Review dan Catatan Buku: Ego is the Enemy-Ryan Holiday


“Putus. Lalu, kita sudah sepakat untuk menjadi teman baik setelah ini. Tapi, mengapa kita hanya sibuk dalam diam dan semakin menjauh dan menjauh.”

“Ego.” Itu adalah jawaban yang keluar dari mulutmu, setelah sekian lama terpaku dalam diam.

Ya, Ego. Bukan nama orang, tentu saja. Ini adalah kata yang menunjukkan alasan, yang memberikan jawaban, yang menjadi pencerahan atas hari-hari gelap penuh tanda tanya saat ini. Kata ini tidak panjang, sangat singkat dan sangat jelas.

Ego.

Saya tidak ingat siapa yang memberikan saya rekomendasi buku karya Ryan Holiday yang berjudul “Ego is the Enemy”. Tapi, saya sangat berniat untuk menguliti buku ini satu demi satu, sampai selesai. Saya yakin, akan dapat mempelajari sesuatu yang bermanfaat dan memuaskan dari buku ini.

Salah satu alasannya adalah ilustrasi yang saya tampilkan pada awal tulisan ini. Banyak peristiwa yang berujung pada jawaban ini, Ego. Ego menjadi alasan, dan juga jawaban dari dingannya hati dan hubungan antara manusia satu dan manusia lainnya. Ego, menjadi alasan dibalik semua pertarungan tiada henti, yang membuat suasana tempat kerja memanas, dan tidak nyaman untuk ditinggali dan masih banyak kejadian lainnya.

Cover buku Ego is the Enemy karya Ryan Holiday.

Ego is the Enemy, demikian judul buku yang ditulis oleh Ryan Holiday. Buku yang pernah menyandang status sebagai best seller di toko buku terkemuka di Amarika Serikat ini, sangat menarik karena mengandung penjelasan rasional mengenai “mengapa harus Ego?.” Saya adalah salah satu pembaca yang tertarik dengan buku ini karena alasan untuk mencari jawaban dari “mengapa ego.” Tulisan ini adalah hasil refleksi dari kegiatan membaca dan mendalami mengenai isi buku ini.

Mode “ingin”

Sebagai manusia, karakteristik manusiawi yang tidak akan lepas dari kita adalah kemampuan untuk menyusun atau memformulasikan cita-cita atau keinginan, dan berjuang untuk mencapai cita-cita ini. Cita-cita ini adalah keinginan, atau niatan.

Pada saat manusia menginginkan sesuatu, maka manusia akan berjuang untuk mewujudkannya. Tapi, Ingin saja tidak cukup. Perlu perjuangan dan bekerja untuk mencapai tujuan ini.

Buku ini menyajikan hal-hal yang perlu dilakukan untuk mempercepat proses pencapaian keinginan atau cita-cita. Beberapa hal yang saya dapat saya tangkap, saya bagikan di sini, yaitu:

  • Hindari banyak berbicara dengan tujuan hanya untuk show up! Perbanyak bekerja dan mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan.
  • Bekerja dan berusaha untuk mencapai tujuan. Simpan mimpi dan keinginan dalam hati, dan wujudkan keinginan itu dalam bentuk aksi yaitu bekerja dengan rajin untuk mencapai tujuan.
  • Jadilah siswa. Selalu menggunakan mode “student” dan selalu belajar tanpa henti. Ini kunci perkembangan dan peningkatan hidup.
  • Hindari jebakan “terlalu bersemangat” dengan apa yang sedang dikerjakan. Terlalu bersemangat bisa menyebabkan kita kehilangan tujuan. Terlena, itu adalah alasannya. Terlalu bersemangat juga bisa merupakan bentuk dari kegiatan “menghindar” dari masalah yang sesungguhnya. Meskipun bersemangat atau berada dalam keadaan “terlalu bersemangat”, maka harus selalu ingat bahwa ada tujuan yang harus dicapai. Fokus.
  • Ikuti peta jalan yang sudah disusun. Jalan untuk mencapai tujuan harus sudah dibuat atau disusun, dan yang lebih penting lagi adalah diikuti.
  • Menahan diri dari godaan-godaan yang bersifat mengalihkan fokus pada tujuan yang ingin dicapai. Godaan ini banyak sekali bentuk dan jenisnya. Kenali godaan ini, dan lawan.
  • Hindari kegiatan berfokus hanya pada diri sendiri. Keluar dan lihat bagaimana orang lain bekerja dan untuk mencapai tujuan.
  • Berhati-hati dengan selebrasi yang terlalu awal. Tahan diri, dan nikmati setiap proses perjalanan dan perjuangan yang sedang dilakukan.
  • Sekali lagi, kerja, kerja dan kerja! fokus, fokus dan fokus!

So, ketika kita masih dalam mode berjuang untuk mencapai tujuan. Kita harus mulai dari formulasi “apa yang ingin dicapai”, lalu menyusun langkah untuk mencapai tujuan ini. Selanjutnya adalah fokus dan bekerja dengan memaksimalkan semua sumber daya yang ada. Dalam proses mencapai tujuan, kita akan berhadapan dengan berbagai cobaan dan godaan, tapi jangan terlena. Fokus dan kembali fokus ketika kita keluar dari jalurnya.

Mode “Pencapaian Tujuan”

Rasa bahagia, puas dan bangga akan muncul pada saat kita sudah berhasil mencapai apa yang kita harapkan, cita-citakan atau yang kita inginkan. Ini mungkin adalah sebuah perasaan terbaik yang bisa dirasakan oleh manusia. Tapi, hati-hati pada jebakan kesombongan yang dapat menjatuhkan kita.

Beberapa hal yang dipaparkan oleh buku ini, dapat saya bagikan sebagai berikut:

  • Selalu menjadi “siswa” dan bermental siswa.
  • Tanyakan dirimu, “Apakah yang paling penting untukmu?” Sesuatu yang kamu inginkan sudah ada ditangan, dan dunia nampak sudah ada di genggamanmu. Lalu, apa? Ini yang harus kamu pikirkan dan renungkan. Melihat apa yang paling penting untuk dirimu akan sangat membantumu menentukan langkahmu selanjutnya nanti.
  • Refleksi dan bermeditasi. Kembangkan kedalaman self-awareness yang kamu miliki, dan latih diri untuk secara otomatis melakukan refleksi dan meditasi. Ini adalah kekuatan dan sumber tenaga yang akan sangat kamu perlukan untuk melangkah lagi.
  • Ini bukan hanya tentang dirimu sendiri. Hati-hati terhadap jebakan kesombongan dan pandangan bahwa keberhasilan yang kamu raih adalah hanya berkat usaha dan kerja kerasmu sendiri. Apapun yang kamu capai, pastinya adalah berkat usaha, doa dan kerelaan hati dari orang lain juga. Suksesmu, juga adalah sukses orang lain.
  • Pertahankan kewarasanmu. Ketika sedang berjuang mencapai tujuan, mode “gila” adalah mode yang paling sering saya lakukan dan perankan. Tapi, pada saat sudah mencapai tujuan, harus selalu ingat untuk kembali. Ini juga penting untuk berisitirahat.

So, ketika berada dalam mode “mencapai tujuan”, hindari sifat sombong. Hadapi peristiwa menghadapi kesuksesan dengan sikap reflektif dan membangun self-awareness yang baik. Sadari dengan sungguh bahwa kesuksesan yang kita dapatkan pada saat ini, adalah hasil dan buah dari usaha dan kerelaan hati orang lain juga. Seorang pemegang juara satu, tidak akan mendapatkan posisinya kalau tidak ada juara dua dan tiga.

Mode “Menghadapi kegagalan”

Banyak sekali pelajaran yang bisa diambil dari peristiwa kegagalan. Sungguh banyak dan tidak terhingga banyaknya. Saya setuju dengan pernyataan Bill Gates tentang banyaknya pelajaran yang diperoleh dari peristiwa kegagalan.

Beberapa hal yang ditulis dalam buku ini, saya bagikan sebagai berikut:

  • Ketika nasip buruk menimpa, kita dihadapkan pada dua pilihan. Pertama, berpikir bahwa ini semua adalah akhir, atau kedua, berpikir bahwa ini semua adalah awal dari proses perubahan yang lebih besar dan lebih baik. Pilihlah dengan baik.
  • Dalam keadaan yang tidak menguntungkan, kita selau dihadapkan pada situasi untuk bermain “licik” dan dengan segera mengubah keadaan. Sabar, dan pilihlah dengan bijak. Ingat, selalu berpihak pada kebaikan dan menjalani jalan kebaikan. Kegagalan ada, karena dan untuk tujuan yang lebih baik dan lebih besar dari apa yang sudah diperoleh pada saat ini.
  • Selalu berpikir dengan isi pikiran dan niat yang baik. Hal buruk apapun yang dilemparkan kepadamu, selalu ingat untuk membakar niat dan kebaikan dalam diri. Keburukan dan hal-hal jahat hanya dapat dilawan dengan kebaikan.
  • Berikan Batasan. Berikan batasan pada respon yang berlebihan terhadap kegagalan. Kegagalan baiknya direspon dengan biasa-biasa saja, dan sewajarnya. Ingat bahwa hidup masih terus berjalan setelah kegagalan menimpa. Pasti aka nada perubahan, dan pasti akan berubah situasi dan keadaan pada saat itu.

So, di atas adalah beberapa hal yang dapat saya bagikan mengenai “menghadapi kegagalan.” Sekali lagi, kerendahan hati untuk menerima kegagalan dan keberanian untuk menjalani proses gagal sampai akhir adalah apa yang harus ditanamkan dan dikembangkan di sini. Sama seperti kesuksesan, kegagalan pun memiliki waktu expired-nya.

Ego. Sampai akhir buku ini, saya masih belum menangkap jelas pengertian atau definisi yang pas untuk “ego.” Ia seperti alasan, dan juga sebagai penggerak. Ia juga adalah tameng, pelindung yang sangat diperlukan untuk menjaga dan melindungi diri. Penulis nampaknya melihat ego sebagai penggerak dan alasan untuk memenuhi tugas manusia di muka bumi ini, yaitu sebagai makhluk yang berpikir untuk masa depannya dan mencapai tujuannya.

Sayangnya, masih tertinggal dalam hati saya rasa “belum tuntas.” Buku ini nampaknya bukan tujuan akhir atau jawaban akhir yang saya harapkan, tapi adalah sebuah awal untuk perjalanan ke buku-buku lainnya dan ke petualangan-petualangan lainnya.

Secara personal, saya sangat menikmati proses membaca buku ini. Buku ini adalah buku pertama yang saya selesaikan pada awal tahun ini, dan menjadi fondasi yang baik untuk semangat menyelesaikan buku-buku yang lainnya.

Next, menulis tentang apa lagi?

Silakan berkunjung ke toko buku Periplus dan nikmati bonus menarik untuk buku “Ego is the Enemy”, penawarannya terbatas. Yuk!

3 pemikiran pada “Review dan Catatan Buku: Ego is the Enemy-Ryan Holiday

Tinggalkan komentar