Tuhan menyentuh hidup umatNya dengan cara yang luar biasa.
…
Beberapa jam sebelum acara, saya masih saja bergumul dengan pertanyaan,
“Apa yang harus saya doakan?”
Saya masih sangat menganggap serius tentang doa. Bertatap muka dengan yang kuasa melalui doa, mewakili orang lain untuk menjadi pembawa doa, adalah hal yang serius.
“Ah, cuma doa saja! “
“Doa yang spontan saja, itu yang benar-benar mewakili suara hati.”
Ada begitu banyak komentar tentang doa dan isinya yang pernah saya dapatkan, tetapi komentar-komentar ini membuat saya harus semakin serius menyusun kata per kata doa yang akan saya bacakan di depan banyak orang.
Setidaknya, kata-kata yang saya susun dapat mewakili suara hati dan keinginan sebagian besar orang; tulus. Sisanya, saya serahkan pada kekuatan Roh Kudus untuk menyempurnakannya. Demikian pikir saya.
Berbekal pengetahuan ketika masih ikut sekolah minggu dulu sekali, doa yang sederhana pun saya rumuskan. Rumusan doa, setidaknya terdiri atas tiga hal, 1)Menyapa nama Allah dan atributnya; menyadari bahwa Ia hadir, dekat dan siap mendengarkan, 2)Intensi atau permohonan, 3)Penutup yang menjadi ciri khas seperti kalimat, “ Demi Kristus…dst”. Ketiga hal ini menjadi pegangan saya, ditambah dengan unsur seni dalam merangkai kata perkatanya.
Ketika membacakan ini di depan umum, saya selalu berdoa bukan saya yang berdiri di sana, tetapi Tuhan sendiri yang hadir dan mengambil alih. Tekanan yang ditumbulkan oleh suara, dan nada yang dihasilkan dari mulut ini akan menyesuaikan dengan sendirinya.
Reaksi yang saya harapkan dari doa yang saya sampaikan adalah, kedekatan secara intim antara mereka yang mendengarkan kata-kata ini dengan Tuhannya. Menarik semakin dekat jarak antara hati pendengar dan Tuhannya adalah tantangan dan juga selebrasi bagi saya.
Tak lupa, terima kasih kepada sahabat saya, Welen, yang sudah sangat membantu dalam proofreading; yang menyempatkan waktu di pagi hari untuk memeriksa kembali kata perkata doa sederhana ini.


“Glory be to the Father, and to the Son, and to the Holy Spirit.
As it was in the beginning, is now and ever shall be, world without end.Amen.”
PS.
Setelah menulis tulisan ini, dan kembali membacanya, saya menyadari bahwa saya “sungguh” kurang banyak, kurang tekun berdoa. Ha!