Yosep Desa Lenggang, bagian dari Paroki St. Petrus dan Paulus Ampah, Kalimantan Tengah, tetapi pada saat ini sedang bekerja dan menetap sementara di wilayah Paroki Katedral Keluarga Kudus Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Saya adalah Alumni LRP Session 6, kelompok 6 atau kelompok Rendah Hati.
Tulisan saya dalam buku, “Engkau Besertaku” berjudul “Pupus Harapan, Kesombongan dan Kembali Pulang”. Ada begitu banyak cerita mengapa tulisan ini lah yang saya putuskan untuk dikirimkan ke redaksi atau editor pada saat itu.
Alasan saya ikut serta dalam kegiatan LRP, banyak !
Selain karena penasaran, juga ada rasa menantang. Menantang diri saya sendiri, dan Tuhan. Kesombongan merajai saya begitu kuat pada masa-masa awal mulai bergabung dengan LRP. Namun, dibalik semua itu, saya menyimpan kerinduan. Ibarat seorang peziarah yang sedang berkelana di padang gurun, saya pada saat itu adalah seseorang yang merindukan oase. Saya mengalami penderitaan.
Berkat kebaikan Sr. Anas, PMY, saya kemudian diperkenalkan dengan LRP. Sempat menolak session awal, yaitu session 1 atau 2, saya kemudian mengatakan “ya” untuk session 6. Komitmen untuk berdoa dan berproses dalam Latihan Rohani sempat membuat saya ciut dan menggurungkan niat. Namun sungguh, rahmat Tuhan datang pada saya pas-tepat-sesuai dengan yang saya butuhkan.
Perjalanan saya dalam LRP, saya ceritakan dalam singkatan DOA.

D= Dorongan dan penyertaan Ilahi.
Meskipun sempat menolak karena berbagai alasan, saya akhirnya mengatakan “ya” dan surprisingly, saya menamatkan setiap langkah LRP. Sampai habis, sampai selesai. Jika bukan karena dorongan Ilahi, dorongan Tuhan sendiri dan penyertaannya yang tak berkesudahan, Saya tidak yakin bisa.
Penderitaan, rasa tersiksa dan kesendirian adalah luka-luka yang awalnya saya bawa di masa-masa pertemuan LRP. Saya membawa begitu banyak luka, dan parahnya lagi adalah sikap pesimis untuk sembuh. Saya merasa bahwa penderitaan adalah saya, dan sulit bagi saya untuk menemukan Tuhan dibalik semua penderitaan dan luka yang saya rasakan.
Ketidakadilan merajai hati ini dan menutup kanal-kanal rahmat yang Tuhan berikan kepada saya. Mengingat keadaan saya yang “ngenes” pada saat itu, masih meninggalkan residu-residu emosi yang tidak perlu.
O= Obrolan-obrolan atau percakapan rohani, interaksi, yang sungguh membantu.
Saya menyadari betul bahwa keringnya jiwa saya ini, terjadi karena saya menutup kanal-kanal rahmat Tuhan untuk hidup ini. Salah satunya adalah, saya tutup dengan kesombongan. Saya merasa mampu, merasa sudah paham dengan ketuhanan hanya karena membaca satu-dua buku, atau berkenalan dengan satu atau dua rohaniwan. Kesombongan saya ini ditantang pada setiap percakapan rohani yang saya ikuti. Dalam prosesnya, saya ditunjukkan dengan rahmat kerendahan hati, yang secara kebetulan adalah nama kelompok percakapan rohani kami pada session 6 saat itu.
Mempelajari gerak roh baik dan roh jahat menyadarkan saya bahwa, ada begitu banyak hal yang harus saya pelajari. Ada banyak hal yang harus dengan bijak “saya bedakan” dan saya tempatkan pada tempatnya.
Rekan-rekan saya dalam kelompok “Rendah hati” pada saat itu, menunjukkan dan mengajarkan saya bahwa, Tuhan itu ditemukan dalam kesederhanaan, dalam kelemahlembutan dan dalam kerendahan hati.
Tidak masalah bagaimana bentuk dan rupa saya. Kesediaan saya untuk membuka hati dan menerima Dia, adalah yang paling penting.
Ketika semua ini terjadi, pada saat itulah rahmat Tuhan saya rasakan. Dorongan-dorongan yang halus, lembut dan mengubah. Sungguh, jika bukan karena rahmat Ilahi, jadi apakah saya waktu itu?
A= Anugerah untuk mengenal dan merasakan hadirat Tuhan.
Dalam proses LRP, saya belajar untuk sedikit demi sedikit membuka hati. Menurunkan ego, dan membiarkan Tuhan masuk dan meraja.
Saya mulai merasakan sentuhan-sentuhan Tuhan, yang halus, lembut dan menggerakkan saya untuk lebih jauh mencari dan tinggal diam dalam hadiratNya. Tersusunlah pernyataan bahwa, sungguh Tuhan itu baik dan amat sangat baik, karena dalam keadaan desolasi pun, Ia tidak pernah meninggalkan saya. Ia hadir, dan tidak henti-hentinya memberikan saya petunjuk. Dorongan, dan juga jalan keluar.
Pada akhirnya, Romo, Frater, Suster, Bapak, Ibu dan rekan-rekan sekalian. DOA, ya saya merasa bahwa Tuhan itu berjarak hanya sejauh Doa, dan penderitaan adalah jalan untuk mempertajam indra, membuka kesempatan, untuk dapat merasakan penyertaan Tuhan yang tak berkesudahan. Saya tidak sendiri, demikian juga Bapak, Ibu dan rekan-rekan sekalian.
Demikian sedikit sharing dari saya, terima kasih karena sudah sabar mendengarkan.
Bagi yang ingin mengetahui mengenai perjalanan personal saya dalam latihan rohani pemula (LRP), dapat langsung memesan dan membeli buku dengan judul “Engkau Besertaku”, dengan mengisi formulir pemesanan di bit.ly/EngkaubesertakuPO atau wa.me/6281225225423.
Saya mampir lagi Ibu Ayu, makin ciamik blognya, terima kasih Ibu telah berkunjung dan komentar di blog saya
SukaDisukai oleh 1 orang
Halo, Pak Dedi. Sehat, sukses dan terus bersemangat berbagi melalui tulisan Pak. Salam semangat dari saya!
SukaSuka
Salam semangat Sy terima, apa kabar banjar mason?
SukaDisukai oleh 1 orang
Banjarmasin, selalu “bungas” seperti biasanya. (Dalam bahasa Banjar, “Bungas” berarti cantik). Tapi, sama seperti beberapa daerah di Indonesia, kita masih harus berhadapan dengan cuaca yang terus menerus mendung, berawan dan hujan-basah seperti sekarang. Demikian, Pak hee.
SukaDisukai oleh 1 orang
nasi kuning orari masih bungas kah? saya kangen sarapan di lok baintan lalu mampir ke pulau kembang ketemu saudara tua hahaha
SukaDisukai oleh 1 orang
Nasik kuning dan lontong orari masih bungas, Pak. Apalagi kalau dimakan sambil menikmati aliran sungai di atas kelotok menuju Pulang kembang wkwkwk.
Ia, semoga saudara-saudara tua di sana tetap lestari dan terjaga populasinya.
SukaSuka
Saya juga suka ngobrol sama Emak” yg pake bedak tebal di muka plus topi lebar di kepalanya sambil mendayung perahu
SukaDisukai oleh 1 orang
Wah, mantap Pak. Acil-acil bajukung, itu biasanya sebutan masyarakat di sini untuk Ibu-ibu ini. Ayo, Pak. Singgah kembali ke Banjarmasin.
SukaDisukai oleh 1 orang
Acil-acil bajukung …. smg ibu, keluarga, dan mereka smua dalam sehat” slalu, tk
SukaDisukai oleh 1 orang
Terima kasih banyak, Pak. Amin. Doa yang sama untuk Bapak dan keluarga.
SukaSuka