Tidak Memiliki Banyak Keinginan


Dalam sebuah percakapaan antara saya dan seorang sahabat, kami memilih untuk mengambil kesimpulan bahwa penderitaan itu muncul karena “terlalu banyak keinginan.” Untuk mengurangi penderitaan, maka kita pun harus mengurangi keinginan sampai level ketika kita dapat menoleransi penderitaan.

Pengambilan kesimpulan dan keputusan seperti yang ditulis pada paragraf sebelumnya bukannya tidak beralasan, tapi sungguh dilandasi oleh banyak pengalaman yang membuat kami pun berpikir demikian. Meskipun sudah meminimalisir pilihan jawaban, tetap saja jawaban seperti ini yang muncul dan dominan dapat melegakan alasan di balik rasa tidak nyaman yang kami rasakan.

Hidup, sungguh adalah sesuatu!

Masih berkutat soal pekerjaan, dan sambil berdebat soal klaim dari bos yang mengatakan bahwa kami “kurang bersyukur” dengan pekerjaan yang diberikan, kami pun membahas soal topik yang sangat membosankan ini, yaitu kepuasan dalam pekerjaan dan keinginan untuk melakukan lebih pada perusahaan tempat kami bekerja.

Kami mungkin adalah orang-orang yang sangat berlebihan, yang menilai bahwa pekerjaan yang kami miliki saat ini adalah sebuah “panggilan.” Entah datang dari mana kepercayaan ini, tapi kami merasa bahwa ada konsep tertentu yang ditanamkan dalam otak kami, yang membuat kami begitu percaya bahwa keberadaan kami pada saat ini, di tempat ini, adalah buah dari “panggilan” atau dalam bahasa lain, Tuhan yang menghendaki kami berada di sini dan bekerja untuk tempat kami pada saat ini.

Kami memilih untuk mempercayai hal ini, sampai pada suatu waktu ketika kami mengangkat topik ini, dan membicarakan soal “penyimpangan” kepercayaan ini.

Andai saja, kami tidak memiliki banyak harapan, dan memilih berpikir dan bersikap biasa saja untuk bekerja dan berada di tempat ini. Kami tidak akan seberat ini untuk memulai pekerjaan kami setiap harinya.

Andai kami tidak terlalu bertanggung jawab dengan pekerjaan yang diberikan kepada kami, dan tidak terlalu mengambil hati akan pekerjaan yang dipercayakan kepada kami, hum…kami tidak akan duduk di tempat ini sambil meratapi jumlah upah yang kami dapatkan setiap awal bulan.

Andai kami bisa menjadi sangat biasa saja menghadapi setiap pekerjaan yang kami miliki saat ini. Andai kami tidak menaruh hati pada pekerjaan-pekerjaan ini. Kami mungkin tidak akan menjadi seperti orang-orang hopeless yang tidak tahu bagaimana harus mengakhiri penderitaan ini.

Ya, kami terlalu peduli, dan kami terlalu menyayangkan kalau karya baik yang dimulai oleh pendiri perusahaan ini, berhenti di sini saja. Kepedulian ini yang melukai kami. Cinta ini,yang kemudian melukai kami.

Untuk alasan seperti ini, kami pun berpendapat bahwa, “mari melakukan apapun dengan sewajarnya” dan menurunkan harapan serta keinginan kami. Menjadi tidak terlalu ambisius dan mulai melihat kembali, mana yang benar-benar ingin kami lakukan, atau mencari mana yang menjadi tempat yang membuat kami bersemangat dan rela untuk terluka berkali-kali.

Ada pendapat lain, kawan?

4 pemikiran pada “Tidak Memiliki Banyak Keinginan

  1. Sering banget merasa menderita karena ekspektasi kita sendiri. Namun setelah baca tulisan ini aku baru sadar pentingnya bersyukur agar kita bisa menjadi pribadi yang lebih bahagia dan nantinya bisa tumbuh secara perlahan tanpa harus memaksakan diri.

    Disukai oleh 2 orang

  2. Hi, Kak Vera. Terima kasih sudah mampir dan meninggalkan komentar.

    Bersyukur, humm…semoga tidak hanya tinggal konsep atau teori saja ya. Tapi adalah praktik, yang kita lakukan setiap hari. Bukan melakukannya saat kita beruntung atau sedang bahagia, tapi lebih banyak dilakukan ketika kita berada dalam keadaan buntung dan tidak bahagia menurut banyak orang wkwkwk.

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s