“Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. Siapa pun yang setia dalam hal-hal yang kecil, ia juga setia dalam hal-hal yang besar. (Lukas 16: 10).
Dalam KBBI Daring, Perkara diartikan sebagai, “masalah; persoalan; urusan (yang perlu diselesaikan atau dibereskan); tindak pidana; tentang; mengenai’ karena.”
Menimbang definisi dari KBBI daring mengenai kata “perkara” di atas, maka kata “perkara” yang digunakan dalam tulisan ini, didefinisikan sebagai (yang paling cocok adalah) masalah atau persoalan.
Dalam sebuah diskusi ringan antara saya dan sahabat, yaitu mengenai besar dan kecilnya pekerjaan, atau banyak dan sedikitnya pekerjaan, kami pun tidak dapat menghindar dari pembahasan soal, per-ka-ra. Soal tugas dan tanggung jawab. Soal kewajiban.
Kami sama-sama beranggapan bahwa besar atau kecilnya pekerjaan, atau banyak-sedikitnya pekerjaan, kami diberikan upah yang sama. Maka, tak ada salahnya jika kami bekerja dengan menggunakan standar minimum atau hanya sesuai dengan kemampuan kami saja.
Ketika tidak mampu, mengatakan tidak mampu, dan menyerahkan pekerjaan tersebut kepada orang lain. Atau membiarkan pekerjaan itu tergeletak tanpa diberikan intervensi apa-apa. Pembiaran dalam bahasa lainnya.
Tapi sungguh, apa sih sebenarnya besar atau kecilnya pekerjaan? Banyak atau sedikit? Apakah itu? Siapakah yang menaruh takaran untuk besar dan kecilnya pekerjaan, atau banyak-sedikitnya itu?
Bagi mereka yang sungguh menikmati pekerjaan yang dibebankan, tidak ada ukuran banyak-sedikit, berat-ringan. Semua pekerjaan yang mereka lakukan dan kerjakan adalah sebuah kebahagiaan, dan mereka menikmati setiap detik untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut seperti seumpama anak-anak yang sedang bermain dengan mainan kesukaannya. Sebaliknya, bagi mereka yang tidak menikmati pekerjaannya, sulit untuk dapat berkata demikian. Apapun pekerjaan yang dilemparkan kepada mereka, akan dengan sertamerta ditolak dan dilabel dengan kata, “ini sungguh berlebihan” dan “saya tidak mampu.”
Lalu, soal perkara-perkara. Tidak perlu kata-kata puitis untuk menjelaskan bahwa, mereka yang dapat menyelesaikan perkara-perkara kecil adalah mereka yang juga akan mampu naik tingkat untuk menyelesaikan masalah-masalah yang lebih besar ukurannya. Jika masalah kecil saja tidak bisa diselesaikan, bagaimana mungkin mereka dapat menyelesaikan masalah-masalah yang lebih besar atau kompleks?
Namun kadang, ada orang-orang yang memang tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah kecil atau abai dengan masalah-masalah kecil, tapi mampu dan luwes dalam menyelesaikan masalah-masalah yang lebih besar. Tidak dapat dipungkiri, ada saja orang-orang dengan tipe seperti ini.
Meskipun demikian, orang-orang ini pun bukan masalah. Sungguh bukan masalah. Setiap orang memiliki cara kerjanya masing-masing, dan tidak ada yang salah dengan itu. Untuk alasan cara kerja yang unik dan berbeda inilah, setiap orang didorong untuk dapat bekerja dalam tim, dalam kelompok. Sehingga nanti dapat saling membantu dan melengkapi.
Jika ada yang mahir mengerjakan hal-hal kecil dan detil, maka ada orang lain yang akan membantunya untuk mengerjakan hal-hal yang besar dan luput dari perhatiannya. Demikian juga sebaliknya.
Well, kembali pada perkara-perkara. Dalam bahasa yang sederhana, diutarakan maksud bahwa seseorang itu harus dan dituntut untuk setia pada dan dalam pekerjaan apapun yang diberikan kepadanya. Entah itu besar atau kecil, atau banyak atau sedikit. Apapun itu, kerjakan dengan penuh semangat dan syukur. Kerjakan sampai selesai. Bertanggung jawab dari awal sampai akhir.
Itu saja.