Manila Zoo dan sedikit cerita sesudahnya


Beberapa waktu yang telah lalu, dengan misi meredakan badai tsunami dalam pikiran saya. Maklum yang namanya ‘perubahan iklim global’, adalah juga memberi arti perubahan iklim didalam diri dan didalam pikiran.

Saya pada menit- menit terakhir memutuskan untuk ikut berpetualang kecil ke Manila Zoo yang terletak tidak jauh dari tempat tinggal saya. Cukup satu kali naik Zeepney, 8 peso (sekitar 2100 rupiah) dan sedikit usaha untuk berjalan kaki, sampai ditempat tujuan. Juga termasuk, usaha untuk bebas dari ‘tersesat’ karena Aplikasi Google Map yang tidak akurat.

 

Pintu Masuk Kebun Binatang

 

Papan keterangan untuk harga kunjungan masuk ke Kebun Binatang

Tiba di zoo, kesan pertama saya adalah ‘tidak percaya’. Kebun binatang yang nampak kecil ini menyimpan berbagai macam koleksi hewan unik khas negeri ini dan masih cukup terurus. Sayangnya, terlihat jelas tergopoh-gopoh hidup dibelantara kota modern seperti Manila.

Saya hampir tidak percaya, diantara banyaknya kendaraan bermotor dan gedung-gedung modern, Manila Zoo masih tetap eksis menyuguhkan hiburan sekaligus pembelajaran yang terkait dengan alam.

Koleksi yang membuat saya berkata “wow” pada diri sendiri adalah koleksi hewan seperti gajah yang usianya sudah 40 tahun lebih (Ini pertama kalinya saya melihat yang namanya Gajah dan saya harus merasa kasihan karena Gajah ini seakan menunggu waktu mangkatnya dari Zoo) dan selanjutnya Buaya. Meskipun hidup dan besar di Kalimantan yang alamnya banyak dibentuk oleh hutan, rawa dan sungai, ini pertama kalinya saya melihat buaya dengan mata kepala sendiri. (Saya tidak berniat untuk bertemu langsung tanpa perlindungan). Hebohnya lagi, ada buaya yang memiliki ukuran sangat besar (huge), 2-3 kali lebih besar dibandingkan Manusia dewasa . Ukuran perutnya kira-kira mampu menampung seluruh tubuh saya, utuh.

 

 

Gajah yang usianya sudah 40 tahun. Sayang, hidupnya seorang diri dan menjadi tontonan banyak orang.

 

 

Perjalanan yang hanya beberapa jam saja ini memberi saya begitu banyak inspirasi. Kebun binatang yang cukup luas ini memberi tontonan tidak hanya koleksi hewan tapi juga diikuti dengan hutan dan sungai buatan yang menarik untuk dijadikan latar belakang foto.
Sambil berjalan menyusuri setiap kandang hewan sambil menutup hidung menahan aroma alami hewan-hewan ini, Saya belajar beberap hal.

  1. Manusia dipercaya dan diakui merupakan makluk hidup yang tingkat hidupnya lebih tinggi dibandingkan hewan-hewan. Tapi, jika saya lihat kembali, kelakuan saya hampir tidak ada bedanya dengan hewan-hewan ini. Hewan-hewan inipun memiliki akal pikiran, hati nurani, dan nilai moral yang saya miliki. Mungkin saja hewan-hewan ini juga memiliki agama dan percaya akan adanya Tuhan. Pendangan ini, akan berbeda jika saya meletakkan standart kehewanan mereka dengan kemanusiaan-nya saya. Jelas tidak akan cocok. Keadaan ini mengajarkan saya untuk berpikir lebih fleksibel, menghargai perbedaan logika berpikir diluar pemikiran saya dan tidak terburu-buru menghakimi situasi dan buah pemikiran orang lain.
  2. Tidak ada hewan yang mampu hidup bahagia dan lama dengan memakan atau menyingkirkan spesiesnya sendiri. Hewan2 yang dikurung sendiri cenderung malas untuk bergerak, solitude dan pendiam. Beberapa ada yang aktif tapi hanya dalam waktu yang singkat. Saya golongkan mereka sebagai hewan yang tidak bahagia. Sedangkan hewan yang bahagia adalah hewan2 yang berlaku sebaliknya.
  3. Hewan-hewan juga bisa menunjukkan perilaku gangguan kejiwaan. Bukan hanya manusia saja. Menarik untuk mempelajari bagaimana hewan2 ini beradaptasi dengan stress lingkungan dan social life-nya.
    Banyak yang dapat saya petik dari sedikitnya waktu kunjungan kami ke Zoo.

 

Team perjalanan waktu itu.  Ket. Reni, Daning dan Diriku. 

 

Jari-jari saya lebih dahulu kaku sebelum saya puas mengabadikan moments langka dalam keseharian saya ini.
Semoga sepenggal kisah saya ini bisa menginspirasi mereka yang ingin hidupnya penuh inspirasi 😄.

Salam.

 

Catatan dibalik layar:

Tulisan ini sudah lama saya siapkan dan memang secara tidak sengaja tersimpan di kotak draf. Baru beberapa saat yang lalu, ketika iseng-iseng melihat catatan yang sudah dipublikasi, draf tulisan ini keluar dan terpampang di halaman depan.

Saya menuliskan tulisan ini dnegan menggunakan handphone, itulah mengapa jari-jari saya dua kali lipat mengalami stress jika dibandingkan dengan mengetik dengan menggunakan papan tuts di Laptop atau keyboard.

Perjalanan ke Manila Zoo ini terjadi beberapa bulan sebelum kepulangan saya ke Manila, selain dengan tujuan menghilangkan beban berat dan mencoba melihat perspektif baru dari masalah yang saya alami, upaya jalan-jalan ini juga adalah bagian dari cara saya menggoreskan kenangan di tempat saya tinggal dan berkarya waktu itu.

 

Terima kasih sudah menyempatkan diri untuk membaca,

Salam.

Maria Frani Ayu Andari Dias (Perawat Jiwa).

6 pemikiran pada “Manila Zoo dan sedikit cerita sesudahnya

  1. Jalan-jalan ke kebun binatang emang paling seru ya. Sayangya, dari beberapa kebun binatang yang aku datengin (Bandung, Jogja, sama Batu), banyak bagian yang kurang keurus.

    Disukai oleh 1 orang

  2. Ia, sayang ya.
    Padahal kalau bisa diurus dengan baik, dpat menjadi salah satu sumber pendapatan yg baik untuk komunitas atau daerah. Menarik wisatawan lokal dan nasional juga.

    Disukai oleh 1 orang

  3. Wow, ternyata gajahnya ada yg seumur 40 thn ya. Luar biasa.

    Kisahmu mnarik utk dishare, Yu. Sy suka membacanya, dan bagian pljarannya reflektif bnget.

    Disukai oleh 1 orang

  4. Ia, kak. Seumur hidup baru ketemu gajah nih. Mana usainya 40 tahun pula. Di kalimantan belum pernah liat gajah soalnya 🤣🤣

    Terima kasih atas dukungannya, Kak. 😊

    Suka

Tinggalkan komentar